Golongan Orang-orang Yang Lalai
Pada ayat ke 4 dapat ditarik sebuah permasalahan yakni bagaimana orang-orang yang mendirikan shalat itu celaka?, padahal shalat adalah tiang agama yang dapat menopang keimanan seorang hamba kepada Allah. Orang yang mendirikan shalat dengan baik maka segala amal perbuatannya akan baik pula. Namun pada ayat ini menyebutkan mengapa orang-orang yang shalat bisa celaka?
Jawaban ada pada ayat yang kelima, "(Yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya." Beberapa ulama berbeda pendapat menganai makna "lalai" pada ayat ini. Buya Hamka dalam tafsirnya menjelaskan tentang lalai adalah tidak bersungguh-sungguh dalam shalatnya, ia tanpa sadar kalau sebenarnya yang dihadap adalah Allah SWT. sang pencipta. kata saahuun berarti lupa, dikarenakan sifat lalai identik dengan lupa, ia beribadah tetapi lupa dan tak sadar pada siapa ia beribadah shalat. Nabi saw pernah melihat seorang sahabat ketinggalan shalat berjama'ah sehingga ia shalat sendiri. Setelah selesai shalat, Nabi saw menyuruh untuk shakat kembali sampai tiga kali, karena ketika sahabat itu shalat, mulai dari takbir, rukuk, i'tidal, sujud, hingga salam tidak dilaksanakan dengan sesungguhnya.
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud orang-orang yang lalai pada ayat ini adalah orang-orang yang mendirikan shalat tanpa mengharapkan pahala dari shalatnya dan apabila mereka meninggalkannya, mereka acuh dan tak takut akan hukuman yang akan mereka terima.
Adapun yang berpendapat bahwa lalai yang dimaksud adalah meremehkan, meringankan kewajiban untuk mendirikan shalat. Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir yang mengutip riwayat dari Sa'ad bin Abi Waqqas bahwa ketika  Nabi SAW menafsirkan ayat kelima surah al-Ma'un, yang dimaksud dengan lalai ialah bermakna orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktu yang seharusnya karena menganggapnya remeh (tidak tepat pada waktunya).Â
Riya' dalam Shalatnya
Jawaban kedua adalah orang-orang yang berbuat riya' (ayat 6), yakni mendirikan shalat bukan karena niat kepada Allah SWT, malainkan hanya menginginkan pujian dari sesama manusia. Orang yang riya' ini hanya mau shalat pada saat ada yang melihatnya saja dan enggan shalat apabila sendiri, padahal ada Allah dzat yang maha melihat yang bahkan ketika kita sendirian dalam kamar hanya Dia lah yang mampu melihat kita. Golongan seperti ini tentu sangat berbahaya karena riya' termasuk perbuatan Syirik kecil, sebagaimana syirik adalah dosa yang tidak akan diampuni Allah apabila sudah besar.Â
Berdasarkan riwayat dari Adh-Dhahak berkata bahwa yang dimaksud orang-orang yang lalai dan orang-orang yang riya' addalah orang-orang munafiq. Begitu pula riwayat dari Ali ra, dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Maksudnya adalah orang-orang munafik, mereka berbuat riya' terhadap manusia dengan shalat mereka apabila mereka menghadirinya dan meninggalkannya apabila tidak mendatanginya."
Ibnu Abbas juga mengatakan bahwa andai ayat ini menyebutkan kalimat fii shalatihim sebagai ganti kalimat 'an shalatihim, maka yang dimaksud adalah orang-orang yang beriman, dan bukan orang-orang munafik.Â
Dengan begitu pemilihan bahasa al-Qur'an benar-benar luar biasa dan menimbulkan rasa kagum yang tinggi atas kemukjizatan ini. Maa sha Allah.
 al-Qurthubi menjelaskan kalau dalam suatu keadaan seseorang tidak disebut riya apabila ibadah yang ditunjukkan pada orang lain adalah suatu kewajiban. Karena memang kewajiban itu memiliki hak untuk diperlihatkan, sebagaimana sabda Nabi saw., "Janganlah engkau tutup-tutupi amalanmu jika itu diwajibkan oleh Allah". Perlu diketahui bahwa perbuatan yang dibolehkan hanyalah untuk berdakwah semata agar orang lain yang melihatnya bisa mengikuti kewajiban tersebut. Zaid bin Aslam pernah berkata bahwa andai saja perintah mendirikan shalat itu disertai perintah untuk tidak memperlihatkannya seperti halnya sedekah, maka niscaya orang-orang munafik itu tidak akan pernah melaksanakan shalat.