Fenomena siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tidak bisa membaca menjadi sorotan serius dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di usia yang seharusnya sudah melewati tahap dasar dalam hal literasi, masih ada anak-anak yang kesulitan memahami teks sederhana. Lalu, timbul pertanyaan: salah siapa? Apakah kesalahan ini sepenuhnya berada di pundak siswa, atau ada faktor-faktor lain yang turut berkontribusi?
Peran Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan fondasi yang sangat penting dalam pembentukan kemampuan literasi. Dari TK hingga SD, anak-anak diajarkan huruf, kata, dan kalimat. Di sini, kemampuan dasar membaca harusnya sudah dikuasai sebelum mereka melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, kenyataannya tidak semua siswa mendapatkan fondasi yang kuat.
Pendidikan di tingkat SD sering kali menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kualitas pengajaran, jumlah murid yang terlalu banyak, hingga ketersediaan fasilitas pendidikan yang memadai. Guru yang terpaksa mengajar banyak siswa dalam satu kelas mungkin tidak bisa memberikan perhatian khusus kepada siswa yang mengalami kesulitan. Akibatnya, ada siswa yang "tertular" dan melanjutkan ke jenjang SMP dengan kemampuan membaca yang minim.
Peran Guru dan Kurikulum
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan literasi siswa. Namun, beban yang besar dan kurikulum yang padat sering kali menjadi tantangan. Kurikulum yang ada saat ini kadang-kadang terlalu fokus pada pencapaian target akademik, sehingga aspek pengembangan dasar, seperti kemampuan membaca, kurang mendapatkan perhatian yang memadai.
Selain itu, tidak semua guru dilengkapi dengan metode pengajaran yang efektif dalam menangani siswa dengan kemampuan baca yang rendah. Ada kecenderungan untuk "melanjutkan" materi tanpa memastikan bahwa semua siswa benar-benar memahami apa yang diajarkan. Ketika siswa yang tidak bisa membaca dibiarkan tertinggal, masalah ini hanya akan membesar seiring waktu.
Peran Orang Tua dan Lingkungan
Orang tua merupakan guru pertama bagi anak-anak mereka. Dalam beberapa kasus, minimnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak turut berkontribusi pada rendahnya kemampuan membaca siswa. Di era digital ini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget daripada membaca buku. Kurangnya kebiasaan membaca di rumah menjadi salah satu faktor utama mengapa kemampuan literasi anak-anak menurun.
Lingkungan tempat tinggal juga memainkan peran penting. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang minim akses terhadap buku atau bahan bacaan cenderung mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan membaca. Jika lingkungan tidak mendukung, bahkan dengan pendidikan formal yang baik pun, siswa bisa saja mengalami kesulitan.
Tanggung Jawab Pemerintah
Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan setiap anak mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas. Program-program literasi yang dijalankan harus lebih menyeluruh dan mencapai semua lapisan masyarakat. Perlu adanya evaluasi terhadap kurikulum dan metode pengajaran yang ada, serta penyediaan pelatihan bagi guru untuk menangani siswa dengan berbagai tingkat kemampuan.
Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan ketersediaan fasilitas pendidikan yang memadai, terutama di daerah-daerah terpencil. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi siswa untuk tidak bisa membaca ketika mereka mencapai jenjang SMP.
Tanggung Jawab Kolektif
Tidak bisa membaca bukanlah kesalahan siswa semata. Ini adalah masalah kompleks yang melibatkan banyak pihak. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah atau guru, tetapi juga orang tua, pemerintah, dan masyarakat secara keseluruhan. Diperlukan upaya kolaboratif untuk mengatasi masalah ini.
Masyarakat perlu menyadari pentingnya literasi sebagai fondasi bagi masa depan anak-anak. Kampanye membaca dan inisiatif komunitas bisa menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan minat dan kemampuan membaca di kalangan siswa.
Solusi ke Depan
Untuk mengatasi masalah siswa SMP yang tidak bisa membaca, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Beberapa solusi yang dapat diambil antara lain:
    1. Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar: Pemerintah dan pihak sekolah harus memastikan bahwa setiap anak menerima     Â
      pendidikan dasar yang berkualitas, dengan fokus pada kemampuan literasi.
- Pelatihan Guru: Guru perlu dibekali dengan metode pengajaran yang tepat untuk menangani siswa dengan berbagai tingkat kemampuan membaca. Pelatihan dan workshop literasi bisa menjadi solusi yang efektif.
- Peran Aktif Orang Tua: Orang tua perlu lebih terlibat dalam pendidikan anak, termasuk membangun kebiasaan membaca di rumah. Mendampingi anak saat belajar dan menyediakan buku-buku menarik bisa menjadi langkah awal yang baik.
- Pengembangan Program Literasi: Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu mengembangkan program literasi yang menyeluruh, mencakup semua jenjang pendidikan dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Dengan kerjasama semua pihak, diharapkan masalah ini dapat diatasi sehingga setiap anak di Indonesia bisa memiliki kemampuan literasi yang baik. Membangun generasi yang literat bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi tanggung jawab kita bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H