Mohon tunggu...
Andri Tarigan
Andri Tarigan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Twitter @andritarigan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bermimpi Menjadi Superpower

26 Agustus 2011   06:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:27 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Salahkah jika kita bermimpi Indonesia menjadi negara superpower, katakanlah sekelas AS dan Cina yang menjadi raksasa bisnis internasional? Tentu tidak. Pendiri negara inipun memulai pergulatannya dengan mimpi, mimpi besar yang sesuai potensi mereka dan berangkat dari kebutuhan orang-orang di sekitarnya bahwa mereka butuh negara untuk melepaskan diri secara total dari praktek penjajahan. Berangkat dari keanekaragaman yang ada, mereka membentuk negara yang demokratis. Berangkat dari rasa kemanusiaan dan kebenaran yang disepakati bersama, mereka membentuk negara yang bercita-citakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



Jadilah Indonesia, negara kesatuan bernyawa pancasila. Pancasila yang kedepannya menjadi dasar dari segala ketentuan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, segala yang layak disebut sebagai nasionalisme harus berangkat dari 5 sila yang tercantum di dalamnya. Dengan adanya pembakuan mimpi-mimpi para founding fathers ke dalam wadah ideologis bernama pancasila, maka lengkaplah fondasi kita untuk membangun bangsa yang lebih bermartabat.



Pancasila dan Kearifan Lokal

Puji Tuhan akan potensi kita. Indonesia memiliki alam yang indah dan kaya. SDM yang tersedia cukup tinggi secara kuantitas. Masyarakat kita memiliki budaya leluhur yang beragam, dan yang terpenting, adanya pancasila sebagai dasar.



Yang terutama dalam mengembangkan potensi tersebut agar berfungsi seoptimal mungkin adalah pemimpin yang cakap, tepatnya, pemimpin yang betul-betul berpancasila. Pancasila adalah kompas nilai yang apabila diabaikan akan membuat negara ini terombang-ambing.



Saat ini dunia sedang dilanda demam kapitalisme, buah dari pemikiran barat yang pada dasarnya tidak sesuai dengan cara berpikir timur Indonesia sehingga dalam prakteknya, kita duduk sebagai “korban” atau “objek”. Kapitalisme menempatkan kita dalam label“negara berkembang” atau “negara dunia ketiga” yang menunjukkan bahwa martabat kita masih rendah. Label ini semakin baku dengan masuknya Indonesia di G20 mewakili negara berkembang.



Dalam realita miris seperti inilah dibutuhkan ketegasan pemimpin. Dibutuhkan sosok yang berani dan mampu mengembalikan martabat Indonesia, dengan memfokuskan diri pada nilai luhur kita yaitu pancasila, bukan pada dominasi asing.



Selanjutnya, selaku negara kesatuan, dibutuhkan pengelolaan daerah secara merata, tanpa melupakan nilai-nilai budaya yang beragam di setiap daerah. Dalam hal ini kearifan lokallah yang berperan. Setiap daerah memiliki caranya masing-masing untuk menjadi bernilai sesuai dengan nilai kepemimpinan yang diwariskan para leluhur. Kearifan lokal mampu membantu masyarakat lepas dari paradigma-paradigma melemahkan, yang tercipta dari interaksi dengan bangsa barat sejak masa kolonialisme. SDM Indonesia selama ini terlihat tidak berkualitas karena kita melihatnya dengan paradigma barat, dimana penghargaan terhadap individu sangat terfokus pada hal-hal yang rasional dan materialistik. Oleh karena itu, kearifan lokal dapat membantu masyarakat untuk kembali membangun kepercayaan dirinya sebagai orang timur, sebagai orang yang bernilai karena budaya leluhur dan dekat dengan alam.



Lalu bagaimana dengan kesejahteraan? Mengingat bahwa di negeri ini banyak petani, nelayan, pekerja full time, bukankah sudah selayaknya penduduk di negeri ini sejahtera? Suatu kerancuan mengingat kesejahteraan di negara kita seperti barang langka yang hanya bisa dirasakan para pemodal, dan diangan-angankan para pekerja. Hal ini terjadi karena budaya kapitalisme yang merupakan akar realita kesejahteraan ini, bukanlah budaya yang sesuai dengan karakter masyarakat kita, sehingga kita yang bermodalkan budaya luhur tidak mendapat tempat sebagai pemenang kompetisi modal. Alhasil, pemodal asinglah yang menikmati hasil kompetisi modal di negeri kita.



Menjadi Superpower

Untuk menjadi kompetitor yang baik di dunia internasional, terlebih dahulu Indonesia harus mampu membangun kekuatan internal yang baik dan mapan sehingga tidak mudah digoyahkan kebijakan negara lain. Fokus terhadap nilai-nilai pancasila dan kearifan lokal merupakan pilihan yang efektif bagi Indonesia, mengingat hal tersebut merupakan dasar dari kehidupan masyarakat Indonesia. Bali sudah melampaui “induknya” dengan menjadi daerah wisata kultur dan alam bertaraf internasional. Hal ini berawal dari kesadaran akan potensinya sebagai wilayah berbudaya timur yang nilai-nilainya sama sekali tidak kalah dengan nilai-nilai materialistik.



Indonesia memiliki banyak hal yang tidak bisa ditemukan di belahan bumi barat. Dengan penggalian nilai yang optimal, budaya leluhur bisa menempatkan Indonesia ke dalam jajaran negara-negara maju, mengingat budaya kita sangat kaya, unik, dan beragam. Cina merupakan contoh negara yang mampu “mengawinkan” kapitalisme dan budaya leluhur di dalam dialektika masyarakatnya sehingga bisa eksis sebagai negara timur yang berkuasa dalam perekonomian global, tetapi tetap memegang teguh budaya leluhur. Menjadikan Indonesia sebagai negara superpower bukanlah angan-angan belaka yang hanya menghias di tataran ide. Dengan pemimpin yang berpancasila, yang mengerti potensi bangsa, label rendah jelas bisa terhapus dari negara kita.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun