Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kisah 3 Orang Ayah

17 November 2022   12:11 Diperbarui: 23 November 2022   12:58 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dari hip hipwee.com

Ini kisah pendek tiga orang laki-laki. Ketiganya merupakan sesosok ayah, bapak, atau papa yang telah menempuh kerasnya kehidupan demi dapat menafkahi keluarganya secara layak.

Yang pertama adalah paman, bapak mertua, dan bapak penulis sendiri.

Mereka berhasil menafkahi anak-anaknya hingga semuanya telah dewasa saat ini. Banyak pengorbanan yang telah mereka lakukan untuk memenuhi tanggung jawab besar tersebut.

Keringat dan bisa saja darah telah mengucur dan kemudian mengering selama jihad itu mereka lakukan. Perjalanan jauh dari tempat mencari nafkah bolak-balik ke rumah bukanlah jarak yang dekat dan mudah, nyatanya itulah yang harus mereka tempuh setiap harinya.

Namun mungkin memang hampir takdir semua orang tua itu sama. Jasa mereka sudah pasti tidak akan pernah terbalaskan. Seandainya ada yang bisa dikasih anak-anaknya tetap saja tidak sebanding dengan pengorbanan mereka.

Tubuh-tubuh yang dulunya kokoh dan kekar pada akhirnya seakan-akan tinggal seperti tulang yang terbungkus kulit keriput. Tatapan mata mereka sudah tidak setajam pada saat masih jayanya dahulu, begitu pula rambutnya yang sudah banyak memutih sebagai tanda peringatan akan jatah umurnya yang selama ini sudah diberikan.

Di antara ketiganya, yang pertama dan kedua telah lebih dahulu menghadap pimpinan tertingginya. Sang khalik ternyata memanggilnya di saat tidak terduga sama sekali.

Keduanya menghembuskan nafas terakhirnya di saat sepi karena tidak ada keluarganya sama sekali di sisi mereka. Karena yang satu sedang lagi di RS karena terkena Covid 19 sehingga tidak dapat dijenguk sedangkan yang satu lagi terkena serangan jantung saat di rumah sendirian sedang duduk di kursi menghadap kiblat seakan-akan dirinya tahu bakal dipanggil tidak lama lagi.

Sedangkan yang ketiga, syukurlah masih diberikan nafas untuk dapat bertahan sampai saat ini. Namun kehidupan masa tuanya tidaklah sebahagia yang diimpikan.

Dirinya di usia senja seperti itu masih tetap harus mencari nafkah jauh ke kota seberang. Jauh dari keluarga dan sanak saudara.

Karena keterdesakan akan kebutuhan ekonomi, beliau sepertinya tidak memiliki pilihan lain untuk tidak bekerja lagi. Padahal dahulu sempat bekerja di perusahaan yang cukup bonafid namun karena perusahaan itu bubar, jadinya uang pesangon yang seharusnya menjadi hak beliau menjadi tidak didapatkan sepenuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun