Mohon tunggu...
Wahyu Ali J
Wahyu Ali J Mohon Tunggu... Penulis - Bebas

Life Path Number 11 [08031980]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percakapan Kebebasan

16 November 2020   00:10 Diperbarui: 16 November 2020   02:00 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Belum larut malam, tapi ngantuknya minta ampun. Seharian ini memang sangat melelahkan, mengatur satu dan lain hal yang adalah kebutuhan produksi menjelang akhir tahun.

Sudah biasa menjelang akhir tahun, buffer stock untuk bahan baku produksi air minum kemasan memang harus disiapkan, termasuk nego harga terbaru bahan baku dengan beberapa supplier.

Namanya juga kesibukan, ya harus dikerjakan. Pun begitulah kesibukan, selain cukup menguras tenaga dan pikiran, terkadang menghadirkan juga satu sisi emosi yang bisa datang secara tak terduga.

Ranjang yang tenang sudah ada di hadapan, saatnya melepas lelah. Mengistirahatkan seluruh bagian tubuh untuk beberapa jam ke depan, tentunya adalah apa yang aku butuhkan malam ini.

Alat komunikasi aku lihat sebentar, ternyata tidak ada pesan. Berarti setiap relasi mengerti, aku benar-benar butuh istirahat dan menikmati malam yang tenang dengan terlelap di tempat tidurku.

"Aku mau putus! pokoknya putus malam ini juga!" terbaca kalimat yang datang dari seseorang di saat yang kurang tepat.

"Aku kan sudah cukup lelah hari ini, ah! pesan yang ada-ada saja!" gumamku kemudian.

Sejenak aku buka, satu pesan yang ternyata dari kekasihku yang bernama Arba. Ya! Arba adalah namanya, nama yang cantik untuk seorang gadis yang kini berusia 18 tahun.

Seorang gadis dengan paras yang menawan, tapi ya begitulah... ada sisi cerewetnya! hehehe. Jujur saja sih, aku memang kurang menyukai tentang siapa yang terlalu banyak sisi cerewetnya.

Begitulah adanya Arba, pun memang... semua ini berawal dari calon kakak iparnya yang adalah temanku. Memintaku untuk mendekati Arba, untuk kemudian berusaha menjadi kekasihnya Arba.

Di hitungan detik aku berpikir untuk sebentar saja. Ada sedikit tersenyum sebagai responsku akan inginnya Arba. Ya sudah! aku bersiap memberikan jawaban untuk Arba yang tercinta, yang ternyata menginginkan putus dariku malam ini juga.

"Baiklah, kalau memang itu maumu. Kita putus malam ini juga." Jawabku atas inginnya malam ini.

"Hebat! langsung baiklah, tanpa menanyakan atas dasar apa aku ingin putus darimu." Arba yang langsung membalas pesan dariku.

"Aku telpon kamu sekarang! biar lebih jelas!" ujar Arba kemudian.

"Tidak perlu, sudah jelas kok. Telpon kapan-kapan saja ya." Balasku yang menurutku adalah wujud satu sisi tegas, yang selama ini aku miliki.

"Oke! deal ya! kita putus malam ini juga!" pesan darinya yang ikut-ikutan tegas pula, hehehe.

"Ya sudah, aku ngantuk. Mau tidur dulu nih, have a really nice sleep juga deh buat kamu." Jawabku atas pesannya, balasku akan pesannya.

"Besok Bang Dian saja yang akan cerita ke kamu, kenapa aku mau putus darimu." Arba yang masih mengirim pesan untukku.

"Baiklah, besok aku tunggu Dian di tempat kerja. Oh ya! selamat malam buat Arba. Terima kasih ya untukmu, yang kini adalah mantan kekasih." Pesan terakhirku untuknya malam ini, untuk kemudian aku mencoba menenangkan diri dan bersiap untuk beristirahat malam ini.

Hari rabu pun tiba, pagi yang cerah. Malam sudah berganti, menjadi terang yang menghangatkan. Berkat kehadiran mentari pagi ini, yang juga cukup menyilaukan.

Mandi, merapikan diri, satu gelas kopi plus sarapan pagi yang adalah sandwich! eh maksudnya roti isi, yang memang sudah aku nikmati.

Kini tinggal mempersiapkan diri, toh sudah waktunya untuk berangkat menuju tempat rutinitas. Beraktifitas seperti biasa, tanpa harus sedikitpun merasa grogi atas kejadian semalam tadi.

"Ah! alhamdulillah, sampai juga nih di tempat kerja." Suara hatiku, yang tentu adalah salah satu wujud syukurku.

"Nah! akhirnya kawanku sampai juga. Sini dong sebentar, aku ada perlu nih." Calon kakak ipar Arba memanggilku.

"Selamat pagi kawan, tunggu sebentar. Aku juga sudah siap kok untuk sedikit ada perlu juga dengan dirimu yang adalah calon abangnya Arba." Ujar yang aku sampaikan untuknya.

Waktu masih menunjukkan pukul 07:30. Ada cukup waktu sekitar 30 menit sebelum mulai beraktifitas, untuk berbincang dengan Dian. Mengenai inginnya Arba malam tadi, yang memutuskan untuk putus denganku.

"Kawan, langsung saja ya. Kok begitu yang terlalu mudahnya mengiyakan inginnya Arba?" tanya Dian yang pertama.

"Kami berdua masih muda. Arba sekarang kelas tiga SMA, aku berumur dua puluh satu. Wajar dong kalau kami memilih putus! toh ada sisi baiknya juga untuk kami berdua." Jawabku atas tanya dari Dian.

"Ada setahun lamanya, kalian menjalin hubungan. Memangnya nggak sayang tuh? lebih memilih bubaran?" tanya Dian yang kedua.

"Arba yang mau, Arba yang minta, Arba juga yang jadi pihak pertama. Mengambil keputusan untuk kemudian memutuskan." Jawabku akan pertanyaan Dian yang kedua.

"Kawan, kamu itu terlalu santai. Jawab pertanyaan pun lurus-lurus saja, tanpa beban." Ujar Dian kemudian.

"Ya dong, take it easy my man. Nggak perlu dibuat susah, apalagi mengenai hubungan sepasang kawula muda layaknya aku dengan Arba yang masih SMA." Jawaban yang mengalir dariku untuk Dian, tanpa harus kebanyakan berpikir.

"Kawan, kita berdua seumuran. Arba juga secara usia, hanya selisih tiga tahun lebih muda dari kita berdua. Aku yakin! kamu juga bisa mengerti kawan, kenapa aku bersikap santai-santai saja akan inginnya Arba tadi malam." Ujar dari aku untuk Dian, yang memang agak panjang juga sih.

"Kawan! kamu sebagai calon kakak iparnya Arba, pasti nggak mau kan Arba kurang tepat menentukan pilihan? untuk saat ini atau kelak, tentang siapa yang akan menjadi pasangannya?!" tanyaku untuk Dian.

"Ya sih! sebisa mungkin jangan sampai dia kurang bijak menentukan pilihan untuk masa depannya! dalam hal apapun!" jawab dari Dian yang terlihat sambil berpikir juga.

"Nah! jelas kan sekarang. Lebih baik masing-masing dari kita meneruskan perjuangan untuk masa depan yang lebih baik, yang memang semoga saja bisa sesuai harapan masing-masing dari kita." Penjelasanku berikutnya, yang bukan untuk Dian saja. Untuk aku juga yang tengah mencoba menata masa depan yang lebih baik pun menawan.

"Baiklah, aku hargai keputusanmu kawan. Semoga yang terbaik dan memang adalah pilihan bijak dan benar untuk kita semua akan semua ini." Timpal Dian yang kini kembali tersenyum dan terlihat lebih lega.

"Ya sudah, end of conversation ya. Tugasku masih menumpuk nih! pekerjaanku juga aktifitas kuliahku. Selamat beraktifitas Bang Dian, hehehe." Ujarku untuknya yang adalah kekasih dari Ara, kembarannya sekaligus kakaknya Arba.

"Oh ya kawan! aku kan belum menyampaikan alasan utama Arba ingin putus darimu?" Tutur dari Dian berikutnya.

"Selamat pagi Bang Dian, selamat beraktifitas. Selamat menikmati hari rabu, yang tidak perlu ada tanda seru." Jawabku, yang lalu tersenyum secukupnya, untuk kemudian melangkahkan kaki menuju ruang kerjaku.

Salam Fiksiana, DS 16 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun