(Photo:Shutterstock.com)
Pemerintahan Jokowi secara resmi telah menaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 per tanggal 18 Nopember 2014. Sebagaimana biasa, kenaikan ini menimbulkan kontroversi antara yang setuju dan menentangnya dengan berbagai argumentasi masing2 untuk mendukung pendapatnya.
Ada beberapa mitos yang kerap kali dikaitkan dengan kenaikan BBM antara lain :
1.BBM Harus Murah
Mitos pertama ini yang paling mengemuka karena masyarakat masih beranggapan bahwa Negara Indonesia adalah Negara kaya minyak dan gas. Anggapan ini bukan hanya milik masyarakat kecil yang umumnya tidak paham, tetapi juga dimiliki oleh lapisan elit kita yang digunakan semata untuk tujuan politik menekan lawan nya dengan mengasumsikan bahwa BBM murah adalah hak.Anggapan seperti ini jelas2 keliru, karena kita faktanya sekarang ini bukan Negara yang masih kaya dengan minyak dan gas.
Cadangan minyak kita yang sudah terbukti (Proved reserves) hanya 3.7 milyar barel atau 0.25% dari Cadangan dunia. Jika tidak ada cadangan baru, maka cadangan minyak tersebut akan terkuras habis dalam tempo 11 tahun kedepan.
Cadangan minyak terbesar didunia adalah Venezuela dengan 297.3 miliar barel atau 17.8% dari cadangan dunia, disusul oleh Arab Saudi 265.9 miliar barel atau 15.9%.
Volume cadangan minyak terbukti kita bahkan kalah dari Vietnam (4.4 milyar barel) dan Malaysia (3.7 milyar barel).
Sejak 2004, kita sudah tidak lagi menjadi eksportir minyak, sebaliknya malah menjadi importir.Volume impor BBM kita sekarang sudah mencapai 1.6 juta bph, dan kalau sudah menjadi net importer, maka berapa pun ongkos produksinya sudah menjadi tidak relevan lagi untuk dibicarakan.
Jadi namanya barang impor, mau berapapun biaya produksinya disini, harganya ya cuma mengikuti harga pasar dunia. Dan faktanya sekarang kita menjadi negara importir BBM terbesar didunia. Setiap hari kita belanja BBM senilai Rp. 1.7 trilyun per hari sehingga bila setiap kali rupiah melemah terhadap dolar AS, pengaruhnya jadi sangat serius, dan bahkan kalau terus melemah,kitapun harus membayar pangan yang diimpor semakin mahal.
Dan hal ini sepertinya tidak dipahami oleh para pendukung subsidi yang mendukung impor BBM yang sangat membahayakan dalam jangka panjang.
2.Membuat Rakyat semakin miskin.
Mitos kedua bahwa kenaikan BBM akan membuat rakyat miskin semakin miskin ini dijadikan dasar buat mahasiswa untuk melakukan aksi demonstrasi.Tentu saja aksi demo seperti ini aneh, karena mahasiswa yang seharusnya berpikir cerdas, malahan sesat pikir dan gagal paham siapa sesungguhnya yang mereka bela.Faktanya subsidi BBM selama ini hanya dinikmati oleh masyarakat mampu, yakni para pemilik kendaraan bermotor, dan bila demo dengan memblokade jalan sambil membakar ban malahan akan membuat masyarakat semakin susah, karena mereka terjebak oleh kemacetan akibat aksi demo tersebut.
Aksi kenaikan BBM yang akan menimbulkan efek domino terhadap kenaikan barang2 lainnya juga tidak relevan, karena kenaikan ini dalam jangka panjang akan tetap terjadi meskipun BBM tidak dinaikan, karena semakin mahalnya baik harga BBM impor maupun bahan pangan impor. Refer ke mitos no satu diatas.
3.Oportunity Cost
Mitos ketiga ini adalah anggapan bahwa persoalan subsidi BBM adalah persoalan APBN semata, dimana kita ribut membahas kenaikan BBM ketika harga minyak mentah dunia meningkat, karena akan membuat APBN jebol. Sebaliknya ketika harga minyak dunia menurun, kita tenang2 saja bahkan minta diturunkan juga harganya.
Persoalan subsidi BBM lebih serius dari sekedar persoalan APBN. Kita tidak pernah hitung berapa opportunity cost yang hilang seandainya dana subsidi BBM dialokasikan untuk kegiatan yang produktif, misalnya biaya untuk membangun monorel dari Bekasi dan Cibubur ke Jakarta hanya membutuhkan dana Rp. 8.45 trilyun. Bila monorel ini direalisasikan akan banyak manfaat yang diperoleh sehingga biaya dampak kemacetan sebesar Rp. 186 milyar per hari bisa dihilangkan. Inilah opportunity cost yang menguap begitu saja akibat subsisi BBM tidak dialihkan ke kegiatan yang produktif.
Dengan adanya mitos2 tersebut ternyata tidak menyurutkan langkah Presiden Jokowi yang secara berani dengan tenang untuk mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM pada tanggal 18 Nopember 2014, meskipun pemerintahannya belum genap sebulan.
Ini adalah keputusan sulit dan memaksa kita untuk keluar dari zona nyaman dengan terlalu lama kecanduan BBM bersubsidi, dengan perilaku boros energi yang dilakukan oleh mereka yang mengaku miskin karena karena subsidi dialihkan.
Untuk itu marilah kita mendukung ajakan Kepala Negara untuk melakukan perubahan dengan mengoreksi kekeliruan2 dimasa lalu yang membuat subisidi salah sasaran, dengan berani keluar dari zona nyaman dan melakukan revolusi mental.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H