Akhirnya Cahaya datang Juga
Malam itu, hujan turun deras. Jalanan kota Jakarta penuh dengan gemerlap lampu kendaraan yang terpantul dari genangan air di aspal. Di sudut sebuah kafe kecil, duduk seorang pria bernama Reza. Matanya sesekali melirik pintu masuk, berharap seseorang yang dinantinya segera datang.
Reza mengenal Meri saat mereka masih kuliah. Meri adalah gadis cerdas dengan senyum manis yang selalu membuat Reza terpana. Mereka sering bersama, belajar, dan berbagi cerita. Namun, setelah lulus, mereka jarang bertemu. Pekerjaan dan kesibukan masing-masing membuat mereka semakin jauh.
Beberapa hari yang lalu, Reza mendapat pesan dari Meri. Gadis itu ingin bertemu. Tanpa berpikir panjang, Reza langsung setuju. Hatinya berdebar-debar, penuh harap sekaligus cemas. Ada sesuatu dalam pesan Meri yang membuatnya khawatir. Sesuatu yang terdengar seperti panggilan darurat.
Pintu kafe terbuka, dan Meri muncul. Basah kuyup oleh hujan, namun tetap cantik seperti biasa. Reza segera berdiri dan menyambutnya. "Meri, kamu basah semua. Duduk sini, aku pesankan minuman hangat."
Meri tersenyum tipis, lalu duduk di kursi di hadapan Reza. "Terima kasih, Reza."
Reza memanggil pelayan dan memesan dua cangkir kopi. Setelah pelayan pergi, dia kembali menatap Meri. "Apa yang terjadi, Meri? Kenapa kamu ingin bertemu malam ini?"
Meri menghela napas panjang. Matanya berkaca-kaca. "Reza, aku... aku tidak tahu harus mulai dari mana."
Reza meraih tangan Meri, menggenggamnya erat. "Katakan saja, Meri. Aku di sini untukmu."
Meri terdiam sejenak, lalu mulai bercerita. "Reza, aku sedang menghadapi masalah besar. Orang tuaku ingin aku menikah dengan pria pilihan mereka. Aku... aku tidak mencintainya. Tapi mereka mendesakku, dan aku tidak tahu harus bagaimana."