Oleh: Axel Jhon Calfari (Kader HMI KISIP Universitas Brawijaya)
Pendahuluan
Presiden Jokowi pada dalam pidato pertama pasca pelantikan Presiden RI 2019-2024 menggagas untuk menggodog dua UU besar yaitu Cipta Lapangan Kerja dan Pemberdayaan UMKM bersama DPR, yang sekarang kita kenal sebagai RUU Omnibus Law Cipta Kerja.Â
Sejauh pembahasan RUU Cipta Kerja dari awal hingga sekarang di masa pandemi masih belum menemui titik terang, dikarenakan RUU tersebut dinilai oleh berbagai kelompok dan organisasi masyarakat sipil sebagai UU yang mematikan demokrasi politik, ekonomi, dan tatanan hukum.Â
Bahkan lebih luas dari itu pembahasan ini sering dikaitkan untuk kepentingan oligarki dan akan menyesengsarakan rakyat yang jauh dari wacananya.Â
Namun, Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sepakat membawa Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) ke dalam Sidang Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.Â
Keputusan tersebut disepakati dalam rapat kerja antara Baleg, DPD, dan pemerintah pada Sabtu malam, seperti dikutip Minggu (04/10/2020). Adapun tujuh fraksi sepakat membawa RUU ini ke sidang paripurna, sementara dua lainnya menolak. Dua fraksi yang menolak RUU ini dibawa ke sidang paripurna adalah Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Apabila kita melihat urgensi dari RUU Cipta Kerja sendiri, pemerintah menilai bahwasannya diperlukan regulasi ini untuk menyejahterakan rakyat dikarenakan rendahnya tingkat investasi Indonesia yang masih kalah dengan Vietnam[1] dan juga permasalahan hiper-regulasi yang dimana aturan-aturan di Indonesia yang banyak dan tumpang tindih akan memengaruhi ketertarikan investor. Melalui RUU Cipta Kerja yang bersifat Omnibus Law nantinya diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut.
Dengan demikian, dalam konteks Omnibus Law RUU Cipta Kerja, maka dapat diartikan sebagai bentuk "satu undang-undang yang mengatur banyak hal", yang mana ada 79 UU dengan 1.244 pasal yang akan dirampingkan ke dalam 15 bab dan 174 pasal dan menyasar 11 klaster di undang-undang yang baru. Hingga pada bulan September berdasarkan temuan Fraksi Rakyat Indonesia, sudah 90% pasal RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah dibahas Baleg DPR-RI dan masih dikebut pada masa pandemi ini.[2]Â
Pembahasan
Berdasarkan aksi demonstrasi pada tanggal 16 Juli 2020 berbagai kelompok buruh, mahasiswa, serikat tani dan kelompok lain turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi penolakan RUU Cipta Kerja atau omnibus law. Aksi demonstrasi dilakukan tidak hanya di depan gedung DPR RI, tetapi juga seluruh wilayah Indonesia.Â