Mohon tunggu...
Axtea 99
Axtea 99 Mohon Tunggu... lainnya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kakek tiga cucu : 2K + 1Q

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Insiden Tolikara Tidak Boleh Terulang Lagi

21 Juli 2015   02:19 Diperbarui: 21 Juli 2015   02:25 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Gambar : Kompas.com

 

Konflik Tolikara ini sulit dibantah untuk dimaknai sebagai “Konflik Agama”. Cicero yang hidup tahun 49 SM berfatwa: “Nervos Belli Pecuniam” yang artinya “Urat Nadi Perang Adalah Uang”. Kerapkali agama dijadikan alat untuk politik dan ekonomi, karenanya kita harus menyikapi insiden Tolikara ini dengan dingin dan bijak. Mungkin saja sedang ada upaya Destabilisasi Polkam yang dilakukan oleh pihak2 yang tidak ingin pemerintahan sekarang langgeng, dan sangat mungkin serangan massa terhadap ibadah lebaran tersebut ditunggangi oleh pihak2 yang ingin melestarikan budaya korupsi yang saat ini kerannya mulai ditutup oleh pemerintahan Jokowi.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan bahwa situasi di Tolikara, Papua pada saat ini sudah mulai kondusif. Pernyataan ini tentunya sangat sejuk dan melegakan semua pihak karena dengan cepat tanggapnya fihak berwenang bisa mencegah meluasnya kerusuhan yang dipicu oleh beredarnya hasutan di medsos dari pihak2 yang tak bertanggung jawab yang tidak menghendaki perdamaian terjadi di negeri ini. Bahkan tak kurang seorang anggota DPR dari Fraksi Golkar ikut menghasut via akun twitternya. Selanjutnya Kapolri menyatakan kemungkinan adanya aktor intelektual yang menjadi biang kerok insiden tersebut.

Pihak agama lain sudah meminta maaf secara terbuka dan menyatakan tidak ada niat untuk melakukan pembakaran. Hal ini layak diapresiasi oleh semua umat Islam dan tidak harus membuat pernyataan selain menerima dengan lapang dada. Meskipun pihak berwenang sudah mulai terjun menangani konflik paska terjadinya kerusuhan ini, namun perlu dibuat analisa yang mendalam mencari akar masalah dan sekaligus solusi “win win”, agar peritiwa serupa tidak terulang dimasa mendatang.

 

Beberapa kejanggalan yang diduga sebagai pemicu terjadinya kerusuhan adalah sbb :

 

  1. Tanggal 17 Juli 2015, adalah Jadwal Hari Idul Fitri 1436 H yang merupakan Hari Libur Nasional, yang sudah termuat di Kalender Nasional, sehingga sungguh aneh ada kegiatan agama lain di hari yang sama dan mendapat izin dari Pemda setempat. Sekiranya tidak ada ijin dari Pemda setempat, maka kegiatan tersebut adalah liar dan melanggar hukum.

 

  1. Pihak agama lain, melarang dilakukannya Sholat Idul Fitri bagi warga Tolikara, melalui sebuah surat Edaran.

 

 

  1. Kegiatan agama lain dilakukan bersebelahan tempatnya dengan lapangan tempat umat Islam melakukan Sholat Idul Fitri.

 

  1. Pemda setempat, gagal mengantisipasi potensi terjadinya konflik horizontal sebagai dampak dari ketiga hal diatas.

 

 

Dari keempat kemungkinan sebagai pemicu terjadinya Insiden Tolikara ini, terindikasi pemicu utama adalah tidak adanya toleransi beragama disana, dan pejabat setempat melakukan pembiaran sehingga semakin meluas dan membesar. Untuk itu para pemuka semua pemuka agama hendaknya dengan tegas membina umatnya masing2 untuk melakukan toleransi beragama secara damai dengan agama2 lainnya sesuai dengan budaya dan undang2 yang berlaku di negri ini. Kemudian pihak Pemda setempat juga harus senantiasa proaktif memantau setiap kejadian yang bisa memicu terjadinya konflik horizontal dan secara langsung menangani dengan baik dan obyektif tanpa berpihak kepada pihak yang bersengketa.

 

Sumber :

Kompas

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun