Mohon tunggu...
Axtea 99
Axtea 99 Mohon Tunggu... lainnya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kakek tiga cucu : 2K + 1Q

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Reshuffle dan Tata Ulang Koalisi

19 Mei 2015   02:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:51 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar : Okezone.com

Publik dalam beberapa hari ini diterpa isu terhangat tentang reshuffle Kabinet Kerja yang perlu dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam periode 6 bulan pemerintahannya. Sejatinya pemilihan anggota Kabinet menurut konstitusi yang berlaku adalah hak prerogatif Presiden, sehingga masalah reshuffle pun termasuk dalam wilayah prerogatif presiden tersebut. Meskipun reshuffle adalah sesuatu yang lumrah terjadi tetapi menjadi aneh karena diwacanakan oleh mereka yang tidak berwenang seperti amanat konstitusi kita.

Isu  reshuffle yang sedang bergulir ini dihembuskan bukan oleh sang pemilih hah prerogatif yaitu Presiden Jokowi, tetapi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, para pimpinan partai pendukung bahkan sampai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Dengan demikian, dapat diidentifikasikan bahwa hak prerogatif presiden telah dibegal dan dimaknai sebagai milik banyak pihak termasuk dalam hal penentuan nasib kabinet.

Anang Sujoko, seorang pengamat komunikasi politik Universitas Brawijaya, berpendapat bahwa reshuffle ini bukan keputusan Presiden Jokowi, tetapi lebih melekat kepada aroma kompromistis dengan partai pendukung dan beberapa elemen lain, yang tidak jauh berbeda dengan situasi ketika penyusan cabinet yaitu lama dan kompromistis, dan bisa dimaknai juga sebagai pembagian kue kekuasaan. Jadinya baik penyusunan cabinet maupun reshuffle terkesan tidak profesiional.

Pengamat komunikasi politik lain, yaitu Emrus Sihombing mempersoalkan pro kontra profesionalitas seorang menteri yang duduk di Kabinet, sekalipun bukan berasal dari Partai Politik, tetapi prosesnya tidak professional namun hanya sekedar balas jasa, kedekatan atau kepentingan tertentu, sehingga menteri yang bersangkutan tidak layak dikategorikan professional, tetapi hanya sebagai balas budi utang politik kepada pihak pengusung.

Karena masa enam bulan adalah terlalu singkat untuk mengukur kinerja seorang menteri, tentu saja Presiden Jokowi tidak boleh terpengaruh oleh semua isu reshuffle  dari manapun datangnya dan juga pendapat para pengamat yang mungkin punya target tertentu dan tetap fokus dan bekerja untuk melaksanakan semua program yang telah dicanangkan dengan baik.

Maju Terus Presiden Jokowi.  Rakyat siap mendukungmu.

Sumber :

Tempo

Okezone

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun