Mohon tunggu...
Wa Ga
Wa Ga Mohon Tunggu... -

Smoke on the Water

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Karakter Bangsa melalui Acara Televisi yang Mendidik

2 Januari 2013   12:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:37 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

http://www.beritamandiri.com/2012/04/dampak-negatif-menonton-televisi.html Cerminan karakter bangsa ada pada acara televisinya. Tidak percaya ? Mari kita lihat realitanya. Jika kita lihat, konten acara televisi yang ada mayoritas adalah hiburan. Masih sedikit acara yang bersifat edukatif, di televisi yang jangkauannya sudah skala nasional. Acara televisi yang tayang adalah acara hiburan berupa Sinetron, Film Televisi (FTV), Komedi dan acara hiburan lainnya yang berorientasi pada profit.

Dampak dari acara hiburan yang terus menerpa adalah tidak efisiennya pemanfaatan waktu luang masyarakat Indonesia, dikarenakan dihabiskan untuk menonton TV.Bahkan hal ini juga berdampak pada seorang anak yang masih sekolah yang “malas” untuk belajar, dan lebih suka menonton kartun kesayangannya.

Hal ini menimbulkan kritikan tajam bagi insan pertelevisian yang bersifat pragmatis.Bersifat pragmatis karena konten acara yang ditampilkan adalah acara yang digemari oleh banyak penonton berdasarkan rating Nielsen yang hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi tidak mempunyai tujuan edukasi.Praktis, pada akhirnya ini yang membuat kondisi bangsa kita seperti ini. Menjadi pemalas dan tidak bisa membedakan antara realitas televisi yang semu dengan kenyataan yang sebenarnya.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah berkali-kali menegur atau menghentikan acara atau iklan yang dinilai “bermasalah”. Namun, teguran dari KPI tidak mampu memberikan efek jera kepada para pembuat program yang masih memuat unsur kekerasan, kata kotor, dan tindakan asusila. Tidak bisa dipungkiri konten acara tersebut memang digemari oleh masyarakat Indonesia dan mau tidak mau stasiun TV, harus ikut memenuhi permintaan pasar ini.

Hal ini dapat dimaklumi, karena masih rendahnya kesadaran dari penonton untuk mengkritisi acara yang tayang. Karena penonton hanya mencari aspek “hiburan” dari acara tersebut, tanpa mempertimbangkan apakah bermanfaat atau tidak bagi dirinya. Kemampuan literasi media atau “melek media” hanya didapatkan di Universitas dan tidak didapatkan didapatkan oleh masyarakat umum, dikarenakan minimnya pihak-pihak yang berusaha menyadarkan pentingnya literasi media. Urgensi literasi media harus dimiliki oleh khalayak, agar mampu bersikap kritis dalam mengamati setiap tayangan yang muncul di televisi.

Selain itu kebijaksanaan harus dimiliki oleh pembuat program, untuk tidak hanya mengejar keuntungan semata tetapi mempunyai idealisme untuk membentuk karakter bangsa. Kondisi bangsa ini menghadapi era globalisasi, tidak bisa tidak menuntut adanya sebuah pembentukan karakter menuju masyarakat yang bermoral, berpegang teguh pada nilai-nilai luhur, rasional, dan siap bersaing menghadapi kemajuan zaman. Nilai-nilai seperti ini yang seharusnya ditampilkan oleh stasiun televisi disetiap acaranya. Akhirnya kita memang tidak bisa berdiam diri saja, kita harus melakukan tindakan“penyadaran” kepada lingkup yang terkecil yakni keluarga, lalu kepada tetangga, untuk menamkan sikap “kritis” terhadap tayangan televisi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun