Mohon tunggu...
Axtea 99
Axtea 99 Mohon Tunggu... lainnya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kakek tiga cucu : 2K + 1Q

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyorot Kinerja DPR RI Selama Setahun Bertugas

13 Oktober 2015   03:59 Diperbarui: 13 Oktober 2015   04:24 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : DPR.Go.Id

Usulan revisi UU KPK, adalah inisiatif DPR setelah pemerintah menarik diri dari pembahasan ini pada Juni 2015, 6 Oktober 2015 lalu mulai dibahas di Senayan. Mayoritas fraksi menghendaki revisi UU KPK dalam rapat Badan Legislasi DPR, termasuk Fraksi2 : PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, PPP, Golkar. Yang menolak Fraksi2 PKS dan Demokrat, sedangkan Fraksi PAN dan Gerindra memilih abstain.

Rapat itu sendiri berjalan cukup alot, ketika ada anggota Baleg yang terang2an menolak, yang mempertanyakan alasan revisi UU KPK ditengah sorotan publik terhdap kinerja DPR setahun ini.

“Dari 37 RUU yang disepakati di Prolenas tahun 2015 ini, dalam 9 buoan hanya 2 RUU selesai, apa ini kerja DPR? Tiba2 melompat lagi RUU baru, rakyat bingung apa maunya DPR”, ujar Martin Hutabarat dari Gerindra. “Kewenangan KPK jangan dipreteli karena itu amanat reformasi”, imbuh Martin kemudian.

Selama setahun para anggota DPR ini bertugas, kinerja DPR periode 2014-2019 ini sangatlah buruk dan memprihatinkan, karena produk yang dihasilkan sangat minim. Selama setahun ini mereka bertugas hanya empat Undang2 hasil bahasan mereka yang disahkan, yakni UU no 2/2015 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara tahun 2015, yang melanjutkan hasil kerja DPR periode sebelumnya. Tiga Undang2 lainnya terkait dengan “kepentingan” politik, yaitu UU no 42/2014 tentang Perubahan UU No 17/2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3); UU No 8/2015 tentang perubahan UU No. 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada); serta UU No, 9/2015 yang merupakan perubahan UU No 2/2015 tentang Pemerintahan Daerah. Sisanya, UU yang disahkan hanyalah hasil persetujuan DPR, seperti UU No. 10/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No. 1 tahun 2015 tentang KPK. Perpu itu dikeluarkan Presiden Jokowi terkait pengangkatan pelaksana tugas pimpinan KPK untuk menggantikan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, karena keduanya di non aktifkan terjerat kasus kriminalisasi KPK oleh Polri.

Buruknya kinerja DPR ini dinilai karena adanya faktor konflik internal antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat di awal masa tugas DPR.

Pada Sidang I, kegiatan DPR praktis hanya diisi dengan kegaduhan memperebutkan kursi pimpinan Dewan dan alat kelengkapan DPR saja.

Pada Sidang II, DPR masih disibukan dengan penyelesaikan konflik kedua kubu koalisi.

Pada Sidang III, baru DPR mulai menjalankan fungsinya setelah hubungan KMP dan KIH mulai mencair, namun masih terhambat karena adanya konflik internal di partai2 Golkar dan PPP, yang terpecah menjadi dua kubu tersebut.

Buruknya kinerja fungsi legislasi ini, diikuti oleh fungsi pengawasan dan fungsi anggaran, yang menurut Formappi bernilai dibawah 6 alias merah.

Dalam fungsi Pengawasan, DPR tidak mampu memberikan solusi soal rendahnya penyerapan anggaran pemerintah, dan tidak bisa menjelaskan kepada publik, kenapa DPR itu gemar membuat Panja (Panitia Kerja), ketika timbul persoalan, tapi ujung dari Panja itu sendiri tidak pernah jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun