Gambar : Kompas.com
Konflik Tolikara ini sulit dibantah untuk dimaknai sebagai “Konflik Agama”. Cicero yang hidup tahun 49 SM berfatwa: “Nervos Belli Pecuniam” yang artinya “Urat Nadi Perang Adalah Uang”. Kerapkali agama dijadikan alat untuk politik dan ekonomi, karenanya kita harus menyikapi insiden Tolikara ini dengan dingin dan bijak. Mungkin saja sedang ada upaya Destabilisasi Polkam yang dilakukan oleh pihak2 yang tidak ingin pemerintahan sekarang langgeng, dan sangat mungkin serangan massa terhadap ibadah lebaran tersebut ditunggangi oleh pihak2 yang ingin melestarikan budaya korupsi yang saat ini kerannya mulai ditutup oleh pemerintahan Jokowi.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan bahwa situasi di Tolikara, Papua pada saat ini sudah mulai kondusif. Pernyataan ini tentunya sangat sejuk dan melegakan semua pihak karena dengan cepat tanggapnya fihak berwenang bisa mencegah meluasnya kerusuhan yang dipicu oleh beredarnya hasutan di medsos dari pihak2 yang tak bertanggung jawab yang tidak menghendaki perdamaian terjadi di negeri ini. Bahkan tak kurang seorang anggota DPR dari Fraksi Golkar ikut menghasut via akun twitternya. Selanjutnya Kapolri menyatakan kemungkinan adanya aktor intelektual yang menjadi biang kerok insiden tersebut.
Pihak agama lain sudah meminta maaf secara terbuka dan menyatakan tidak ada niat untuk melakukan pembakaran. Hal ini layak diapresiasi oleh semua umat Islam dan tidak harus membuat pernyataan selain menerima dengan lapang dada. Meskipun pihak berwenang sudah mulai terjun menangani konflik paska terjadinya kerusuhan ini, namun perlu dibuat analisa yang mendalam mencari akar masalah dan sekaligus solusi “win win”, agar peritiwa serupa tidak terulang dimasa mendatang.
Beberapa kejanggalan yang diduga sebagai pemicu terjadinya kerusuhan adalah sbb :
- Tanggal 17 Juli 2015, adalah Jadwal Hari Idul Fitri 1436 H yang merupakan Hari Libur Nasional, yang sudah termuat di Kalender Nasional, sehingga sungguh aneh ada kegiatan agama lain di hari yang sama dan mendapat izin dari Pemda setempat. Sekiranya tidak ada ijin dari Pemda setempat, maka kegiatan tersebut adalah liar dan melanggar hukum.
- Pihak agama lain, melarang dilakukannya Sholat Idul Fitri bagi warga Tolikara, melalui sebuah surat Edaran.