Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Jika Ular Jaka Linglung dan Buaya Dewata Cengkar Itu Benar-Benar Ada?

8 Desember 2022   09:04 Diperbarui: 8 Desember 2022   09:13 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana jika Jaka Linglung yang ada dalam kisah Aji Saka itu bukanlah ular biasa, melainkan ular purba jenis Titanoboa yang hidupnya 60-58 juta tahun lalu. Dengan berat kira-kira 1.135 kg dan panjang berkisar antara 13 hingga 15 m, menjadikannya ular terbesar yang pernah ditemukan selama ini.

Sedangkan bagaimana kalau Dewata Cengkar itu bukanlah buaya putih, tapi Deinosuchus, atau buaya purba raksasa yang pernah hidup 80-73 juta tahun lalu. Untuk ukurannya para ahli mempercayai panjangnya dapat mencapai 12 meter dan beratnya 8 ton.

Kapankah mereka punah? Dan apakah mereka bisa bertemu? Jika selisih rentang masa hidup ke dua jenis hewan ini sampai 20 juta tahun jaraknya.

Yah akan ada banyak pendapat, mayoritas ahli mungkin beranggapan tidak mungkin. Tapi tidak ada salahnya apabila kita berasumsi kalau mereka tidak punah pada zaman awal dimulainya sejarah Jawa karena berbagai penyebab.

Bisa pada saat pulau Jawa ini masih dihuni ras Melanesia yang konon pernah hidup di pulau itu, yang akhirnya sebagian terasimilasi dan sebagiannya lagi terdesak ke timur Nusantara. Atau hewan-hewan ini sempat hidup sampai nenek moyang orang Jawa, Deutro Melayu sudah mendiami tanah Jawa.

Mungkin pada saat itu di utara pulau ini pernah ada cerita rakyat mengenai kemunculan ular besar yang ternyata jenisnya adalah Titanoboa, dan hampir dalam waktu bersamaan di selatan Jawa, ada juga kisah rakyat kehadiran buaya raksasa jenis Deinosuchus. Yang akhirnya dalam suatu kesempatan kedua momen penampakan hewan kolosal itu digabungkan dalam cerita perjalanan seorang tokoh bernama Aji Saka.

Atau tidak menutup kemungkinan, nongolnya ular dan buaya berukuran massif ini memang benar-benar bertemu dan bertarung, entah siapa yang menang, tapi lokasinya pertarungannya bisa jadi ada di sekitar pantai selatan. Dan momen ini kemudian dimasukkan dalam kisahnya Aji Saka, supaya lebih mendramatisir.

Ular dan buaya yang bergelut sebenarnya pemandangan biasa yang ditemui para petani dan pemburu zaman dahulu, ada yang besar hewan-hewannya atau ada yang biasa saja ukurannya.

Nah, ada juga kisah setelah berhasil mengalahkan buaya ini, lalu sang ular itu sempat disuruh bertapa, namun justru berakhir tragis karena kedapatan memangsa beberapa anak kecil. Mungkin saja kisah ini juga pernah terjadi, kejadian beberapa anak kecil pada masa itu yang dimangsa ular besar, hingga setelah beberapa ratus tahun berselang, cerita itu lalu banyak dibumbui hal-hal mitologis.

Mengapa penulis berpendapat seperti itu, yang pertama, Jawa ribuan tahun lalu itu sangat berbeda dengan zaman sekarang. Bahkan pada zaman Belanda sudah datang saja, sebagian tanah Jawa masih berselimut hutan rimba yang lebat, sehingga menimbulkan banyak mitos menyeramkan akan mahluk-mahluk supranatural.

Apalagi zaman awal peradaban Jawa masih baru dimulai, di saat kerajaan-kerajaan baru saja berdiri. Tentunya fauna yang pernah hidup di tanah Jawa akan jauh lebih beraneka ragam, yang memungkinkannya hidup megafauna semacam Titanoboa dan Deinosuchus.

Selain itu sudah jadi kebiasaan manusia di mana pun mereka berasal untuk menuliskan sejarahnya, terutama yang diabadikan lewat lisan setelah ratusan atau bahkan ribuan tahun lamanya, para penerusnya akan menambahkan banyak bumbu-bumbu tambahan sehingga membuatnya tidak jelas mana cerita yang sebenarnya dengan mana yang hanya rekaan imajiner mereka.

Maka terciptalah banyak mitos atau cerita rakyat yang bisa jadi dahulunya benar-benar pernah terjadi, seperti kisah pertarungan Jaka Linglung melawan Dewata Cengkar.

Bisa saja aslinya ada orang yang bernama Jaka Linglung dan Dewata Cengkar, mereka manusia biasa seperti kita yang tidak dapat berubah wujudnya menjadi hewan buas atau raksasa. Yang kemudian nama-nama mereka dihubungkan dengan kejadian yang pernah terjadi sebelumnya atau sesudahnya mengenai perkelahian dua hewan yang mirip Titanoboa atau Deinosuchus.

Atau Jaka Linglung atau Dewata Cengkar ini hanyalah sekedar manifestasi dari suatu persaingan antara dua kekuatan besar yang pernah beradu pada zaman itu, yang kemudian juga diwujudkan ke dalam pertarungan dua hewan kolosal ular melawan buaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun