Di tengah hutan Kalimantan yang rimbun dan asri, terdapat sebuah kampung kecil bernama Desa Lestari. Desa ini terkenal dengan keindahan alamnya serta warganya yang memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Di desa inilah aku, Ardi, tinggal dan dibesarkan. Sejak kecil, aku telah diajarkan oleh ayahku untuk merawat hutan. "Hutan adalah paru-paru duSafa, Nak. Tanpa hutan, kita tidak bisa bernapas dengan lega," kata ayahku saat kami menanam pohon bersama.
Suatu hari, saat aku sedang melakukan patroli rutin di hutan, aku bertemu dengan seorang gadis yang tak pernah kulihat sebelumnya. Dia sedang memungut sampah yang berserakan di sepanjang jalan setapak. Dengan rambut panjang yang diikat ekor kuda dan wajah penuh semangat, dia terlihat sangat fokus pada pekerjaannya. "Hai, boleh aku membantu?" tanyaku sambil tersenyum. Dia menoleh dan membalas senyumanku, "Tentu saja, semakin banyak yang peduli pada hutan, semakin baik."
Namanya adalah Safa, seorang relawan dari kota yang memiliki misi untuk menjaga kelestarian hutan Kalimantan. Kami mulai bekerja bersama, memungut sampah, menanam pohon, dan membuat tempat penampungan air bagi satwa liar. Semakin sering kami bekerja bersama, semakin aku mengenalnya. Safa adalah seorang yang penuh semangat dan dedikasi. Dia bercerita bahwa kecintaannya pada alam dimulai saat dia masih kecil, ketika kakeknya mengajaknya berkemah di hutan. "Sejak saat itu, aku tahu bahwa aku ingin melakukan sesuatu untuk menjaga bumi ini," katanya dengan mata berbinar.
Hari demi hari berlalu, kami semakin dekat. Bukan hanya karena hobi yang sama, tetapi juga karena kami saling mengerti dan mendukung satu sama lain. Aku merasa menemukan sahabat sejati, seseorang yang memiliki tujuan hidup yang sama. Hingga suatu hari, di tengah hutan yang sunyi dan hanya diiringi suara burung dan angin yang berhembus, aku menyadari bahwa perasaanku pada Safa telah tumbuh menjadi lebih dari sekadar persahabatan. Aku mencintainya.
Namun, aku tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Setiap kali kami bekerja bersama, aku selalu ragu untuk mengatakan apa yang ada di hatiku. Hingga suatu hari, saat kami sedang beristirahat di bawah pohon besar setelah menanam beberapa pohon baru, Safa tiba-tiba berkata, "Ardi, ada sesuatu yang ingin kubicarakan." Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat. "Apa itu, Safa?"
Dia tersenyum manis dan berkata, "Aku senang bisa bertemu denganmu dan bekerja bersamamu di sini. Kau membuatku merasa seperti di rumah, dan aku merasa kita bisa melakukan banyak hal baik bersama." Aku merasa ada harapan dalam kata-katanya. "Safa, aku juga merasa demikian. Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kukatakan sejak lama," kataku dengan gugup.
Dia menatapku dengan penuh perhatian. "Aku mencintaimu, Safa. Bukan hanya karena kita berbagi hobi yang sama, tetapi karena aku merasa kamu adalah bagian dari hidupku yang tak tergantikan." Safa terdiam sejenak, kemudian tersenyum lebar. "Aku juga mencintaimu, Ardi. Aku senang kita akhirnya bisa mengatakannya."
Sejak saat itu, kami bukan hanya bekerja sama sebagai teman, tetapi juga sebagai pasangan. Kami semakin giat merawat hutan, bahkan mengajak lebih banyak orang untuk bergabung dengan kami. Kami ingin Desa Lestari menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam menjaga kelestarian alam.
Beberapa bulan kemudian, di bawah pohon besar tempat kami sering beristirahat, aku melamar Safa. Dengan mata berkaca-kaca, dia menerima lamaranku. Kami menikah dengan sederhana di desa, dikelilingi oleh keluarga, teman-teman, dan tentunya, hutan yang telah kami rawat bersama.
Hobi merawat hutan yang membawa kami bertemu, kini menjadi bagian dari kehidupan kami sebagai pasangan suami istri. Kami berjanji untuk selalu menjaga hutan ini, bukan hanya untuk kami, tetapi untuk generasi mendatang. Hutan Kalimantan yang asri dan indah ini akan selalu menjadi saksi bisu dari kisah cinta kami yang berawal dari dedikasi pada alam.
Hari-hari setelah pernikahan kami dipenuhi dengan kebahagiaan dan semangat baru. Bersama-sama, kami merencanakan banyak kegiatan untuk menjaga kelestarian hutan. Kami mengadakan workshop untuk penduduk desa tentang pentingnya hutan dan bagaimana cara merawatnya. Kami juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk mengedukasi anak-anak tentang lingkungan sejak dini.
Namun, tak selamanya perjalanan kami mulus. Suatu hari, kami mendengar kabar bahwa ada perusahaan yang ingin membuka lahan baru untuk perkebunan sawit di dekat desa kami. Kabar ini membuat kami khawatir karena hal tersebut bisa merusak ekosistem hutan yang telah kami jaga dengan susah payah. Safa dan aku segera mengumpulkan warga desa untuk membahas masalah ini. Kami sepakat untuk melawan rencana tersebut dengan segala cara yang kami bisa.
Kami mulai dengan menggalang dukungan dari masyarakat luas. Kami membuat petisi dan menyebarkannya secara online. Dukungan mengalir dari berbagai penjuru, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kami juga mengadakan demonstrasi damai di kantor pemerintahan setempat, membawa spanduk dan poster yang menuntut agar hutan tetap dilestarikan.
Sementara itu, di desa, kami melakukan patroli lebih sering untuk memastikan tidak ada aktivitas ilegal yang merusak hutan. Pada suatu malam, saat sedang berpatroli, aku dan Safa menemukan beberapa orang yang sedang menebang pohon secara ilegal. Kami segera menghubungi pihak berwenang dan meminta bantuan. Berkat kerja sama yang baik antara warga desa dan pihak berwenang, para pelaku berhasil ditangkap.
Meski begitu, tekanan dari perusahaan sawit semakin besar. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan izin membuka lahan, termasuk menawarkan uang kepada beberapa warga desa. Kami tahu bahwa perjuangan ini tidak akan mudah, tetapi kami tidak menyerah. Kami terus menggalang dukungan dan mencari cara untuk melindungi hutan kami.
Suatu hari, seorang jurnalis dari luar negeri yang tertarik dengan perjuangan kami datang ke desa untuk meliput. Dia membuat dokumenter tentang Desa Lestari dan perjuangan kami melawan perusakan hutan. Dokumenter itu tayang di berbagai platform dan mendapatkan perhatian internasional. Dukungan terus mengalir, dan tekanan terhadap pemerintah semakin kuat untuk menolak izin perusahaan sawit tersebut.
Pada akhirnya, setelah berbulan-bulan berjuang, kami mendapatkan kabar baik. Pemerintah memutuskan untuk menolak izin pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit di dekat desa kami. Kabar ini disambut dengan suka cita oleh seluruh warga desa. Kami merayakan kemenangan ini dengan mengadakan acara syukuran di tengah hutan, tempat yang selalu kami jaga dengan penuh cinta.
Perjuangan kami membuahkan hasil. Desa Lestari tetap menjadi surga kecil yang hijau dan asri. Kami merasa bangga dan bahagia karena bisa melindungi hutan ini, bukan hanya untuk kami tetapi juga untuk generasi mendatang. Safa dan aku semakin yakin bahwa cinta kami yang berawal dari hobi merawat hutan, akan terus tumbuh dan kuat seiring waktu.
Kami terus berjuang dan berinovasi untuk menjaga kelestarian hutan. Kami membangun pusat edukasi lingkungan di desa, tempat anak-anak dan orang dewasa bisa belajar tentang pentingnya menjaga alam. Kami juga mengembangkan ekowisata, sehingga lebih banyak orang bisa datang dan merasakan keindahan serta ketenangan hutan yang kami jaga.
Tahun demi tahun berlalu, dan Desa Lestari menjadi contoh bagi banyak desa lain di seluruh Indonesia. Kami bangga bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman kami dalam merawat hutan. Cinta kami pada alam telah menyatukan kami, dan kami akan terus berjuang untuk menjaga bumi ini tetap hijau.
Pada akhirnya, hobi merawat hutan bukan hanya membawa kami ke pelaminan, tetapi juga memberi kami tujuan hidup yang berarti. Kami bersyukur bisa hidup di tengah alam yang indah, dan kami berjanji untuk selalu menjaga dan merawatnya, untuk kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H