Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tafsir Sejarah Cerita Aji Saka

3 Desember 2022   18:31 Diperbarui: 3 Desember 2022   18:55 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih melanjutkan cerita Aji Saka, dikisahkan setelah beliau akhirnya berhasil menjadi raja baru Medang Kamulan setelah sebelumnya berhasil mengalahkan dan mengusir raja raksasa bernama Dewata Cengkar. Tidak beberapa kemudian hadirlah sosok karakter baru, bernama Jaka Linglung yang diwujudkan berupa seekor ular atau ular naga besar yang sempat menghadap dan mengaku sebagai salah satu putranya Aji Saka.

Aji Saka sempat tidak mau mengakui keabsahan Jaka Linglung sebagai putranya, maka sebagai syarat kalau mau diakui ,maka sang raja memerintahkan ular naga besar tersebut untuk mengalahkan Dewata Cengkar yang setelah terusir sepertinya berkuasa di Laut Selatan, supaya untuk memastikan Dewata Cengkar yang saat itu sudah berubah wujudnya menjadi buaya putih tidak kembali lagi ke Medang Kamulan untuk merebut kembali tahtanya.

Cerita mitos atau dongeng kadangkala terinspirasi dari kisah sejarah yang nyatanya pernah benar-benar terjadi, hanya saja karena perjalanan waktu yang sangat lama serta tidak adanya catatan tertulis yang valid, akhirnya banyak dibumbui berbagai macam khayalan imajiner yang tidak masuk akal.

Mungkin saja sosok Aji Saka ini memang pernah berkuasa di kerajaan yang bernama Medang Kamulan, dengan cara menggulingkan penguasa sebelumnya. Nah, di sini Dewata Cengkar yang merupakan si penguasa yang terusir itu nampaknya mengungsi ke daerah selatan pulau Jawa, dan sempat membuat basis kekuasaannya di sana.

Di saat hampir bersamaan, muncullah Jaka Linglung yang bisa jadi itu manusia tulen yang mengklaim sebagai putra raja yang baru saja menduduki singasananya. Entah apakah klaim itu benar atau tidak, Aji Saka melihat peluang untuk dapat memanfaatkan pemuda ini yang kelihatannya jago beladiri dan sakti mandraguna untuk mengenyahkan lawan politiknya, Dewata Cengkar untuk selama-lamanya.

Karena selama Dewata Cengkar belum terbukti mati, apalagi masih dapat menancapkan basis kekuasaan sementaranya di selatan Jawa, yang tidak jauh dari wilayah kekuasaannya di utara Jawa, maka menurut Aji Saka posisinya sebagai raja di Medang Kamulan belum dapat dianggap aman.

Maka sebagaimana yang telah diceritakan, pergilah Jaka Linglung menuju daerah selatan Jawa untuk menyingkirkan Dewata Cengkar sebagai pemenuhan persyaratannya agar diakui anak oleh Aji Saka.

Dan akhirnya yang menang adalah Jaka Linglung dengan terbunuhnya Dewata Cengkar, dan biasanya pada zaman itu sebagai bukti keberhasilan membunuh seseorang adalah dengan membawa kepalanya.

Setelah Jaka Linglung diakui oleh Aji Saka, kemungkinan besar perilaku Jaka Linglung ini banyak yang tidak disukai oleh Aji Saka, salah satunya bisa saja suka berfoya-foya sehingga menimbulkan pengeluaran istana yang tidak sedikit.

Mengetahui hal itu, Aji Saka memutuskan untuk mengusir pemuda tersebut ke tengah hutan, namun karena tampaknya Jaka Linglung juga kembali melakukan keonaran yang menyebabkan matinya beberapa bocah pengembala, maka Aji Saka memerintahkan agar Jaka Linglung untuk dihukum mati saja.

Begitulah kira-kira tafsir sederhana dari pengisahan Aji Saka, perwujudan adanya Buaya Putih dan Ular Naga itu sudah biasa terjadi pada setiap cerita rakyat di belahan bumi lainnya. Mungkin saja penggambaran itu dilakukan oleh Aji Saka sendiri, atau generasi setelahnya untuk memperlihatkan betapa jahatnya tokoh-tokoh tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun