Mohon tunggu...
Axtea 99
Axtea 99 Mohon Tunggu... lainnya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kakek tiga cucu : 2K + 1Q

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesia Tergelincir Spiral Kebodohan

11 Februari 2015   09:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:27 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1423517818315826386

Kisruh perseteruan dua lembaga hukum Negara yaitu antara KPK dan Polri, yang bisa disebut konflik Cicak vs Buaya jilid dua, yang sudah bergulir selama satu bulan ini, diperkirakan akan segera berakhir ketika Presiden Jokowi kembali dari lawatan kenegaraan ke beberapa Negara Asean, tanggal 9 Februari 2014.

Menurut sejarawan senior LIPI, Taufik Abdulah, konflik Cicak vs Buaya merupakan spiral kebodohan yang bermula ketika Cakapolri tunggal Komjen Budi Gunawan (BG), yang sudah jelas diberi “tanda merah” oleh KPK, diusulkan oleh Kompolnas (atas tekanan Mega/Paloh), kemudian diusulkan oleh Presiden Jokowi ke DPR RI untuk dilakukan Fit and Proper Test, diloloskan oleh DPR RI dan meminta untuk segera dilantik, dan untuk sementara di-pending Presiden dengan menunda Pelantikan Kapolri hingga kasus hukum BG tuntas.

Publik dengan kasat mata telah melihat, bahwa tindakan dan ucapan bodoh ini, dibalas dengan tindakan dan ucapan bodoh lainnya di setiap proses BG Cakapolri dan semakin heboh dengan bumbu-publik komporisasi dari para politisi yang tidak kalah bodohnya sehingga membuat semua pihak mudah tergelincir dalam suatu spiral kebodohan yang sangat masif.

Dampak dari spiral kebodohan ini, telah terjadi silang sengkarut opini dan mengaburkan substansi masalah yang sebenarnya sedang dihadapi dan merupakan ekses dari adanya krisis saling tidak percaya yang pada akhirnya menunjukkan krisis manajemen yakni ketidakmampuan mengatasi konflik, justru menambah jumlah konflik dan berujung membawa Indonesia ke dalam situasi saling menyalahkan dan membela diri.

Sebaiknya semua pihak merenungi kembali makna Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang mencerminkan kearifan yang tidak tampak ketika masing-masing pihak bersikeras menuntut keadilan sesuai dengan tafsir mereka masing.

Untuk itu peran Presiden Jokowi sebagai pimpinan eksekutif tertinggi sangat diharapkan ketegasannya dengan segera mengambil keputusan yang lebih memihak kepada rakyat apapun resiko yang harus dihadapinya dengan berpijak kepada konstitusi yang berlaku.

Sumber :

Republika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun