Proses pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang pertama sebaiknya harus menyaring aspirasi masyarakat lebih maksimal, jangan sampai karena dikejar target maka penyaringan aspirasi tersebut menjadi sekedar formalitas belaka. Selain itu proses pembuatan peraturan tidak boleh berhenti pada saat selesainya ditanda tangan oleh pejabat tinggi yang berwenang saja. Proses itu harus dilanjutkan dengan sosialisasi intensif kepada masyarakat dan tetap harus dilakukan evaluasi berkala untuk melihat reaksi mereka apakah menerima atau menolak.
Para petani disini diharapkan juga berpartisipasi secara aktif karena bisa jadi pemerintah sebagai regulator memiliki banyak keterbatasan sehingga peraturan perundang-undangan yang dibuatnya butuh banyak masukan. Mungkin para petani perlu ada perwakilannya dalam bentuk lembaga masyarakat atau semacamnya, perwakilan yang memang benar-benar membawa aspirasi dari para petani yang diwakilinya bukan membawa kepentingan politiknya sendiri.
Apabila pemerintah memang dapat menyusun peraturan perundang-undangan seimbang dan sinergi antara sesuai dengan target yang diinginkan dalam program pembangunan pertanian dengan aspirasi dari masyarakat petani sendiri maka hampir dapat dipastikan bahwa peraturan tersebut akan cenderung lebih mudah untuk diterapkan oleh masyarakat petani. Dan jika mudah diterapkan oleh masyarakat petani tentu saja kedepannya dapat mensupport terwujudnya program-program pemerintah bidang pertanian.
Jadi disini sosiologi hukum pertanian dapat dilihat dari cara kira menjaring aspirasi masyarakat petani, menelusuri pendapat apa yang diharapkan oleh para petani dan kemudian dapat disesuaikan dengan kepentingan pemerintah. Namun tidak menutup kemungkinan sosiologi hukum pertanian juga merupakan bagian dari proses terbentuknya suatu regulasi, seperti menjadikan jurispudensi terkait bidang pertanian sebagai sebuah acuan yang dapat mengikat ketentuan yang terjadi di lapangan, walaupun memang asas ini biasanya digunakan pada rezim hukum Anglo-Saxon, namun dalam masa modern ini tidak ada salahnya kalau kita melakukan kombinasi antara asas hukum Eropa Kontinental yang dianut di Indonesia dengan asas hukum dari Anglo-Saxon demi kepentingan kemajuan pembangunan bidang pertanian di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H