Mohon tunggu...
Politik

5 Tahun Lalu Saya Golput, Hari Ini?

17 April 2019   00:17 Diperbarui: 17 April 2019   01:00 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Assalamu Alaykum,

Saya ingin memulai tulisan ini dengan cerita tentang latar-belakang keluarga, dimana bapak saya adalah seorang petani dengan area garapan sawah yang kian menyusut (sejauh ini bukan karena konsesi tambah yah) dikarenakan biaya untuk membiayai pendidikan saya sampai jenjang yang saat ini memiliki tarif puluhan kali lipat berbeda dibanding jenjang sarjana saya sebelumnya.

Mama saya sendiri salah satu guru aparatur sipil negara di desa tempat saya dilahirkan, dengan gaji yang tak kunjung diperbaharui (yang gaji siapa? tanyakan si menteri), apalagi selama Setiap bulannya beliau menyisihkan separuh untuk kredit kendaraan keluarga, dan juga sebagian kecil untuk suatu hal yang mungkin belum diketahui kebanyakan orang, (untuk guru honorer yang telah beberapa tahun mengabdi dan membersamai mama di sekolah). Dan saya sendiri terpaksa nyambi "kerja malam" meski bergaji tak sesuai UMP di sebuah apotek demi tidak membebani beliau.

Lelah? Tentu saja, di saat teman-teman punya lebih banyak kesempatan menyelesaikan tugas kuliah, tanggungjawab mendidik adik-adik di organisasi dan  laboratorium masih selalu menahan sampai tiba jam jaga di apotek. Dan jadilah rumah menjadi tempat yang asing dan sering hanya sebagai tempat ganti pakaian.

Sejatinya dalam perjalanan hidup saya beberapa tahun belakangan ini, telah beberapa jenis pekerjaan yang sempat saya geluti. Mulai dari yang membutuhkan cucuran keringat seperti mengangkut hasil tani di daerah hingga bermain dengan kata-kata membujuk pelanggan untuk menggunakan barang ataupun jasa yang kami tawarkan.

Kesemuanya pada akhirnya menyadarkan bagi saya untuk mengambil sikap dan mencoba berkarya dalam ketidakpastian di negeri ini.

Mungkin banyak yang akan bertanya apa pentingnya saya menyebar ini atau bahkan mungkin menyayangkan sikap politik saya yang berbeda. Untuk kata terakhir sebelum titik barusan, setiap yang mengenal saya dekat pasti tahu itu sudah jadi ciri khas, tapi bagi saya negeri yang kita cintai ini lahir dari rahim perbedaan, jadi sungguh sukar membayangkan cara berpikir orang-orang yang suka menyeragamkan.

Jika kemudian dengan tulisan ini, saya harus diserang buzzer-buzzer saya sudah mewaqafkan diri saya untuk menyampaikan kebenaran karena jujur apa yang saya tuliskan ini tidak memiliki tendensi politik atau materi apapun. Dan beberapa minggu silam ada oknum yang mencoba menawarkan materi demi kepentingan politiknya, (terimakasih untuknya yang membuat saya semakin yakin untuk tidak memilih junjungannya) saya katakan saya tidak akan melacurkan intelektual.

Pemilu hari ini adalah salah satu momentum demokrasi yang paling menggelikan sejak beberapa pemilu yang saya ikuti sebelumnya. Polarisasi yang demikian masif menjadikan potensi kerawanan konflik sosial yang boleh jadi nantinya merusak tatanan kebangsaan yang sudah sedemikian payah kita perjuangkan. Apalagi diperparah oknum-oknum yang mengibarkan panji perang, padahal katanya besok ini hanyalah pesta. Bagi saya Bagaimana mungkin memerangi saudara sebangsa? Siapapun dan bagaimanapun hasil pemilihan nanti kita tetap INDONESIA.

Tugas kita hanyalah menentukan nahkoda kita 5 tahun ke depan. Setiap calon pemimpin memiliki riwayat hidup dengan positif negatifnya masing-masing.

Meskipun saya tidak pernah mengganggap diri demokrat dan pemilu 5 tahun silam memilih golput, saya inshaallah akan datang ke TPS hari ini, meski tetap dihantui bayangan-bayangan setelah menonton "sexy killer". Satu prinsip penting bagi saya, memilih bermimpi meski semuanya masih misteri jauh lebih manusiawi ketimbang bertahan pada pilihan yang telah khianati janji.

Berikut beberapa modal pertimbangan saya menentukan pilihan. Pertama, pengalaman mengabdi di beberapa pelosok Sulawesi Selatan dengan berbicara dan melihat langsung rakyat saya tahu saya tak boleh lagi memilih golput kali ini, meskipun saya sendiri tetap menghormati pilihan saudara yang memilih golput.

Kedua, Saya juga mencoba menyelami makna tujuan organisasi tempat saya bernaung hari ini, saya menemukan kesamaan menuju masyarakat adil makmur. 

Ketiga, saya berdiskusi dengan calon rekan seprofesi dan praktisi-praktisi kefarmasian yang merasa belum menemukan peran pemerintahan sejauh ini terhadap nasib kami.

Keempat,saya mencoba menarik pertimbangan dari aspek geopolitik, saya sampai pada kesimpulan negeri ini tak boleh kembali Jawa-sentris, calon pemimpin haruslah juga ada yang mewakili kami dari Timur.

Kelima, dari perspektif generasi, saya rasa jelas kami para milenial lebih menginginkan pemimpin dari kalangan kami sendiri yang tentu lebih paham paradigma kami.

Dan saya juga mempunyai pertimbangan yang mungkin bagi sebagian orang tidak perlu jadi variabel yaitu tentang tagline. Saya sadar akan diri saya yang tidak pernah merasa layak untuk disebut orang baik, karena saya hanyalah pendosa yang kebetulan Tuhan masih beri hidayah untuk berusaha merawat akal sehat (meski di situasi tertentu kalah oleh perasaan).

Terakhir, saya akhirnya memutuskan untuk memilih dikarenakan melihat siapa saja di belakang kedua pasangan calon. Saya memilih bersama beberapa tokoh yang telah memberi banyak untuk Islam (meski saya akui saya sendiri bukan penganut yang taat). Ustadz Abdul Shomad, Ustadz Arifin Ilham, dan Aa Gym, bagi saya tidak mungkin disandingkan dengan Abu Janda yang tak pernah jelas apa kontribusinya.

Di bidang militer, telah bergabung juga Bapak Gatot Nurmantyo yang tidak mungkin saya sejajarkan dengan LBP dengan segala macam kepemilikan perusahaannya atau AMH yang telah membunuh Mas Munir .

Di bidang cendekiawan, ada Abah Salim Said, dan bidang perekonomian ada Bang Rizal Ramli, yang tentu tak akan saya bandingkan dengan ibu SM (yang baru-baru dapat penghargaan dari IMF, lembaga yang saya anggap lintah dunia).

Kepada dua orang perempuan hebat yang selalu menjadi alasan saya dilahirkan,kita akan membersamai pilihan Di sepertiga malam ini, Bismillahirrrahmanirahim saya mempercayakan suara saya ke Bapak Prabowo Subianto dan Abang Sandiaga Uno

Salam damai Indonesiaku, Salam Berakal Sehat

 

Muhammad Awhal FF

Panakkukang, 17 April 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun