"Aku... melakukan ini semua, tema besarnya hanyalah kamu."
"Aku... mengolah ini semua, khusus teruntukmu."
"Aku bahkan berseteru dengan diriku sendiri yang memiliki dua sisi sebagai seorang pribadi, sebab ulah kamu yang menginspirasi."
Tidak setiap kata bisa dimengerti, tidak setiap wujud tanya bisa dipahami. Tidak dari keduanya, mesti senantiasa atau bahkan harus selalu disuarakan, ketika cukup dibaca saja bermodalkan pekanya rasa.
"Apakah selama ini kita punya banyak kesempatan untuk bersama?" jawaban kita berdua, adalah tidak.
"Lalu apakah kita akan kerap saling merindukan?" tentu saja, toh raut kita sama. Kamu itu adalah aku, meski cukup dominan sifat ibumu yang menguasai isi hati juga pola pikirmu itu.
Nah putriku, berkompasiana adalah salah satu caraku untuk kamu, nantinya akan bisa lebih mengenali dua sisi yang aku miliki sebagai seorang pribadi, juga sosok seorang ayah untukmu.
Nah putriku, aku adalah seorang lelaki yang sangat menyukai rima. Manakala nama yang aku berikan untukmu tentu ada nama awalnya, selain nama akhirmu memang sama dengan nama akhirku.
Lalu nama tengah yang aku berikan untukmu, adalah Awalluna. Ya... awalnya karena aku menyukai lirik dari lagu itu, yang judulnya "Bellaluna". Maka nama tengahmu itu adalah Awalluna.
Nah putriku, tentu saja aku memiliki tidak sedikit agenda untuk ke depannya. Sebelum aku akan meninggalkanmu di satu waktu tertentu, yang memang pasti sesuai dengan ketetapanNya untukku.
"Ada saatnya akan sangat mungkin kamu melupakan aku. Tapi tidak dengan tulisanku, kamu akan bisa membacanya di kompasiana, kapanpun itu bilamana sibukmu tidak sedang mengganggumu."
"Salah satu bisik hatiku adalah, bahwa usiamu juga kompasiana... akan jauh lebih panjang daripada usiaku."
Bandung, 21 Maret 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI