Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pagi Buta itu di dekat Perbatasan Uni Sovyet, 1941

29 September 2023   10:30 Diperbarui: 29 September 2023   10:34 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa yang telah kita lakukan, kita seharusnya sudah cukup setelah mengalahkan Perancis kemarin, tapi saat ini kita akan membangunkan raksasa tidur, Uni Sovyet jauh berkali-kali lipat lebih luas daripada Jerman, apakah kita sanggup mengalahkan mereka..?" Meskipun begitu selayaknya prajurit, kegalauan dan keraguan yang ada di benak mereka tidak menjadikan mereka mundur, tetap saja mereka maju dan maju menuju perbatasan, menghadapi negara raksasa Uni Sovyet.

Di tengah lamunannya, si kopral itu terhenyak dengan berisiknya suara-suara di kejauhan di langit sana, mendongaklah ia ke atas mencari asal suara itu, dan benarlah di ufuk sebelah barat terlihat bayangan-bayangan kecil yang semakin membesar, bayangan-bayangan terbang itu ternyata adalah burung-burung besi Lutwaffe, ya itu adalah pesawat angkatan bersenjata Jerman, kebanyakan adalah bomber, tapi ada juga pemburu. Burung-burung besi itu kemudian melintas di atas kepala sang kopral muda ini, sedikit ada rasa kebanggaannya yang melihat pesawat-pesawat itu, tapi juga kembali menimbulkan kekawatiran yang lebih mendalam, akan dampak kehancuran yang akan ditimbulkan, kehancuran yang tidak hanya akan menimpa mereka yang diserang tapi juga mereka yang menjadi agresor.

Tidak cukup dengan burung-burung besi tadi, tidak beberapa lama kemudian, menyalaklah suara-suara pekak dari belakang mereka, para serdadu termasuk kopral muda ini menyadari bahwa suara-suara ini untuk sementara tidaklah membahayakan mereka, karena suara-suara itu adalah suara meriam-meriam yang ditembakkan ke arah musuh, musuh yang tidak beberapa lama lagi akan mereka hadapi.

Si kopral adalah bagian dari 4.5 juta tentara yang kelak akan berjibaku menghadapi Uni Sovyet, yang di awali dengan operasi bernama operasi Barbarossa, saat itu adalah tanggal 22 Juni 1941, yang suatu saat akan dicatat menjadi salah satu tonggak menentukan dalam sejarah peradaban manusia, terutama dalam menentukan perang dunia ini ke depannya.

Menataplah sebentar dirinya ke surat yang dia lipat dan simpan di dalam sakunya, surat yang berasal dari istrinya, ya dirinya belum terlalu lama berkeluarga dan sang istri telah mengandung, diperkirakan beberapa bulan lagi buah hatinya akan lahir, tapi dalam hati si kopral ini kembali ke dalam kekawatirannya apakah dirinya akan berkesempatan melihat anaknya yang dia tunggu dengan penuh harap cemas, dia kawatir kesempatan itu tidak akan datang kepadanya, dia kawatir anaknya tidak akan pernah melihat ayahnya, karena sang ayah harus ikut serta dalam teater perang dan kematian di timur.

Surat itu diambillah dan di buka, surat itu berisi ungkapan hangat dari istrinya yang mendoakan dan mengharapkan keselamatannya, tidak panjang tulisan itu tapi cukup mengena di hatinya, sehingga agak berkaca-kaca matanya, tapi segera dia hapus dari matanya dan kembali melipat surat itu dan memasukkannya ke dalam sakunya kembali.

Setelah menengok ke depan, dia menyadari tidak lama lagi pertempuran akan dihadapi, karena semakin jelas terdengar suara tembakan dan itu bukan berasal dari belakang mereka, melainkan dari depan, yang berarti kemungkinan besar tembakan itu berasal dari musuh mereka. Mengetahui hal itu maka kopral muda ini pun mengokanglah senapan Mausernya dan mengecek perlengkapan lainnya yang dia bawa, ia pun mendengar letnannya memberikan aba-aba untuk bersiap.

Di awali dengan turunnya sang letnan, maka mengikutilah semua pasukannya turun dari kendaraan militer jenis Sd Kfz (Sonderkraftfahrzeug) 234 itu. Di atas tanah mereka menyusuri jalan setapak untuk kemudian segera menghilang ke arah semak-semak. Dan sang kopral muda itu termasuk di antaranya..

Sekitar beberapa jam kemudian, tampaknya pertempuran kecil tadi sudah usai, dan terlihat jelas siapa yang berhasil memenangkannya. Terlihat serdadu-serdadu Uni Sovyet yang tergeletak di sana-sini, kondisi tubuh mereka tidak ada yang utuh, mereka merupakan salah satu korban pertama dalam operasi Barbarosa ini. Di sisi lain, para serdadu Jerman kelihatannya meskipun kelelahan, mereka cukup berhasil dalam pertempuran ini, tidak lama kemudian terlihatlah sang kopral muda itu, tangannya sepertinya terluka cukup parah karena ledakan granat, tapi dibalik rasa kesakitan itu, ia bersyukur, sangat bersyukur karena masih diberikan kesempatan hidup, dan pastinya karena lukanya itu ia juga akan diberikan kesempatan istirahat yang cukup panjang, yang tentunya akan dimanfaatkannya untuk bertemu keluarga kecilnya di desanya sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun