Penulis pernah mendapatkan kesempatan ke daerah Bengkulu, nama daerahnya agak lupa, namun ada yang cukup menarik disana.
Yaitu rumah panggung di sana, tiang-tiangnya tidak tertancap ke dalam tanah. Tiang-tiang rumahnya justru ditopang adanya batu berukuran kecil.
Pada saat itu penulis berpikir apakah rumah panggung model semacam itu kuat dan tahan menghadapi gempa? Modelnya saja adalah rumah panggung yang mempunyai kaki tiang jauh dari tanah, ditambah lagi tiangnya itu ternyata tidak menancap, tapi "mengambang" di atas batu kecil.
Namun ini bisa jadi merupakan salah satu kearifan lokal dari leluhur kita yang seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi generasi sekarang.
Alam itu sangat dahsyat dan tidak mungkin dilawan oleh manusia, sekuat apapun mereka. Begitu pula bencana alam, termasuk gempa yang antisipasinya bukan dengan cara mengalahkannya, namun harus mengikuti apa yang diinginkan oleh alam.
Jika gempa dilawan, akibatnya yang kalah pastinya manusia. Manusia tidak boleh congkak meremehkan kedigdayaan alam, apalagi kalau alam itu lagi mengamuk.
Bijaklah menyikapi kebesaran alam, jadilah seperti bambu yang tidak melawan terhadap hembusan angina kencang, jangan jadi tiang listrik yang sebenarnya lebih kokoh dari bambu, tapi karena kekokohannya itulah yang menyebabkannya cepat tumbang.
Bukankah ada teori dalam ilmu geologi yang menyebutkan bahwa semakin sedikit landasan bangunan yang langsung bersentuhan dengan tanah, maka akan lebih sedikit menyerap getaran daripada bangunan yang semua fondasi dan landasannya menempel dengan tanah.
Memang masih ada tiang-tiang yang kena tanah, tapi luas penampangnya jauh lebih sempit dibandingkan rumah modern saat ini.
Dan di Bengkulu ini, rumah panggungnya ditambah lagi adanya batu kecil, yang membuat tiang-tiang itupun akhirnya tidak menempel tanah.
Kalau ada gempa, tentunya rumah panggung itu akan tetap bergoyang dan penghuni di dalamnya akan merasakan efek gempanya juga. Tapi kemungkinan besar hanya itu saja dampaknya, karena dengan adanya tiang dan batu di bawahnya memperkecil potensi akan rubuhnya rumah itu.
Mungkin mirip dengan mobil yang berhenti di tengah gempa, mobil itu tidak runtuh disebabkan adanya roda-roda mobil yang karena bentuknya menjadikan ada semacam jeda ruang dengan tanah.
Selama gempa itu tidak disusul longsor atau bencana alam lainnya, maka kerusakan rumah panggung itu tidak akan terlalu besar.
Kearifan lokal semacam itu yang perlu mendapatkan perhatian dari kita semua, model rumah panggung tidak selalu imagenya ketinggalan zaman. Bahkan rumah panggung seperti itu yang telah terbukti beratus-ratus tahun lamanya telah melewati berbagai gempa dan bencana alam lainnya yang telah menjadi langganan penduduk negeri sejak dahulu kala.
Terlebih lagi Indonesia sampai dengan saat ini belum pernah sepi dari datangnya bencana alam, seperti gempa bumi yang terus menerus terjadi. Tidak ada salahnya buat kita mempertimbangkan kembali untuk meniru apa yang telah dilakukan leluhur kita tersebut dalam mendirikan bangunan yang lebih tahan gempa bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H