“Surat untuk Tuhan dari Sang Pendosa
Yth Tuhan Yang Maha Esa
Alamat, Langit ke 7
Permohonan 1 tempat di Neraka
Tuhan izinkan aku menjadi sang pendosa dan sisakan satu tempat di neraka untukku. Aku tidak ingin ke surga. Surgaku adalah dunia ini. Kau yang menciptakan dunia dengan segala kenikmatannya, maka tidak perlu bagiku pergi ke surga. Sebuah kisah imajiner tentang nikmatnya surga dalam kitab suci tidak memalingkanku. Dunia ini sudah seperti surga. Kekita hasrat yang terpendam dapat terealisasikan dalam energi libido, maka saat itu dunia sudah menampakkan dirinya sebagai surga.
Aku mendengar sebuah nukilan dalam kitab suci agar manusia menahan nafsu mereka, tentu itu sungguh lucu. Para manusia yang beragama pada akhirnya tidak mampu menahannya. Terjebak dalam kemunafikkan untuk melampiaskan hasrat. Terkekang oleh dogma agama. Mereka menampilkan muka berwajah dua, sebuah relung kemunafikkan. Aku memberikan pujian bagi manusia yang memegang teguh ajaran agama secara total. Itu bagus, tapi apa peduliku.
Di dunia terdapat manusia yang tanpa ragu melepas energi libido mereka untuk mencari kenikmatan yang tak terhingga. Tubuh wanita yang begitu indah dijajakan untuk dinikmati, begitu melimpah di dunia. Mereka yang menahan nafsu tidak akan mendapatkan itu secara kuantitas. Dalam hasrat terdapat dorongan yang begitu kuat. Tanpa hasrat, sejarah dunia tidak akan tampak tragis.
Sejarah dunia adalah sejarah hasrat itu sendiri. Hasrat yang membuat Genghis Khan menaklukkan 1/3 dunia atau Stalin yang membunuh 30 juta masyarakat sipil selama perang dunia II. Inilah hasrat. Hasrat yang membuat dunia begitu gemerlap dengan keindahannya, menarik jutaan manusia kedalamnya dan menampilkan wajah asli penikmat hasrat sejati. Mereka yang ingin menikmati hasrat harus keluar dari agama secara total.
Aku bersekutu dan menari dengan Iblis dalam pekatnya kegelapan malam. Merayakan kemenangan hasrat. Mendobrak segala larangan yang dianggap tabu. Tidak perlu ada larangan. Larangan adalah bentuk diskursif hasrat akan kekuasaan, untuk mengekang mereka yang bodoh. Iblis tidak perlu repot untuk menyesatkan manusia. Dengan hasrat, manusia sudah terjebak dengan sendirinya—terjebak dalam kenikmatan tiada akhir—. Mereka yang beragama tampak murung, melihat ke arahku, bagaikan melihat musuh yang siap dibunuh. Mereka membenciku, karena aku melampiaskan hasrat sebagai bentuk eksistensi diri, sedangkan mereka, ya…. mereka…., eksistensinya adalah sebuah kitab suci.
Menurut perhitungan matematis Iblis, jumlah penghuni neraka lebih banyak dibandingkan surga. Dengan data statistik yang lebih rinci bahkan menempatkan wanita sebagai mayoritas penduduk neraka. Ah… neraka sesak dengan wanita, ya karena mereka adalah mahluk yang mampu merealisasikan hasrat secara maksimal. Mereka adalah objek hasrat yang utama. Wanita adalah materi hasrat. Mereka adalah bintang hasrat di dunia ini.
Aku sependapat dengan Nietzsche yang secara gamblang mengatakan bahwa orang yang beragama adalah manusia bermentalitas budak. Orang-orang yang hanya menggantungkan dirinya pada diri transendental (yang disebut Tuhan). Nietzsche pun membunuhMu, Tuhan, lewat metafora Zaratustra. “Semua Tuhan telah mati: kini kita ingin Superman hidup” kata Nietzsche. Nietzsche mengganti mentalitas lemah tersebut dengan manusia super, yakni manusia yang memberdayakan energi hasrat dalam bentuk kehendak bebas. “Aku ajarkan engkau tentang superman. Manusia harus diatasi. Apa yang harus kau lakukan untuk mengatasinya ?....sesuatu yang melampaui dirinya” ujar Nieztsche.
Nietzsche memang seperti itu, tajam. Tapi dari lubuk hati yang terdalam, ia adalah manusia jujur yang menampilkan hakikat keberadaan manusia sebagai perealisasian hasrat. Hasrat Nietzsche adalah hasrat manusia super, dan si manusia super inilah yang mengendalikan dunia dan mengubahnya menjadi surga bagi manusia berhasrat total dan neraka bagi manusia bermental budak.
Maka izinkanlah aku, Tuhan, untuk menjadi manusia Supernya Nietzsche yang tidak munafik untuk mengubah dunia menjadi surga. Aku adalah manusia jujur dengan segala kerendahan hati untuk memohon tempat pelampiasan hasrat kepada-Mu, sang Pemilik Alam. Kejujuran adalah sebuah kemurnian, dan ia merupakan benih yang jernih dari kehidupan. Aku sadar, kejujuran yang buruk, lebih baik dibanding dusta yang mulia.
Aku tahu suratku ini adalah surat yang lantang. Aku menulis untukmu sang Pencipta Alam, sedangkan aku adalah ciptaanmu. Aku tidak tahu apakah kau akan membaca surat ini, tapi aku yakin kau sudah tahu apa yang kau tulis, karena kau Maha Melihat. Aku yakin kau akan mengabulkan permintaan ku ini. Tidak sulit bagimu untuk membuka satu tempat khusus untukku di neraka. Tapi tolong, jangan beri tahu kedua orang tua ku tentang surat ini, ia pasti akan menangis tersedu-sedu.
Surat ini adalah sebuah bentuk pilihan kedewasaan sang pemuja hasrat dan pilihan eksistensial ku Tuhan. Ketika surat ini ku tulis, gerhana bulan muncul menggelapkan bumi, diikuti seringai Iblis mewartakan kemahadayaannya. Desahan jutaan manusia yang menikmati hasrat kian terdengar diseluruh dunia, mengikrarkan pemujaan terhadap libido sebagai energi kehidupan. Kehinaan berubah menjadi kesucian dan sebaliknya. Melodi gelora hasrat yang terpendam, membuncah keluar dan menggiring manusia menuju kenikmatan sejati. Izinkan aku menjadi manusia jujur, dengan segala kerendahan hati memecahkan kekakuan hidup dengan perealisasian hasrat. Aku hanya ingin menjadi manusia jujur Tuhan. Meskipun aku tahu diriku adalah sang pendosa, yang bersimbah lumuran api neraka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI