Bapak sopir berlalu, menuju ke tempat yang akan jadi tujuannya. Kepala saya sih masih berkunang- kunang, teringat gerangan Marni juga Kang Teguh.
Saya kembali menuju mobil, kembali teringat akan pesan dari Marni untuk Kang Teguh. Saya coba mencarinya, sekalian saya ambil alat komunikasi saya. Eh ternyata, ada dua pesan dan tiga kali missed call.
Missed call dan chat atas nama Desy, dan satunya lagi pesan dari unknown number. Desy yang tadi saya antar ke tempat saudaranya yang sedang kehilangan.
Saya buka chat dari Desy, "Pak Boy, sudah sampai mana? Bisa balik lagi nggak ke tempat saudara saya? Saya harus bawa Teguh ke rumah sakit nih."
"Enk ink enk ini mah!"Â Gumam saya. Desy, Teguh, Marni, juga tentang tiga hari yang lalu, sepertinya ada hubungannya dengan semua ini.
Saya balas chat dari Desy. "Ok, saya balik lagi ke sana. Ke tempatnya Teguh. Maaf, saya telat balas."
"Ok Pak Boy, saya tunggu secepatnya."Â Ternyata Desy langsung jawab chat saya. Sepertinya ada hal urgent yang berhubungan dengan Teguh.
Lagi-lagi saya mencoba sejenak berpikir sebelum bertindak, menghela nafas dan jelas butuh secangkir kopi yang rasanya manis, atau teh manis juga boleh sih.
"Ini semua sungguh dilematis! Ketemu Desy yang muda dan cantik, tentu saja menyenangkan. Tapi... kalau ketemu lagi dengan Marni sepulang dia dari pasar, harus gimana dong?"Â Saya masih berupaya berpikir, mencoba menemukan jawaban yang tidak meragukan.
"Oh ya ya ya! Satu lagi nih! Satu lagi pesan yang belum saya baca, dari siapa ya?!"
Salam, DS 05/10/2020
"Cerpen yang terinspirasi, dari beberapa tutur Bung Nursalam AR"