Mohon tunggu...
Agus Dwi
Agus Dwi Mohon Tunggu... Freelance writer & photographer -

Facing a new life as a writer since 2014 after more than 13 years work as a journalist. Love to explore different cultures and social life at any place. Contact me by FB @AyahAgus or Twitter @AyahKinan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Solusi Rumah Murah Bagi Pekerja Bergaji Rendah

17 Desember 2015   08:22 Diperbarui: 17 Desember 2015   08:22 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata Pramana menatap dengan seksama lembaran brosur sebuah perumahan. Namun matanya nanar ketika melihat harga yang tercantum. Bagi dirinya yang hanya seorang guru honorer, rumah seharga 350-an juta rupiah itu terasa berada di atas langit. Sulit digapai oleh gajinya yang hanya 1,6 juta rupiah sebulan. Untuk membayar cicilan rumah sekelas itu jelas dia tidak akan sanggup.

Lembar demi lembar dari setiap brosur yang ia ambil dari setiap stand sebuah pameran properti menjelang tutup tahun itu dibacanya dengan seksama. Tapi tak jua menemukan solusi sebuah rumah yang harganya masuk dalam hitungan gaji seorang pegawai rendahan seperti dirinya. Kalaupun ditambah dengan penghasilan istrinya yang menjadi bakul sayur keliling, tetap saja belum bisa untuk menutupi cicilan per bulan yang lebih dari 3 juta rupiah itu.

Setelah berkeliling ke hampir semua sudut area pameran, terlihatlah sebuah stan yang membuat matanya berbinar. Dalam spanduk yang dipasang di stan tersebut terbaca dengan jelas: “Ingin punya rumah dengan bujet terbatas? Di sini Anda akan bisa memiliki rumah cukup dengan 50 juta rupiah saja”

“Ah ini dia yang aku cari,” pikir Pramana.”Sebuah solusi untuk mendapatkan rumah bagi pekerja dengan gaji kecil seperti aku.”

Segera kakinya melangkah menuju stan tersebut. Ternyata itu ada stan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Balitbang PUPR). Pramana pun membaca brosur yang diberikan penjaga stan kepadanya untuk mendapat informasi lebih lanjut. “Darimana hitungannya kok bisa murah ya rumah ini?” pikir dia.

Rumah hasil penelitian Balitbang PUPR itu punya sebutan khusus, RISHA. Nama itu merupakan singkatan dari Rumah Instan Sederhana Sehat. Sebuah Solusi Seiring Inovasi yang dipersembahkan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bagi masyarakat Indonesia yang membutuhkan rumah tapi punya dana yang minim.

RISHA memang beda dari rumah-rumah pada umumnya. Terutama karena RISHA menggunakan sistem knock down alias bisa dibongkar pasang. Tak ada batu batu dalam proses pembangunan rumah. Semuanya terdiri dari tiga kategori panel beton sesuai fungsinya yaitu panel struktur, panel dinding, dan panel kusen. Harga panel beton tersebut berkisar dari 90 ribu sampai 160 ribu rupiah per panel.

Panel-panel yang digunakan untuk membangun rumah ini bisa dibilang mirip mainan anak-anak, LEGO. Persamaannya, tiap bagian panel dari baik RISHA maupun LEGO sama-sama tidak menggunakan lem untuk menempelkan tiap bagian. RISHA menggunakan mur dan baut untuk menguatkan posisi tiap bagian yang dipasang.

Hebatnya, semua panel sudah ada instruksi yang jelas dan detail. Sehingga orang yang awam dengan sistem konstruksi pun bisa membangunnya. Seperti seorang anak yang membangun mainan LEGO dengan bantuan lembar instruksi yang menyertai. Namun, untuk membangun sebuah RISHA tetap butuh bantuan sejumlah alat dan setidaknya dua orang pekerja lain. Saking sudah lengkap semua panel dan instruksi yang disediakan, satu rumah dengan tipe 33 diklaim bisa selesai dibangun dalam tiga hari saja.

Ada satu hal lagi yang membuat senyum Pramana semakin mengembang saat membaca brosur. Meski terbuat dari panel-panel yang sudah tercetak secara fabrikasi, RISHA tetap punya fleksibilitas yang tinggi. Dengan kata lain, bentuk dan desain sebuah RISHA bisa dibuat sesuai dengan keinginan si pemilik rumah.

Tak cuma itu, RISHA juga bisa dibangun secara vertikal atau dibangun hingga dua lantai. Dengan catatan, tidak ada perubahan fungsi dari rencana awal saat membangun lantai dua. Pasalnya, panel-panel yang dibuat maksimal mampu menahan beban 125 kg/m2. Pramana pun langsung membayangkan rumahnya bisa dibangun bertingkat secara bertahap tanpa harus banyak mengalami perubahan dari rumah awal yang hanya satu lantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun