Memang tidak butuh waktu lama untuk mengenalnya, kemudian terjalin kedekatan. Berlanjut dengan sesuatu yang terjadi, sesuatu yang mencoba mengikat kami berdua, ke dalam sebuah hubungan yang hanya mengikuti satu sisi emosi.
Memang bukan karena saling cinta. Hanya suka, juga cukup ada rasa yang menjadi satu unsur penting, dimana kami berdua bisa saling merasa, rasa yang terasa.
Memang kedekatan adalah kedekatan. Seiring waktu berjalan, saling menunjukkan apa saja yang bisa ditunjukkan, menjadi kebiasaan. Kami menikmatinya, sungguh sangat menikmatinya.
Memang apa saja yang disebabkan lupa, sangat bisa membuat terlena. Kami hanya ingat tentang kami, kami hanya peduli tentang kami, kami mengikuti kata ingin kami yang justru kurang, bahkan jauh dari hati-hati.
Memang apa saja yang hanya singgah, lambat laun akan punah. Ujar yang terucap adalah terserah, begitupun indah yang hanya sementara saja sifat juga bentuknya. Ujung-ujungnya gundah, bercampur perasaan yang merasa bersalah.
Memang terkadang hal-hal yang menarik, justru hanya menuai intrik, terjadi konflik yang tidak perlu dibahas. Lalu polemik, konflik, atau apapun namanya, berujung saling kritik.
Memang apa saja yang kurang pantas, pada akhirnya harus tuntas, agar kami berdua bisa terbebas dari waswas. Lalu belajar untuk bisa lebih awas pun mawas diri, juga belajar meredam hawa apa saja yang hanya hadir untuk menggoda.
Memang, apa saja yang semestinya berakhir, harus bisa diakhiri. Demi tidak kembali terjadi salah memiliki, terkontaminasi lupa diri.
"Sekumpulan ingin yang semu, hanya rentetan angan yang tidak perlu berada di garda paling depan."
"Kemarin memang bukan hari ini. Lalu akan menuju kemana di hari esok?"
Salam Fiksiana, DS 16/09/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H