Berikut saya ingin menceritakan pengalaman saya menggunakan Kapal PELNI KM TIDAR.
Biasanya perjalanan kami dari Fakfak Papua ke surabaya atau sebaliknya menggunakan pesawat, tapi entahlah apa karena faktor selisih harga yang demikian banyak, faktor cuaca takut turbulensi dan ada keinginan Nostalgia di Kapal karena sudah lama tidak menggunakan kapal, maka saya bertekad bulat untuk pulang ke Fakfak Papua Barat menggunakan Kapal.
Pada tanggal 29 Mei 2024 saya pergi ke kantor Pusat Pelni di Surabaya untuk membeli tiket KM Ngapulu untuk  jadwal tanggal 11 Juni, setelah sampai ternyata niat untuk membeli satu buah kamar kelas 1 urung dilakukan karena dari kamar kelas 1 untuk 2 bed telah habis dan kamar kelas 1 untuk 4 bed ada sisa 4 kamar lagi tapi masing2 sudah terisi 1 orang sehingga saya tidak bisa borong 1 kamar untuk saya dan anak perempuan saya.
Singkat cerita akhirnya saya membeli 1 buah kamar kelas 1 unt 2 bed di KM TIDAR tapi naik dari Makasar menuju Fakfak, untuk tanggal 9 Juni 2024. Hari itu juga saya membeli tiket pesawat citilink Surabaya Makasar untuk tanggal 9 Juni 2024. Oh ya, pembelian tiket Kelas 1 saat ini agak unik dan berbeda dari biasanya, kalau dulu tiket kelas 1 bisa langsung di beli di Pelni namun setelah itu Pelni tidak lagi menyediakan tiket kelas yang ada hanya ekonomi; tiket Kelas saat ini melalui pembelian Add On dan hanya bisa di Kantor Pelni setempat dan sebelumnya sudah membeli tiket Ekonomi melalui pembelian Online di situs Pelni.co.id.
Akhirnya tanggal 9 Juni Pukul 13.00 setempat tibalah kami berdua di Makasar. Sesampainya di sana kami baru tahu bahwa pagi hari itu KM Umsini baru saja terbakar di pelabuhan Makasar  dalam hati saya hanya berharap semoga kejadian ini tidak mengganggu jadwal kapal KM Tidar. Sambil menunggu waktu berangkat kami putar-putar Makasar dan wisata kuliner di Makasar ditemani Om dari Isteri saya.
Pukul 19.15 kami tiba di Pelabuhan Makasar dan langsung disambut oleh buruh Portir pelabuhan dan terlihat kerumunan penumpang yang membludak di Pelabuhan Makasar. Karena hari itu selain dengan kejadian kebakaran KM Umsini, ada juga kapal Tilong Kabila ada KM Tidar dan ada kapal Dharma kencana, selain itu ini mendekati liburan lebaran Haji dan liburan anak sekolah. Lengkap sudah.Dalam hati kecil saya sudah mulai menyalahkan diri sendiri, kenapa susah2 begini, tapi apa sudah terjadi tidak bisa mundur lagi.
Buruh bagasi setelah deal bawa barang2 kami untuk timbang dan kami sudah tidak bertemu lagi, saya sempat foto buruh bagasi kami bernama Herman Nomor punggung 091, saya minta nomor hp nya untuk hubungi sewaktu waktu..semoga barang2 saya tidak hilang atau nyasar.
Saya dan Puteri saya mulai perjuangan berikut dan ini yg terberat, lapor tiket untuk tukar bukti pembelian ke tiket asli. Dari 5 loket hanya dibuka 3 loket saja dan yang antri ribuan orang dalam barisan yang kacau balau dan berdiri rapat muka belakang samping kiri kanan, saya memindahkan posisi ransel ke depan badan dan menyuruh puteri saya berdiri di depan saya sembari menjaganya kalau ada penumpang yang terlalu dekat dengannya. Sudah panas dan penumpang sudah mulai kelelahan dan mulai berteriak memaki petugas yang berjaga disana, ada hanya 1 petugas TNI yang memegang megapone dan berteriak2 mengatur penumpang.bayangkan jarak antri 8 meter baru bisa kami sampai hampir 1 jam. Saya sempat mengumpat dan diskusi kecil dengan penumpang lainnya, kami heran dengan PT.Pelni. Kok sudah jaman  semaju ini pelayanan kok masih spt tahun 1980an....beda jauh dengan PT KAI, yang begitu menyenangkan dalam pelayanannya. Terdengar suara Horn Kapal 2x penumpang semakin panik takut ketinggalan kapal. Sutuasi seperti mau rusuh krn ada yg bilang kalau ketinggalan mau pecahin kaca loket dan lain sebagainya.Akhirnya dengan badan penuh dengan Peluh kami sampai di loket dan bisa mendapatkan tiket Kapal. Untuk keluar dari Barisan juga sama sulitnya saat masuk dalam antrian barisan tadi.  Sayangnya kondisi antrian saat itu tidak sempat saya dokumentasikan karena terjepit dan tidak bisa bergerak untuk memegang hp.
Keluar barisan Kami langsung bergegas menuju pintu masuk dermaga dan menunjukan tiket add on nya lalu tangan kami di stempel dan bersama Pak Herman buruh kami diantar ke kamar kami. Di bagian Informasi dek 6 kami mendapatkan kunci kamar dengan uang jaminan Rp 50 ribu.
Sesampai di Kamar kelas 1 nomor 6040 posisi nomor 2 dari haluan, kami tinggal disana. Saat masuk kamar kami disambut puluhan ekor kecoak besar kecil yang menempel ditembok dan lantai. Saya sudah maklum dengan situasi ini karena dulu2 juga biasanya ada kecoak tapi ini sptnya lebih banyak dari biasanya.Â
Kondisi kamar memang keliatan sudah tua tapi masih berfungsi baik AC , air Kamar mandi masih bisa air panas walaupun airnya terkadang keluarnya warna kuning
flush toilet tidak berfungsi dan tidak ada tempat gantungan baju dan meja kecil di samping tempat tidur sudah tidak ada, televisi tidak ada, lampu diatas ranjang semua tidak nyala,  termos air panas tidak ada seperti biasanya, saat saya menulis cerita singkat ini kami masih dalam perjalanan menuju Namlea dari Bau bau, tepatnya di laut Banda ditengah gelombang yang membuat agak pusing bagi yang tidak terbiasa. Oh ya 1 lagi yang buat saya agak terhibur karena khusus kamar kelas hari pertama diantar makanan ke kamar oleh petugas piket ...tapi hari ini dan seterusnya tidak lagi entah mengapa. Setelah saya mencoba mengantri di dek Ekonomi lantai 4 pada keesokan harinya saya menanyakan pada salah satu perwira kapal dan ditanya apa sudah bayar ? Maksudnya sudah bayar untuk pengantaran ke kamar Kelas. Saya katakan saya tidak bayar biaya pengantaran karena biasanya kamar kelas sudah termasuk makanan walupun kami biasanya pergi ke Restoran yang disediakan di dek 6. Saya dapat info dari kerabat saya yang barusan menumpang kapal Ngapulu ternyata untuk pengantaran makanan ke Kelas dikenakan biaya Rp 150.000/orang untuk 5 hari perjalanan dari Fakfak ke Surabaya. Kalau tidak bayar berarti jatah makanan harus antri sendiri  di dek 4 bersama-sama penumpang Ekonomi, ini berarti Kelas 1 belum terasa betul layanan kelasnya masih 1/2 ekonomi walaupun mulai nampak ada upaya pembenahan. Semoga kedepan lebih baik dan bisa seperti yang dulu saya rasakan. Mungkin perlu peremajaan kapal-kapal PELNI yang Notabene sudah tua juga seperti KM Tidar ini sekitar Thun 1987 (37 Tahun).
 Kami bertahan dengan bekal makanan yang kami bawa karena saya ada bawa pemanas listrik makanan. Saat seperti ini baru kadang2 kita belajar tentang kehidupan, bahwa hidup itu tidak selamanya harus mulus dan serba ada dan kita harus bisa menyesuaikan dengan situasi sesulit apapun, disini saya bisa belajar buat nasi sendiri dari stok beras yang kami bawa. Mengukus makanan yang kami bawa spt rendang, ayam suwir dan kornet buatan ibu saya dari Surabaya.
Dari sekelumit cerita diatas saya hanya bisa berharap pada Pemerintah Pusat yang selalu sibuk dengan hal hal besar dan korupsi yang merajalela dan mungkin mengabaikan kesejahteraan rakyat dibawah khususnya transportasi di Indonesia Timur. Begitu mahalnya transportasi udara membuat transportasi laut menjadi pilihan utama, hanya saja sayangnya transportasi laut yang murah dan berkualitas serta higienis masih jauh dari harapan.Pembenahan Perubahan Warna dari Kuning Putih menjadi Biru Putih, mungkin lebih banyak pada wajah luarnya saja sedangkan di dalam masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki seperti Pelayanan tiket Kelas yang belum terlayani secara Online, pelayanan Kelas seperti dulu yang pernah kami rasakan bagus belum sepenuhnya tersedia saat ini. Mungkin dalam beberapa waktu ke depan dapat ditingkatkan lebih lagi oleh pejabat yang berwenang.Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H