Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sekilas Potensi Alpukat di Kampung Alpukat

6 Oktober 2022   15:55 Diperbarui: 6 Oktober 2022   15:56 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dari ngovee.com

Persea Americana Mill atau Persea Americana merupakan nama latin dari buah alpukat atau avokad. Dari namanya kita dapat menerka bahwa buah tersebut pada awalnya berasal dari benua Amerika, lebih tepatnya Meksiko Selatan dan Honduras.

Diperkirakan sejarah pembudidayaan buah alpukat telah berlangsung lama sekali dibudidayakan di benua Amerika. Peneliti pernah menemukan lubang bekas tumbuhnya pohon alpukat berusia kira-kira 9000 hingga 10.000 tahun silam yang berada di Gua Coxcatlan. Kemudian di Peru, para peneliti menemukan bukti pemanfaatan buah alpukat pada situs Norte Chico dan Caballo Muerto yang berusia sekitar 3200 hingga 4500 tahun yang lalu. Ada juga penemuan botol air yang diperkirakan berasal dari buah alpukat yang berasal dari tahun 900 Masehi.

Di Indonesia sendiri, walaupun buah alpukat berasal dari benua Amerika namun saat ini alpukat termasuk salah satu komoditas yang cukup banyak ditanam oleh para petani Indonesia. Terlihat dari Data BPS yang menunjukkan produksi alpukat di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 609.049 ton. Dengan Jawa Timur menempati provinsi penghasil terbesar mencapai 175.753 ton, kemudian disusul Jawa Barat pada posisi runner up sebanyak 73.993 ton. Progres produksi alpukat di Indonesia pada tahun 2020 dibandingkan 2019 mengalami kenaikan signifikan sebesar 32%. Terlihat pada 2019 baru sebesar 461.613 ton lalu naik sekitar 147.436 ton menjadi 609.048 ton. Perbedaannya pada tahun 2019 Jawa Baratlah yang menempati urutan pertama penghasil alpukat sebanyak 104.084,  sedangkan Jawa Timur kedua sebesar 101.310 ton. Disini kenaikan produksi Jawa Timur mengalami capaian yang cukup luar biasa karena lonjakan jumlah produksi yang meningkat pesat. Selain pulau Jawa, pulau Sumatera juga dapat dikatakan sebagai penghasil alpukat yang potensial. Periode antara tahun 2019-2020, beberapa provinsi di Sumatera tersebut adalah Sumatera Barat mencapai 54.024 ton tahun 2019 bertambah menjadi 69.787 ton tahun 2020, kemudian Sumatera Selatan 38.266 ton tahun 2019 menjadi 36.343 ton pada tahun 2020.

Dengan jumlah mencapai 609.409 ton yang dihasilkan Indonesia, sekitar 400 ton alpukat telah di eskpor per tahun. Angka tersebut membuat Indonesia menempati urutan ke 5 penghasil alpukat dunia, dimana posisi wahid saat ini masih ditempat oleh Meksiko tempat alpukat berasal sebanyak 1 juta ton per tahun.

Namun pemerintah Indonesia berharap dapat meningkatkan eskportnya lebih besar. Salah satu program yang sedang dijalankan adalah Kampung Alpukat yang berlokasi di Sukatani 2, Desa Sukadana, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kampung Alpukat memiliki luas sekitar 10 hektar, dimana alpukat yang diprioritaskan dibudidayakan disana merupakan varietas mentera atau mentega merah. Sebelum didirikan kampung ini, Kabupaten Cianjur memang telah menjadi salah satu penghasil komoditas alpukat di Jawa Barat.

Kampung Alpukat di Desa Sukadana mempunyai potensi yang sangat besar karena baik kesuburan lahannya maupun kompetensi petaninya telah berpengalaman dalam pembudidayaan alpukat. Kampung ini didirikan pada Oktober 2021 dengan penanaman awal alpukat adalah 1000 pohon, kemudian beberapa lama kemudian hanya 26 pohon yang gagal tumbuh sedangkan yang lainnya berhasil.

Kampung Alpukat ini merupakan program intensifikasi lahan karena diproyeksikan kedapannya pohon alpukat tidak hanya dapat diambil buahnya namun juga dapat menjadi pohon naungan tanaman lain, seperti asparagus dan kopi. Sehingga didalam kampung itu dapat dibudidayakan beberapa tanaman yang sangat bernilai komersial.

Menurut perkiraan pohon-pohon alpukat ini dapat dipanen pada tahun ke 4 dengan estimasi keuntungan sebesar Rp137.500.000 dalam 3 kali panen, dengan begitu dimungkinkan dapat balik modal pada tahun ke 5. Keuntungan sebanyak itu dapat lebih dimaksimalkan karena di Kampung Alpukat ini masih memiliki lahan kosong sekitar ratusan hektar, yang tentu saja dapat dimanfaatkan untuk ditanam pohon alpukat dan tanaman lainnya.

Diatas telah dikemukakan bahwa Kampung Alpukat menjadi proyeksi yang bagus untuk tanaman hortikultura, akan tetapi sistem integrated farming juga dapat dikembangkan disini, salah satunya dengan mengkombinasikan peternakan dan perikanan. Bahkan kotoran hewan hasil peternakannya dapat digunakan sebagai pupuk organik. Menjadikan petani di Kampung Alpukat dapat lebih hemat karena tidak perlu membeli pupuk dari luar.     

Selain alpukat, lahan di kampung tersebut juga ditanami tanaman hortikultura lainnya seperti buncis dan asparagus. Bahkan ketiga tanaman tersebut jika dikombinasikan maka akan sangat menguntungkan karena pemupukannya lebih hemat dan dapat dilakukan sekaligus karena pohon alpukat dapat menerima residu pupuk yang berasal dari buncis dan asparagus sehingga tidak memerlukan pupuk yang berlebihan.

Diharapkan pembudidayan di Kampung Alpukat dapat berproses menjadi lebih baik lagi, terlebih jika para petaninya yang sebagiannya merupakan petani milenial yang diharapkan melek akan sains dan teknologi. Kapasitas mereka yang terus ditingkatkan dapat mendongkrak keberhasilan Kampung Alpukat di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun