Berasap,
Pekat;
Menunduk sebab tertanduk,
Hanya bisa menggaruk.
Gatal berkecamuk, di rambutmu;
Wajahmu hanya akal bulus.
Hatimu enggan berjalan lurus.
Bahkan isi pikirmu, menolak melangkah mulus;
Hidupmu abu-abu.
Bisamu selalu saja menggerutu;
Inginmu dikasihani, tapi mana pernah belajar mengasihani.
Inginmu direstui, tapi selalu saja tidak pernah belajar, untuk menyayangi.
Suaramu, ucapanmu, hanya bohong di siang bolong.
Nalarmu tersimpan begitu rapi di satu ruangan omong kosong.
Kamu,
Tidak butuh saksi hidup.
Saksikan saja setiap duri yang kamu tanam sendiri.
Kamu,
Belajar awas saja.
Awas itu cemeti;
Cambuk yang akan membuatmu pantas, bukan terpuruk.
Semestinya cinta, mampu menyusupi ruang bijaksanamu.
Menjadikanmu arif, bukan selalu saja menebar motif fiktif.
Catatan: Memang butuh kesabaran level atas, menyikapi seseorang yang bebalnya entah dimana ujungnya.
Salam Fiksiana DS 11/10/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H