Satu kisah tentang sepasang yang semu adanya. Sebab belum sempat terjalin sebuah ikatan yang seharusnya, sebaiknya. Tapi ya bagaimana, itulah adanya.
Begitulah, mungkin memang tengah musimnya. Musim menebar jala di saat siang yang terik namun menarik, untuk menikmati kepanasan yang panas adanya.
Satu kisah dari negeri yang bernama entahlah. Kisah tentang polah sepasang yang memang demikianlah terjadinya. Kisah tingkah polah yang atas nama passion keduanya.
"Apa itu passion?" Passion adalah sebuah titik tumpu yang kemudian menjadi titik temu. Bertemulah keduanya di tempat persinggahan, yang memang tujuannya adalah singgah melepas lelah, lelah juga ujung-ujungnya bagi keduanya.
Satu kisah, persembahan dari saya. Saya yang tengah mengolah sebuah kisah yang semoga saja tidak berbuah desah bercampur resah, bagi siapapun yang berkenan membacanya.
Di sini, saat ini juga, saya akan tuntaskan ceritanya. Tentang satu kisah pertautan sepasang yang sempat menjalin beberapa adegan, yang ada unsur goyangannya.
Entah goyang apa, yang jelas sih goyangkan saja sedikit, berikutnya akan bergoyang dengan sendirinya. Goyangan yang sanggup goncangkan, berdampak ketagihan.
Saya akan sajikan beberapa adegan percakapan di antara keduanya, percakapan yang begitulah adanya. Selamat membacanya, pelan-pelan saja membacanya.
"Kamu sadar nggak sih, kalau kita ini hanya kebetulan saja."Â Tokoh satu buka suara.
"Mana ada kebetulan. Kita kan bisa ketemuan, karena kita memang sudah janjian." Tokoh dua memberi jawaban.
"Memang, tapi tetap saja kebetulan." Tokoh satu ada sedikit memaksakan.
"Ah, ya nggak lah. Masa iya ada adegan perpaduan yang kebetulan. Nggak ada kebetulan, justru yang ada adalah memang sudah direncanakan secara terencana."Â Panjang juga tokoh dua membeberkan.
"Ya sudahlah, lagian sudah kejadian."Â Eh ternyata, tokoh satu pasrah juga. Menerima kenyataan, sudah tidak ada alasan, wong memang sudah kejadian.
"Baiklah, berarti sudah diputuskan. Kita cukupkan sekian segala sesuatunya, daripada ujung-ujungnya kebablasan."Â Tokoh dua lagi pura-pura nih.
"Eh, jangan! Justru kita harus lanjutkan, lalu teruskan! Toh memang iya, sudah terlanjur bablas sebablas-bablasnya."Â Tokoh satu mulai agak-agak lupa daratan.
"Waduh! Nggak salah nih? Masa iya diteruskan perbuatan yang demikian?!"Â Tokoh dua masih saja pura-pura enggak, padahal iya tuh.
Nah, begitulah ceritanya percakapannya. Cukup beberapa adegan percakapan saja. Sengaja, saya cukupkan sekian adegan percakapannya.
"Mohon maaf, saya terdampak kepanasan yang jadi gerah adanya. Ya sudah ya, itu saja dulu. Gerah nih, mau minum dulu."
Salam humor
DS, 01/09/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H