Mohon tunggu...
Andi W. Rivai
Andi W. Rivai Mohon Tunggu... Penulis - Penolog

Mengejar cinta Allah 'azza wa jalla www.navatour.co.id al Habsy Management

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pandemi Covid-19, Narapidana Dapat Asimilasi

10 April 2020   11:25 Diperbarui: 10 April 2020   11:52 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sore, seorang kerabat mem-broadcast sebuah link berita ke WA saya. "30 Ribu Narapidana Dibebaskan Karena Darurat Virus Corona" itu judul beritanya. Dibawah link berita tersebut tersemat berita tambahan:

HATI2 & WASPADA:

  • Pastikan rumah agar selalu dikunci;
  • Beritahu semua orang di rumah agar jangan membuka pintu & masukan orang tak dikenal dengan alasan apapun;
  • Kalau ada orang yang mengetuk pintu, jangan langsung dibuka, tapi diintip dulu, dan kalau tidak kenal jangan dijaab atau jangan dibuka.

SELALU WASPADA YA..

Sematan berita itu tidak saya kurangi, juga tidak saya tambahi. Apa adanya seperti itu, termasuk penggunaan huruf kapitalnya.

"Mas, itu benar napi pada dibebaskan?"

Itu pertanyaan berikutnya dari kerabat yang mengirimkan link berita.

"Ya, kira kira begitu," jawaban saya singkat. Social distancing yang saya terapkan antara saya dengan telepon genggam membuat saya memberikan jawaban dalam format yang singkat dan padat, meski bukan jawaban yang mencerahkan. Sejak saya merasakan ada rasa kesemutan di jari dan langan tangan, saya memang membatasi diri untuk berinteraksi dengan telepon genggam.

Jika sekarang saya menuliskannya dalam penjelasan yang sedikit lebih panjang, itu karena laptop saya sudah terbuka dan siap untuk dimainkan.

Pertama sekali saya ingin memberikan penjelasan terkait berita tersebut adalah bahwa 30 ribu narapidana itu bukan dibebaskan, tetapi hanya dipindahkan. Ya, hanya dipindahkan tempat pembinaannya. Yang semula pembinaannya di dalam lapas, sekarang mereka menjalani pembinaan bersama keluarga di rumah masing-masing. Kok bisa? Ya bisa saja toh. Ini yang disebut sebagai asimilasi. Asimilasi ini merupakan tahapan pembinaan yang ditempuh untuk membaurkan narapidana dengan masyarakat.

Pasti akan muncul pertanyaan lanjutan; bukankah asimilasi itu hanya sementara waktu? Dalam prakteknya selama ini memang begitu. Narapidana yang diberikan program asimilasi hanya diberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas (kerja) selama kurang lebih 8 jam di luar lapas, dan pada sore harinya mereka diwajibkan untuk kembali ke dalam lapas. Nah jika sekarang model asimilasinya di luar pakem kebiasaan, yaitu memberikan kesempatan bagi narapidana untuk tinggal bersama keluarga hingga masa pembebasannya (integrasi) tiba, itu karena situasi yang dihadapinya pun menuntut langkah yang di luar kebiasaan. 

Adanya pandemi Covid 19 adalah sebabnya. Dan siapapun sepertinya akan mempunyai pendapat yang sama bahwa narapidana yang berada di dalam lapas dengan tingkat hunian yang begitu padat merupakan orang yang mempunyai resiko tinggi tertulari virus ini. Jika tidak diambil langkah segera, bisa jadi lapas akan menjadi kuburan massal narapidana karena terpapar virus corona. 

Untuk mencegah hal tersebutlah, maka Menkumham merasa perlu untuk mengambil langkah berani. Selain menghentikan kunjungan keluarga untuk sementara waktu, Menkumham juga mengeluarkan kebijakan "asimilasi di rumah". Dan terkait kebijakan ini, Menkumham menegaskan bahwa alasan kemanusiaan menjadi dasar pijakannya.

Yang kedua, saya ingin mengatakan begini, bahwa karena para narapidana tersebut sedang menjalani asimilasi maka tentu saja pengawasan terhadap mereka tetap dilakukan. Dalam pengawasannya, selain melibatkan Bapas dan Kejaksaan, lapas menjadi salah satu pihak yang tetap mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pengawasan. Bagaimana cara pengawasannya? Saya ambil contoh saja mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Lapas Klas I Tangerang. 

Melalui sms broadcast, pihak Lapas Klas I Tangerang mewajibkan kepada para narapidana tersebut untuk mengirimkan secara berkala lokasi keberadaan mereka disertai dengan bukti foto bersama keluarga atau aktivitas mereka. Dengan demikian diharapkan para narapidana tersebut secara tertib dapat menjalankan asimilasi di rumah. 

Tentu manipulasi bisa saja dilakukan ketika mengirimkan lokasi keberadaan mereka, dan terkait hal ini adanya pencabutan asimilasi menjadi satu hal yang sangat mungkin untuk dilakukan. Dan bersyukurnya, sejak jauh hari Plt. Dirjen Pemasyarakatan telah mewanti-wanti jajarannya (lapas dan bapas) untuk melakukan pengawasan secara memadai dan menerapkan sanksi disiplin yang tegas bagi narapidana yang melanggar ketentuan asimilasi di rumah.

Yang ketiga, saya mengutip saja apa yang dikatakan oleh Vijay Raghavan (2011), narapidana semestinya tidak bertanggung jawab secara sendiri atas kejahatan yang pernah dilakukannya, tetapi bahwa masyarakat juga turut bertanggung jawab terhadap perilaku tersebut. Untuk itulah maka dalam memberikan layanan dan perlakuan terhadap mereka, keterlibatan masyarakat menjadi satu keharusan. Dalam bahasa Raghavan disebut sebagai Public Private Partnership. 

Dalam konteks demikian, maka sudah seharusnya masyarakat dapat menjadi partner bagi pemasyarakatan dalam melakukan pengawasan pelaksanaan asimilasi di rumah bagi 30 ribu narapidana. Untuk kepentingan pengawasan ini maka penting bagi Menkumham untuk membuka kanal khusus kemitraan dengan masyarakat.

Sebagai penutup saya ingin mewartakan kepada khalayak bahwa mereka yang saat sekarang berada di dalam penjara adalah warga bangsa yang tetap mempunyai keinginan untuk dapat tinggal bersama keluarga, menjadi bagian dari kehidupan kita yang ada di luar penjara. Dan untuk itu, mereka jadikan penjara sebagai tempat pertobatan. 

Maka, sekali-kali tengoklah mereka yang berada di dalam penjara; didalam sana anda akan dapat melihat para terpenjara yang terus berupaya menjadi manusia yang berguna. Sebagian dari mereka khusyuk dalam agama, menekuni kitab suci dan mencoba memahami artinya; mereka mendedikasikan dirinya dengan menjadi santri. 

Sebagian lainnya berkhidmat dalam keringat; bergelut dalam panas terik untuk mengolah lahan pertanian, perikanan, juga perkebunan, dan sebagian mendharmakan ketekunannya dalam beragam pelatihan dan kegiatan ketrampilan.

Maka, tengoklah mereka di dalam sana. Dengan demikian, mudah-mudahan saja rasa kecemasan atau ketakutan yang anda rasakan saat sekarang dapat berganti menjada emphaty, yang  selanjutnya anda dapat merasakan harapan mereka tentang masa depan.

Salam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun