Mohon tunggu...
Agung Wibawanto
Agung Wibawanto Mohon Tunggu... -

Tidak semua orang bisa menjadi penulis hebat, namun seorang penulis hebat bisa berasal dari mana saja... Saya selalu meyakini itu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Terkena Karma Karena Kesombongannya? (1)

8 Januari 2017   11:48 Diperbarui: 15 Januari 2017   22:11 2676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa pedih nasib cagub petahana Ahok. Itulah misteri Illahi, siapa yang tahu nasib orang? Pada bulan Maret hingga Agustus 2016, Ahok masih tampil dengan begitu percaya diri untuk melanjutkan kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI dalam Pilkada 2017 nanti. Hampir tidak ada nama lain yang mampu (katakan saja) mensejajarkan kepopuleran maupun elektabilitas Ahok. Ahok menjadi jemawa? Seolah bergainingnya lebih kuat dan besar ketimbang pendukungnya (baik independen ataupun parpol). Ia yang menentukan.

Kini Ahok terseok tersangkut kasus dugaan penodaan agama. Meski secara hukum tidak atau belum ada yang bisa membatalkan keikutsertaannya dalam kontestasi pilkada DKI 2017, namun tentu langkah semakin berat. Ia harus berbagi konsentrasi dengan kasus dan persidangannya, belum lagi adanya penolakan warga di setiap kampanyenya. Tentu ini sedikit banyak menyita perhatian. Katakanlah Ahok menang dalam pilkada, namun bayang-bayang menyerahkan tampuk pimpinan kepada Jarot (wakilnya) tetap ada.

Kini pun, sejak ditetapkan sebagai terdakwa, kedudukannya sebagai gubernur DKI diberhentikan sementara, hingga ada vonis akhir dari hakim yang mengadili kasusnya. Adakah ini sebuah karma, karena sebelumnya ia sempat “menyombongkan” diri saat mencalonkan menjadi peserta pilkada DKI 2017? Sekali lagi, nasib orang siapa yang tahu? Yang pasti, banyak pelajaran yang bisa dipetik dari lakon Ahok ini, khususnya dalam perhelatan politik di Indonesia. Dalam tulisan yang terdiri dari 2 bagian ini, saya hanya ingin kilas balik.

Dimulai dari sekitar bulan Maret 2016 saat banyak masyarakat terlibat dalam perdebatan antara memilih jalur independen atau partai? Saat itu menjadi fenomena politik yang menggelinding deras dan menjadi trend topic perbincangan. Mengapa menjadi heboh? Bukankah kejadian ini bukan sekali ini terjadi dan tidak ada perdebatan sama sekali? Seorang kandidat pilkada ingin memalui jalur partai atau jalur independen, apa masalahnya? Tidak lain karena ini pilkada DKI, dan di situ ada Ahok, sosok kontroversial.

Manuver “TA”

Tersebutlah sebuah organ bernama “Teman Ahok” (TA) yang beraktifitas melakukan penggalangan KTP warga DKI. Hal ini jauh dilakukan sebelum ramai orang bicara pencalonan kandidat untuk pilkada DKI 2017. Tujuan awalnya apa? Ini yang menarik untuk dikupas. Setahu saya, awalnya hanya ingin menunjukkan wujud dukungan warga kepada Gubernur Ahok yang pada saat itu ingin “digoyang-goyang” oleh koalisi KMP di DPRD DKI.

Jadi sama sekali tidak ada unsur politis ingin mengumpulkan KTP untuk pencalonan Ahok sebagai kandidat Cagub DKI 2017. Jika alasan semua pekerjaan atau usaha TA akan sia-sia bila Ahok ikut melalui jalur partai adalah keliru, wong itu bukan untuk tujuan “pencalonan” kok? Atau (ini pemikiran kedua), apa yang dilakukan TA itu sejak awal memang untuk persiapan pencalonan jalur independen (mengingat Ahok bukan kader partai)? Ini yang dimaksudkan Risma, kok sepertinya khawatir sekali tidak bisa mencalonkan lagi sampai-sampai harus mendesak partai, “Jadi kesannya sangat berambisi untuk sebuah jabatan ya?” tuturnya.

Jika itu tujuannya, sungguh sangat kreatif warga DKI sudah memikirkan jauh seperti itu, dan bisa sangat politis (salah jika dikatakan masyarakat Jakarta apolitis dan skeptis). Tapi benarkah di era gadgetisasi ini, di mana banyak masyarakat terutamanya kaum muda berpola hidup hedonis berpikiran seperti itu? Ataukah ini ide “di tengah jalan” (setelah penggalangan baru terpikir untuk pencalonan)? Atau ada tokoh utama yang menseting?

Singkat cerita, TA “mendesak” Ahok agar mau diusung oleh mereka melalui jalur independen dan segera menentukan sikap siapa yang akan menjadi wakilnya? Mereka bercerita terinspirasi peristiwa Rengas Dengklok Tahun 1945 (heroik banget). Ahok tahu betul posisinya terutama hubungan akrabnya dengan teman-teman PDI Perjuangan. Bagaimana pun tidak sedikit “jasa” partai merah ini kepada Ahok saat berjuang bersama Jokowi di Pilkada 2012.

TA awalnya tidak mau tahu dan mendesak Ahok untuk berani memilih jalur independen. Namun mungkin karena sadar bahwa mereka bukan apa-apa karena tokohnya adalah Ahok sendiri, mereka memberi tenggat waktu agar Ahok “melobby” Megawati. Ahok kemudian sempat bertemu dengan Megawati di sebuah acara dan menyampaikan keinginan TA tersebut, yakni PDI Perjuangan bulat mengusung Ahok sebagai kandidat cagub DKI 2017.

Bukan Partai Kemarin Sore

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun