Mohon tunggu...
Ayaayawae
Ayaayawae Mohon Tunggu... -

Pecinta Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Anak Kampung 5

14 September 2011   13:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:58 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lingkungan baru mengharuskan memulai banyak hal baru. Teman-teman baru. Tidak sebanyak teman di kampung yang bermain sepanjang hari, dari jam sekolah sampai jam tidur malam. Teman di kota sebatas main di lingkungan sekolah, setelah itu pulang ke rumah dan tidak ada main lagi. Aktivitasku sepulang sekolah adalah mandi siang, makan siang, bikin PR jika ada, belajar buat besok, baca koran, semuanya kira-kira selesai dalam 2 jam, terus jaga toko. Aku menumpang saudara di kota dan walau tidak ada permintaan membantu jaga toko, aku merasa perlu membantu.

Sering berkhayal andai lain keadaannya, akan jadi apa diriku sekarang. Jago komputerkah karena aku menghabiskan soreku di depan komputer? Pemusikkah? Atlet? Atau biasa-biasa saja. Atau memang susah nasib, mau bagaimanapun keadaannya, entah di istana atau tenda, akhirnya ya jadi begini juga. Berkhayal memang mengasyikkan, ia membuat apa yang tak ada (dan tak mungkin) menjadi ada. Tentram. Untuk sesaat.

Realita tidaklah mengerikan. Memang aku hanya tahu jalan dari rumah ke sekolah. Tak berani pergi jauh. Tak punya sepeda. Tak tahu juga mau ke mana. Dunia anak SMP bisa begitu sempit, bisa begitu luas. Dibentuk dari sinikah masa depan anak-anak itu? Patut dipertanyakan di mana keadilan, seorang anak terlahir di tengah kampung mengenal segala ternak dan pokok buah-buahan, seorang anak kota mengenal pahlawan super dari komik warna-warni. Akan jadi apakah masing-masing di kemudian hari.

Khayalan teman setiaku. Entah mengapa, aku suka berkhayal. Mungkin kesendirian tanpa teman bermain membuat aku tanpa sadar menciptakan sendiri keramaian, di mana aku bisa menempatkan diriku, tidak semau-maunya, tetapi menurut kaidah umum sosial, dengan karakteristik ciri khas diriku. Kalau berkhayal di tengah pesta ulang tahun teman, aku mendapati diriku duduk memojok, tersenyum dan mengangguk ke teman-teman, tapi tidak larut dalam suka cita pesta itu. Beginilah aku. Bahkan di saat dewasa. Seperti saat ini. Masih suka berkhayal dan introvert sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun