Serangkaian kegiatan yang merefleksikan per-jalanan satu dasawarsa kejadian atau peris-tiwa reformasi bangsa dilakukan banyak pihak. Ada yang bermodel demo, diskusi,
Drs Dadeng Hidayat
dan tema-tema interaktif lainnya. Maka evaluasi terhadap kondisi negara dalam konteks kekinian pun adalah menjadi bagian yang inheren di dalamnya. Lalu apa yang dapat disimpulkan dari rentang waktu sekian tahun pasca reformasi?
Rata-rata kita tentu akan menjawab: Tidak ada hal-hal yang signifikan terjadi terhadap k-ehendak perubahan kepada arah perbaikan, sebagaimana maksud yang terkandung dalam cita-cita reformasi itu sendiri. Kalaupun ada sedikit perubahan, baru pada tataran yang amat sederhana yaitu baru sekadar menyentuh kulit luarnya permasalahan kebangsaan.Â
Rakyat, selaku pemilik sah republik ini belum menikmati perubahan yang cukup berarti, dan tetap dihantui oleh trauma-trauma sosial dan politik yang sempat memberikan stigma tak sedap yang meng-akibatkan terperosoknya bangsa ini ke areal krisis multidimensi.
 Masyarakat tetap gamang dan ragu-ragu terhadap fenomena perubahan yang dijanjikan. Mereka tetap was-was, khawatir, dan cemas kalau-kalau kondisi bukan jadi membaik tetapi malah jauh lebih buruk ketimbang masa sebelum reformasi. Apa sebab? Karena tidak ada jaminan dari pihak mana pun bahwa keadaan memang akan jadi lebih baik di depan dan perubahan itu benar-benar memihak kepada kepentingan rakyat atau masyarakat bangsa ini. Orang tua kita dulu membahasakan dengan: Jauh panggang dari api.
Drs Dadeng Hidayat
Inilah sebuah realita yang harus kita terima. Lebih dari itu, dalam skala mondial atau global, Indonesia ternyata juga ikut digasak oleh kaum imperialis modern dengan menebarkan isu teror dan terorisme. Tak pelak kalangan muslim yang fundamental dijadikan target pengintaian, yang sungguh-sungguh mengganggu tema perjalanan ke arah perbaikan nasib bangsa ini. Inilah yang dinamakan sudah jatuh tertimpa tangga pula itu.
Menyoal reformasi, apa pun upaya dan ikhtiar yang dilakukan oleh para pihak yang kompeten sesuai bidangnya masing-masing memang akan tetap "berjalan di tempat". Jika pun ada perubah-an, jalannya pasti bakal teramat lambat. Mengapa? Sebab, kehendak perbaikan itu tidak menyentuh substansi dan akar permasalahan sebenarnya. Bahwa yang rusak pada kita dan bangsa yang diperjuangkan lewat tetesan darah dan nyawa para syuhada ini adalah soal akhlak. Maka akhlak itulah yang semestinya diperbaiki dan dilempangkan terlebih dulu. Soal-soal yang lain, manakala jiwa-jiwa ini dimodali dengan kekuatan akhlak yang baik dan benar tentu akan mengikutinya dengan tertib teratur.
Rasulullah SAW dalam mengawal perubahan masyarakat di zamannya melakukan metodologi ini. Beliau sendiri yang menjadi sosok teladan untuk diikuti perangainya. Kita amat mengenal kata hikmah ini: "Tidaklah aku diutus melainkan untuk memperbaiki akhlak umat manusia. " Nabi dikenal sebagai reformis agung, karena memang
Drs Dadeng Hidayat
akhlak yang tertanam di dirinya adalah nilai-nilai Qur'ani. Ia mampu mengubah dunia dari "lembah kegelapan" kepada "dataran yang berkecerdasan" yang HAM dan keadilan serta pemilikan rasa tanggung jawab dan kejujuran terbangun di setiap diri masyarakatnya.
Reformasi bangsa ini telah kebablasan, kata sebagian orang. Ya, akan jadi bablas dan lepas kontrol, jika tidak disertai dengan alat kendali. Lalu, apa ukuran bagi berhasil atau tidaknya perjalanan reformasi itu? Tentu bukan bertumpu pada sekadar segi pandang ekonomi, politik, hu-kum, keamanan, dan segala macam nomenklatur pertumbuhan yang terukur dengan nilai-nilai materia belaka; karena semuanya itu akan amat mudah goyah dan rapuh meski dijalankan dengan unsur paksaan yang dapat dipandang pantas dalam konteks pendukungannya.
Tetapi, kalau akhlakul karimah itu dapat ter-bangun dengan baik, tentulah reformasi akan berjalan dengan amat cantiknya. Ini tugas berat kita semua. Adakah kita mampu membangun kembali hati nurani? Jawabnya: harus mampu. Sebab jangan lupa, kita mempunyai tanggung jawab moral terhadap baik dan eloknya generasi bangsa di masa yang akan datang. Ini perlu dicamkan. Kalau akhlakul karimah itu dapat ter-bangun dengan baik, tentulah reformasi akan berjalan dengan amat cantiknya. Ini tugas berat kita semua. Adakah kita mampu membangun kembali hati nurani?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H