Mohon tunggu...
awan swarga
awan swarga Mohon Tunggu... -

sip

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Awas!!! Penyakit Antisosial

8 Oktober 2014   19:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:52 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika saya pernah memesan barang dari toko online konvensional, aku WA dan dia Tanya alamat pengiriman. Aku jawab barang dikirim ke pagar alam. Tapi dia tetap saja mbulet tentang pagaralam dengan pertanyaan detail itu daerah mana? kota apa? di provinsi apa?. Hasttt… terpaksa saya langsung nyuruh dia cek di JNE. Memang tidak banyak orang yang kenal dengan kota pagaralam, padahal orang kota kecil itu selalu bilang bahwa susno duaji (cicak vs buaya), matias muchus bahkan Revalina S temat adalah pesohor dari kota dibawah kaki gunung dempo tersebut. Ketidak populeran kota pagaralam mungkin karena kota ini masih di bawah bayang  kota Palembang. Pantas saja saya pernah berjumpa seseorang marah marah di Kopami (sebangsa metromini-jakarta) dengan menyebut nyebut dirinya itu orang Palembang.  Setelah saya Tanya lebih jauh dia ngaku orang lahat, dan lebih jauh lagi dia baru ngaku orang pagaralam.

RAWAN ANTI SOSIAL Terlepas terkenal atau tidaknya kota pagaralam, kota kecil ini terus berkembang di tengah modernisasinya.sebagian lahan per Kebunan kebun teh yang merupakan salah satu ikon penting kota sejak jaman penjajahan belanda  di babat habis menjadi perkantoran. Bagitu pula hutan karet dan kebut kopi ditebangi demi obsesi membuat bandara. Gaya hidup masyarakatnya pun berubah, suku besemah yang katanya suku yang memegang adat istiadat dan kearifan local mulai kehilangan identitas. Mereka kemudian tumbuh menjadi makhluk individualis layaknya orang orang kota besar macam Jakarta, Surabaya atau bandung. Gejala penyakit social pun muncul. Pernah suatu ketika saya berada sederetan orang antri di ATM (kira kira 7-8 orang), mereka berbaris menunggu giliran. Maklum sebagai kota kecil keberadaan mesin ATM ini juga sangat terbatas. Perlahan satu persatu orang keluar masuk ATM dengan normal, sampai tiba giliranku untuk menggunakan ATM dan ternyata (jrenjeeeeengggg!!) mesin ATM itu tidak dapat di gunakan, setidaknya begitulah yang say abaca pada selembar tulisan yang ditempelkan didepan layar ATM.  Lalu??? Lalu kenapa orang tadi keluar masuk seperti tidak ada masalah? Mereka melenggang saja tanpa memeberitahu orang yang antri dibelakangnya bahwa ATM telah rusak. Sebagai kota kecil yang tersembunyi di pedalaman sumatera kota pagaralam kini rentan terhadap penyakit social. Contoh kecil adalah pristiwa ATM yang saya alami. Para pakar menyebut ketidak pedulian itu dengan penyakit anti social. Teman kampus saya yang kuliah di jurusan sosiologi menjelaskan bahwa pristiwa tersebut merupaka penyakit antisosial yang ringan. Tapi jika kebudayaan yang di adopsi masyarakat cenderung kebudayaan individualis sebagaimana yang mereka liha di televisi, bukan tidak mungkin penyakit antisocial yang di idap masyarakat akan semakin parah, bahkan akan hilangnya rasa kemanusiaan  sebagaimana yang terjadi di Fusan Cina. Dimana masyarakat diam saja ketika seorang bayi berkali kali di lindas truk. Sejenak aku termenung mungkinkah akan terjadi hal sekeji itu di kota kecil ini, berlahan aku juga teringat seorang maling motor yang di gebuki sampai mati di desa tempatku berdinas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun