Hingga pada September 2020. Airlangga selaku Menteri dari Partai Golkar, terlihat berusaha menjembatani pengusaha dengan buruh agar Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ter-realisasi. Terlihat bagaimana usahanya dalam menarik suara para buruh melalui KSPI yang sempat keluar dari perumusan RUU Cipta Lapangan Kerja bersama DPR, kembali bergabung merumuskan RUU Cipta Lapangan Kerja yang tak lepas dari peran Airlangga.
 Melalui temuan Fraksi Rakyat Indonesia pada 9 September 2020 melalui Instagram mereka bahwa Progres DIM (Daftar Isian Masalah) RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sudah hampir selesai. Melalui data ini terlihat bahwa Fraksi Partai Golkar terlihat sudah menyelesaikan pembahasan sebanyak 174 pasal, dibandingkan dengan fraksi dari partai-partai lain yang masih belum menyelesaikan pasal pembahasan DIM di DPR. Â
 Selain banyaknya penolakan dari berbagai komponen masyarakat, tetunya beberapa Organisasi Masyarakat (ormas) ada yang menyatakan penolakannya terhadap pembahasan Draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.  Penolakan oleh beberapa organisasi masyarakat tersebut dianggap memiliki kedekatan dengan beberapa aktor politik tertentu.Â
Melalui tulisan "Giving Up on the Supreme Court" Lauren Strauss mencoba menjelaskan bahwa ketidakpuasan politik (political grievance) dapat timbul apabila persoalan dipersepsikan muncul akibat sistem politik yang ada. [11] Hal ini tentunya diikuti karena setiap kebijakan politik tidak selalu bisa melibatkan segala lembaga politik yang ada di masyarakat.
 Selain ketidakpuasan politik, Strauss juga menyebutkan adanya political betrayal yang mengindikasikan sebuah perasaan keterpisahan dengan pemerintah yang diakibatkan oleh persepsi bahwa pemerintah tidak memedulikan keinginan orang atau kelompok tersebut.Â
Dari hal tersebut tak heran terkadang ada lembaga yang menolak terkait pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja karena dianggap eksistensinya tidak diperhitungkan. Namun, segala teori ini tentunya belum bisa dibuktikan dan hanya berupa spekulasi. Segala kebenaran hanya diketahui oleh lembaga-lembaga tersebut.
Kehadiran Influencer dan buzzer dalam RUU Cipta Lapangan Kerja
Pembentukan RUU Cipta Kerja tentunya memerlukan upaya agar bisa diterima oleh publik. Untuk itu, pembahasan RUU Cipta Kerja harus dilakukan secara mendalam dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan[12].Â
Oleh karena itu, pembahasan di DPR ini harus melibatkan masyarakat melalui dukungan publik (people endorsement) selain dukungan politik (political endorsement) sebelum akhirnya ada persetujuan hukum (legal approval) berupa persetujuan bersama antara DPR dengan Presiden sebagaimana diamanatkan Konstitusi. Hal ini penting untuk memastikan ada dukungan seluruh unsur rakyat Indonesia, yaitu birokrasi, akademisi, dunia usaha dan dunia industri, masyarakat/pekerja, dan media massa dalam proses pembentukan rancangan undang-undang.Â
Pada bulan Agustus lalu publik digemparkan dengan beberapa temuan para influencer, public figure, dan artis yang mempromosikan RUU Cipta Lapangan Kerja melalui tagar #IndonesiaButuhKerja yang merupakan salah satu bentuk dukungan untuk melanggengkan RUU Cipta Kerja.Â
Beberapa public figure seperti Gofar Hilman dan manajer Adit Insomnia melakukan klarifikasi ke publik atas tindakan mereka tersebut. Seperti yang diterangkan oleh manajer Adit Insomnia bahwa mereka diberikan bayaran untuk posting jadi semacam buzzer.[13]