"Kata merangkai makna, jiwa tersentuh. Damai pula lega, satu irama rasa."
Sebelum hadirmu yang hanya kurun waktu satu tahun sekali, kehadirannya terlebih dahulu yang menemani. Kurang lebih tiga puluh hari lamanya, ditemani olehnya.
Sebelum hadirmu yang hanya kurun waktu satu tahun sekali, diuji olehnya adalah kenikmatan itu sendiri. Dahaga terpelihara, ragam menu pilihan cukup menunggu, hingga jeda itu berlalu seiring restu dari sang waktu.
Sebelum hadirmu yang hanya kurun waktu satu tahun sekali, dijumpai olehmu hanyalah sebatas mimpi. Hanya berusaha untuk sanggup menjalani, melewati, menikmati, mensyukuri, setiap edisi hari yang tentu sarat uji.
Hadirmu kini terjadi. Ada senyum itu, juga canda tawa. Ada sumringah itu, raga bergetar. Ada kasih sayang itu, jiwa gemetar. Ada bahagia itu, berkah dari sekian waktu mencoba tersadar.
Hadirmu kini terjadi. Kadar materi menepi, kadar nurani memilih untuk lebih berani unjuk gigi. Demi menikmati sekaligus mengakui hadirmu itu, yang sungguh menginspirasi.
"Kata maaf terucap, atas nama khilaf yang sekian lama menancap, tertancap."
"Ungkap maaf laksana obat, memberikan kadar manfaat serupa nikmat. Jiwa-jiwa nampak saling tertambat, berjabatan tangan. Erat."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H