Â
Beberapa hari terakhir saya terpaksa tidak bisa menulis karena ada beberapa pekerjaan mendesak yang tidak bisa ditinggalkan. Padahal ada beberapa persitiwa penting dan terpaksa harus saya lewatkan. Yang paling penting adalah penembakan jamaah Muslim ketika akan melakukan shalat Jum'at oleh Brenton Tarrant yang terjadi di Cristschurch, New Zealand.Â
Di samping harus mengejar deadline permintaan revisi artikel di jurnal yang saya submit pada Agustus tahun lalu, saya harus mengikuti rapat secara intens pengerjaan borang akreditasi yang rumit dan cukup melelahkan itu. Borang ini juga dikejar dealine dari BANPT .
Namun saya kali ini hanya ingin berbagi hal sederhana. Saya ingin berbagi pengalaman membiasakan anak ke toilet sedini mungkin. Mungkin bagi orang tua yang sudah berpengalaman punya banyak dan mendidik anak hal ini mungkin hal yang sangat biasa atau bahkan mungkin sesuatu yang tak penting.Â
Tapi mungkin bagi orang yang belum menikah atau mungkin sudah menikah tapi masih sedang menunggu dikaruniai momongan mungkin ceritanya bisa beda.
Sejak lepas tidak pakai pempers atau popok bayi (diapers) ketiika berumur sekitar dua tahun, anak saya yang pertama, Abil namanya saya biasakan selalu ke toilet.Â
Tepat di pagi hari ketika dia baru bangun saya atau isteri saya biasanya akan mengantarnya ke toilet. Tentu saja setelah diajarkan berdoa bangun tidur, Alhamdu liLLahil ladzi ahyaanaa ba'da maa amaatana wa ilayhin nusyur...."kakak mau minum air putih atau ke toilet dulu?" Tanya istri atau saya ketika anak bangun. Saya atau istri kemudian akan menuntunnya ke toilet.Â
Sebelum masuk toilet istri akan menuntunnya berdoanya, "Allahumma inniy audzu bika minal khubutsi wal khabaaitsi". Lalu baru dia masuk ke kamar mandi dan pipis. Setelah disiram pakai air, ketika keluar ia kami ajarkan membaca, "ghufraanaka alhamdu liLLahil ladzi adzhaba anil adza wa'afani".
Kami membiasakan anak ke toilet setidaknya 3 kali sehari semalam. Pagi hari setelah bangun. Siang hari ketika sekitar jam 11 atau 12 siang dan malam hari ketika ia akan tidur.Â
Kami biasakan sedapat mungkin membujuk dia mau ke toilet sebelum tidur. Kadang saya yang mengantarkan dan kadang istri, tergantung siapa yang selo dan permintaan anak minta ditemani siapa. Kadang kalau saya lagi sibuk baca atau ngetik tapi si anak minta ditemani saya, saya berusaha sedapat mungkin untuk menemaninya.
Kebiasaan pergi ke toilet di pagi hari selepas bangun tidur dan ketika menjelang tidur ternyata menjadi kebiasaan dia hingga sekarang dia berumur empat tahun setengah. Dan ternyata banyak manfaatnya. Selain anak hampir tak pernah ngompol ia akan menjadi terbiasa harus segera menuju ke toilet ketika ingin pipis.Â
Seolah akan menjadi intruksi otomatis bahwa ketika hendak pipis harus ke toilet. Tidak boleh di sembarang tempat. Dia juga tak akan pernah lupa baca doa ketika akan masuk dan keluar dari toilet. Â
Pernah suatu ketika anak saya dilanda demam tinggi di malam hari, tetapi ketika ia merasa pengen pipis, ia merengek meminta untuk dibawa ke toilet meskipun dia tak kuat bangun. "Ayah kak Abil pengen pipis. Gendong ayah". Ia meminta digendong ke toilet.Â
Saya pun kemudian menggendongnya sampai ke toilet meskipun sebetulnya kasihan juga. Dalam kondisi sakit seperti itu saya kira tidak menjadi masalah ketika anak harus ngompol di tempat tidur.Â
Tapi anak saya tetap tidak mau. Saya pribadi merasa agak risi atau semacamnya ketika melihat anak-anak apalgi sudah dewasa buar air kecil sembarangan, entah di tempat-tepat sepi di pinggir jalan atau di tempat lainnya. Mungkin dia tidak dibiasakan sejak kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H