Mohon tunggu...
Muhammad Asif
Muhammad Asif Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and reseacher

Dosen dan peneliti. Meminati studi-studi tentang sejarah, manuskrip, serta Islam di Indonesia secara luas.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Beberapa Pertanyaan dari Seorang Muslim untuk Kampanye di GBK

11 April 2019   07:48 Diperbarui: 11 April 2019   08:12 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampanye di GBK didahului dengan shalat tahajud dan kemudian jamaah subuh berjamaah. Mungkin ini niatnya baik, tapi pantaskah atau benarkah itu islami? Saya justru ingin bertanya jika memang dianggap benar-benar Islami dan didahului oleh tahajud, jamaah subuh dan doa bersama dan lain sebagainya bagaimana seandainya nanti paslon kosong 02 tetap kalah? Siapa yang patut disalahkan? Jangan-jangan malah nanti Tuhan (Allah) yang disalahkan.hehe.

Ada banyak hal yang menurut saya perlu dipertanyakan sebagai seorang muslim. Misalnya bagaimana status orang yang shalat subuh di GBK? Apakah semua bisa menghadap ke kiblat atau ke arah kiblat dengan bentuk GBK yang melingkar seperti itu? Sah kah salat yang tidak menghadap ke arah kiblat? Tentu orang muslim yang paling sederhana pengetahuannya tentang Islam pun akan menjawab, tidak sah. 

Salat hanya boleh tidak menghadap ke kiblat atau ke  arah kiblat hanya ketika dalam kondisi darurat, misalnya sedang tersesat sementara waktu salatnya sudah mau habis, atau sedang dalam perjalanan (di kendaraan) yang tidak mengarah ke arah kiblat dan tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat. 

Mungkin kita bisa berkilah, o ini kan darurat? Tapi benarkah sesuatu yang direka/ disengaja diciptakan kondisinya bisa dianggap darurat? Apalagi untuk kepentingan yang profan: kepentingan politik dan kekuasaan. 

Bukankah di sekitar masih banyak masjid, lapangan, jalan dan tempat-tempat  dimana orang-orang bisa salat menghadap kea rah kiblat. Itu belum pertanyaan-pertanyaan lanjutannya, misalnya apakah salat semua berdiri? Sah kah salatnya? Bagaimana orang yang ada di tribun? Saya kok belum pernah tahu ada ulama membolehkan salat fardu dalam keadaan duduk bukan karena sakit atau darurat?

Saya justru ingin bertanya lagi apakah hanya untuk kepentingan dan tujuan politis tertentu orang boleh mengorbankan salatnya? Bukankah salat merupakan salah satu rukun Islam yang utama, kedua setelah sahadat? Bukankah salat adalah imadud din, tiang agama (Islam), lalu pertanyaannya apakah kampanye akbar lebih penting dari pada salat? 

Bukankah dalam keadaan dalam perang yang sedang berkecamuk pun seorang Muslim harus tetap diwajibkan untuk menjalankan salat dengan benar? Atau jangan-jangan pemilu 2019 ini kita anggap sebagai perang antara muslim dan kafir? Oh...alangkah naifnya ego dan nafsu duniawi kita, menyeret-nyeret agama hanya untuk kepentingan perebutan kekuasaan.

Saya pun akan mempertanyakan ini kalau seandainya peristiwa ini terjadi pada paslon 01. Menurut saya pribadi, bukankah lebih elok dan pantas jika masing calon saling berdebat dan beradu argument mengenani visi-misinya untuk di Indonesia. Bukan malah saling menjatuhkan apalagi menyeret-nyeret agama tertentu untuk kepentingan dan tujuan politis sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun