Ketika masih duduk di bangku SMP, membaca adalah hal yang tak kusukai, apalagi buku selain pelajaran di sekolah. Mungkin itu pula yang menjadikan saya ketika itu tidak pandai mengarang. Bahkan saya masih ingat, ketika diminta mengarang (tepatnya mungkin hanya membuat paragraf pendek atau bhkan kadang hanya diminta membuat sebuah kalimat dari suatu kata) saya seringkali kesusahan dan bahkan kadang ketakutan.
Saya mulai membaca buku ketika berada di tingkat SMA, tepatnya di Madrasah Aliyah. Saya masih ingat buku pertama yang saya baca adalah Sheila, sebuah novel psikologi  karya seorang penulis Amerika, Torey Heyden.Â
Novel ini berkisah tentang seorang anak kecil yang ditinggalkan oleh keluarganya di jalan serta bagaimana hari-hari perjuangan seorang guru ( psikolog) yang berusaha untuk menyembuhkan gangguan psikologis yang diderita anak tersebut dan menjadikannya normal seperti anak-anak lainnya.Â
Selain buku itu, saya juga membaca kumpulan cerpen Cerita Pengantin, yang didapatkan keluarga sebagai oleh-oleh dari pernikahan seorang puteri Gus Mus. Buku itu berisi tentang kumpulan cerpen tulisan para sastrawan yang merupakan kawan-kawan Gus Mus. Dan belakangan, saya baru tahu ketika pak Islah Gusmian menginap di rumah saya dan melihat buku itu ada di lemari di rumah kami, dia mengatakan buku itu dieditori olehnya.Â
Ada beberapa cerpen yang membuat saya tertarik untuk membacanya. Bahkan saya masih ingat sebuah cerpen yang berjudul "Kekasih Surgaku" karya Herlinatien harus say abaca beberapa kali, karena menurut saya waktu itu selain isinya sangat menyentuh. Bahasa dan pilihan diksinya sangat menarik.
Mungkin sejak saat itulah saya mulai tertarik dan bisa menikamati ketika membaca buku. Saya baru menyadari ternyata membaca itu mengasyikkan. Dan sepertinya sejak saat itulah saya juga mulai tertarik untuk menulis catatan harian dan seskali  berlatih menulis puisi.Â
Ketika saya kemudian membeli sebuah buku harian, saya mulai rutin membuat catatan harian. Saya sadar, saya orangnya susah berkomunikasi secara verbal, saya juga tidak pandai ngomong.Â
Makanya saya menulis catatan harian untuk menuangkan perasaan, hal-hal yang saya alami dan rasakan, dan lain sebagainya. Dan tanpa terasa ketika saya lulus sekolah, saya telah berhasil menghabiskan dua atau bahkan tiga buku harian saya. Dari sini bisa dikatakan, ada kaitan antara buku-buku yang saya baca, saya dan buku harian.
Ketika saya mulai kuliah, saya mulai semakin menggilai buku. Tapi harus dicatat, sebagian besar buku saya say abaca ketika itu justru-justru buku sastra, terutama novel. Hanya sesekali saya membaca buku diktat atau buku akdemik.Â
Jika kebetulan pas ada tugas kuliah atau diminta bikin makalah aja. Dan kadang sesekali membaca buku-buku berat berbahasa Inggris. Tapi untuk yang terakhir mungkin lebih saya maksudkan agar kemampuan bebahasa Inggris saya meningkat saja. Saya masih ingat ketika datang ke perpustakaan kampus, biasanya buku yang saya cari adalah novel.Â
Disamping novel, seringkali setiap minggu pagi, sambil jalan-jalan bersama teman-teman saya sering suka beli Koran minggu. Kalau beli koran tulisan yang saya lihat pertama adalah bagian cerpen dan puisi, mana Koran yang rubric cerpen dan puisinya paling bagus itulah yang saya beli.