Mohon tunggu...
Awfa Dikhrish
Awfa Dikhrish Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Book

Unsur Kehilangan dalam Puisi Ko Hyeong Ryeol

19 Juni 2023   19:28 Diperbarui: 19 Juni 2023   19:36 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Gramedia.com

Judul Buku: Pada Saat Merenung Hal-hal yang Kuno (Judul Asli), Ikan Adalah Pertapa (Judul Terjemahan)

Pengarang: Ko Hyeong Ryeol

Penerjemah: Kim Young Soo & Nenden Lilis Aisyah

Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Jakarta

Tahun Terbit: 2023

Tebal: xxiii + 259 halaman

Ko Hyeong-Ryeol adalah penyair kehormatan asal Korea Selatan yang lahir di Sokcho, Provinsi Gangwon pada 8 November 1954, yakni setahun setelah Perang Korea. Ko Hyeong-Ryeol pergi meninggalkan rumah pada usia 18 tahun dan bekerja di sebuah kuil tempat pemecahan batu dan pabrik pembuatan roti. Setelah ayahnya meninggal dunia, ia pulang ke Kota Sokcho dan menjadi pegawai pemerintah eselon rendah di daerah paling utara, Pantai Timur Korea. Ko Hyeong-Ryeol adalah peserta kehormatan dari 11 penyair asal Korea Selatan yang juga memimpin redaksi Majalah Sipyeong/Sipyung. Ia telah banyak menghasilkan dan menerbitkan buku antologi puisi, salah satunya adalah antologi puisi yang berjudul Pada Saat Merenung Hal-hal yang Kuno ini. Puisi pertama beliau yang berjudul Chuangtzu diterbitkan di review Hyeondae Munhak pada 1979.

Antologi puisi pertama yang berjudul Perkebunan Semangka Puncak Daechong Hyeong diterbitkan pada musim semi tahun 1985. Melanjutkan karyanya, Ko Hyeong-Ryeol banyak menerbitkan antologi puisi lain, seperti Bunga Embun Beku, Buddha Salju, kumpulan puisi ekologi lingkungan alam Bagaimana Kabarnya Kota Seoul, serta Aku Tidak bBerada di Candi Erdene Zuu. Selain itu semua, Ko Hyeong-Ryeol juga menerbitkan puisi untuk anak-anak yang berjudul Suster Tidur Memegang Roti. Penyair yang telah melakukan MoU dengan Majalah Sagang pada malam pembukaan temu Penyair Korean-ASEAN Poets Literature Festival (KAPLF) ini telah menerima banyak penghargaan, salah satunya adalah penghargaan Sastra Modern 55.

Antologi puisi Ikan Adalah Pertapa adalah salah satu karya Ko Hyeong-Ryeol yang merupakan terjemahan dari antologi puisi yang berjudul Pada Saat Merenung Hal-Hal yang Kuno. Antologi puisi ini merupakan kumpulan puisi dwi bahasa, yaitu bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Penerjemahan buku ini dilakukan oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah. Kim Young Soo merupakan profesor sekaligus tokoh penerjemah karya sastra Komunitas SISAN Korea Selatan dan SKSP Indonesia. Sedangkan, Nenden Lilis Aisyah merupakan seorang penyair sekaligus dosen sastra di Universitas Pendidikan Indonesia. Selain antologi puisi milik Ko Hyeong-Ryeol, Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah sebelumnya sudah menerjemahkan karya penyair Korea Choi Jun berjudul Orang Suci Pohon Kelapa dan karya Moon Changgil berjudul Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api. Selain itu, Nenden Lilis Aisyah bersama Shin Young Duk pernah menerjemahkan puisi karya Yun Dong Ju berjudul Langit, Angin, Bintang, dan Puisi.

Antologi puisi ini berisi 60 buah puisi yang berupa kilatan-kilatan gagasan yang hinggap di satu objek tertentu, lalu lompat ke entitas lain. Maksudnya adalah, setiap puisi yang ditulis oleh Ko Hyeong-Ryeol memiliki makna di puisi-puisinya yang lain. Setiap tanda dalam puisi-puisi tersebut memiliki makna ke berbagai arah. Setiap dibaca, puisi-puisi itu selalu menimbulkan makna baru. Pendapat ini dikemukakan oleh Nenden Lilis Aisyah.

Antologi puisi yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia ini menceritakan tentang kehidupan manusia yang sebagiannya adalah tentang kehilangan yang digambarkan melalui diksi-diksi alam, seperti rumput, awan, langit, cahaya, ombak, bintang, dan sebagainya. Berikut adalah salah satu kutipan puisi yang menggambarkan tentang kehilangan.

Warna gelombang itu di laut tenggara

masuk ke dalam mata, lalu pergi tak kembali

Pergi tak menoleh lagi

bagai kenangan milik cahaya yang sangat dekat

Di atas jalan pada suatu musim semi

 

Sehelai mimpi bersandar pada cahaya itu, lalu sirna

("Ikan Adalah Pertapa", Ryeol, hlm. 11)

            Kutipan puisi di atas mengisahkan seseorang atau sesuatu yang telah pergi dan tak kembali. Kutipan tersebut termasuk salah satu puisi yang cukup mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang sederhana. Namun, sebagian besar puisi-puisi yang ada dalam antologi ini cukup sulit dipahami oleh orang awam karena membutuhkan kemampuan sastra yang baik. Berikut adalah contoh kutipan yang membutuhkan pengetahuan sastra yang mumpuni.

Pertama-tama aronia muncul di depan mata

Aronia

Mengapa kau tidak membawakan air

Daun ketiga telah mekar

("Ikan Adalah Pertapa", Ryeol, hlm. 128)

Puisi-puisi karya Ko Hyeong-Ryeol disusun dengan kata-kata yang sangat indah dan dapat memanjakkan pengindraan, karena pembaca seolah-olah dibawa masuk ke dalam ceritanya untuk merasakan kisah dan makna yang ada di dalam puisi-puisi tersebut. Pembaca diajak untuk melihat, mendengar, dan merasakan semua yang ditumpahkan Ko Hyeong-Ryeol dalam karya-karyanya. Jika dilihat dari segi struktur fisik, antologi puisi ini banyak menggunakan diksi nama-nama tempat dan kota di berbagai negara, seperti Vladivostok, Seoul, Jongro, Sakhalin, dan sebagainya. Penggunaan diksi-diksi ini membutuhkan pengetahuan yang baik untuk dapat memahaminya. Meskipun di bagian bawah buku ini terdapat catatan kaki mengenai penjelasan nama-nama tempat tersebut, pembaca seharusnya juga sudah mengetahui bagaimana tempat tersebut agar bisa langsung memahami konteks makna dan tulisannya.

Secara keseluruhan, penerjemahan puisi yang dilakukan oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah sudah sangat baik karena berhasil menerjemahkan puisi Ko Hyeong-Ryeol dengan bahasa yang dapat dimengerti. Meskipun, sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, pembaca perlu memiliki pengetahuan sastra yang lebih luas jika ingin menafsirkan puisi-puisi dalam antologi puisi yang terdiri atas 4 bagian dengan kurang lebih 15 puisi di tiap bagiannya ini. Antologi puisi ini cocok untuk dijadikan teman bersantai sambil menikmati minuman dan camilan kesukaan karena diksi-diksi alamnya yang menyejukkan hati.

(Awfa Dikhrish)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun