Mohon tunggu...
Agus Dwi
Agus Dwi Mohon Tunggu... Freelance writer & photographer -

Facing a new life as a writer since 2014 after more than 13 years work as a journalist. Love to explore different cultures and social life at any place. Contact me by FB @AyahAgus or Twitter @AyahKinan

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mengapa Arema Indonesia Berbeda Nasib dengan Persebaya 1927?

14 Januari 2017   16:12 Diperbarui: 15 Januari 2017   09:39 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: ongisnade.co.id

Kongres PSSI di Bandung pada 8 Januari lalu membawa angin segar bagi sepak bola Indonesia. Salah satunya adalah putusan penting yang dibuat Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi. Tujuh klub yang sempat dibekukan statusnya boleh kembali beraktivitas di sepak bola nasional. Ketujuh klub itu adalah Persebaya 1927, Arema Indonesia, Persema Malang, Lampung FC, Persewangi Banyuwangi, Persibo Bojonegoro, dan Persipasi Kota Bekasi.

Menariknya, ternyata hanya Persebaya yang boleh kembali ikut kompetisi dari level Divisi Utama. Sementara enam klub lainnya harus memulai di kompetisi Liga Nusantara atau kompetisi amatir. Sekadar info, PSSI kini punya tiga level kompetisi yaitu Indonesia Super League (ISL), Divisi Utama, dan Liga Nusantara.

Tiga klub yang pernah merasakan atmosfer kompetisi tertinggi pun meradang. Arema Indonesia, Persema Malang, dan Persibo Bojonegoro mempertanyakan putusan Ketum PSSI yang hanya memberikan jatah tampil di Divisi Utama kepada Persebaya.

Edy beralasan menempatkan Persebaya di Divisi Utama karena melihat status klub tersebut yang punya tradisi kuat di persebakbolaan nasional. Bersama PSM Makassar, Persib Bandung, Persija Jakarta, dan PSMS Medan, Persebaya dinilai Edy punya tradisi dan sejarah kuat dalam sepak bola Indonesia.

Ada baiknya Ketum PSSI melihat latar belakang kenapa ketujuh klub tersebut mendapat sanksi. Kita lihat kejadian yang menimpa kompetisi sepak bola nasional lebih dari lima tahun silam. Sebuah manuver yang dilakukan pihak di luar PSSI menghasilkan sebuah kompetisi tandingan bernama Indonesia Premier League.

Kala itu Persebaya bersama Arema Indonesia dan lima klub lain memutuskan mengikuti kompetisi Breakaway. Dari situlah akhirnya memunculkan penggandaan klub. Persebaya 1927 dan Arema Indonesia tampil di IPL, sementara di kompetisi ISL muncul Persebaya (beda klub) dan Arema Cronous. Belakangan Persebaya yang ikut dalam kompetisi ISL dan ISC sempat berganti-ganti nama klub. Mulai Persebaya United, Bonek FC, Surabaya United, Bhayangkara Surabaya United. Hingga akhirnya menanggalkan kata “Persebaya” dengan menjadi Bhayangkara United.

Sementara di Malang, nama Arema Cronous tak pernah berganti sejak 2013. Klub yang sejatinya merupakan perubahan “wajah” dari Pelita Jaya ini bernasib lebih beruntung karena mampu meraih simpati dari para Aremania – suporter pendukung Arema. Klub yang sebelumnya bernaung di bawah PT. Pelita Jaya Cronous ini per 2016 berubah menjadi di bawah PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI).

Artinya, baik Persebaya 1927 dan Arema Indonesia yang sama-sama pernah berkompetisi di IPL punya poin sama saat dibekukan statusnya. Ada baiknya Edy Rahmayadi tidak melupakan poin sejarah ini terhadap putusan yang diambil di Kongres PSSI lalu.

“Ketika di Bandung kami sudah menyatakan keberatan. Kami ingin disamakan dengan Persebaya. Tidak ada perbedaan antara Arema Indonesia dan Persebaya.  Kami sudah bersyukur diterima sebagai anggota, dan kita tentu sebagai anggota punya hak untuk berbicara,”  ucap Haris Fambudy, Direktur Operasional Arema Indonesia.

sumber: ongisnade.co.id
sumber: ongisnade.co.id
Lagipula, Arema Indonesia juga pernah menjadi bagian dari sejarah penting sepak bola Indonesia. Arema adalah klub eks Galatama dengan sederet prestasi dan masih mampu bertahan hinggi kini. Sejumlah pemain hebat negeri ini pernah merasakan kawah candradimuka bersama Arema Indonesia di awal karirnya. Sebut saja Mecky Tata dan Aji Santoso.

Bahkan ketika klub-klub perserikatan dengan enaknya “menyusu” dana APBD - tanpa ada laporan pertanggungjawaban di akhir kompetisi - untuk tetap hidup, Arema dan segelintir klub eks Galatama harus ngos-ngosan mencari dana dan boleh dibilang nyaris tidak ada bantuan dari pemerintah daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun