Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Di Balik Sebuah Lukisan

18 Juli 2024   12:39 Diperbarui: 18 Juli 2024   14:30 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, hujan turun dengan derasnya di sebuah kota kecil. Kilat menyambar sesekali, menerangi rumah tua di ujung jalan yang seolah telah berdiri di sana selama berabad-abad. Rumah itu dikenal sebagai Rumah Wahidin, warisan dari keluarga terpandang yang kini hanya dihuni oleh seorang lelaki tua bernama Pak Ali. Pak Ali adalah seorang pelukis terkenal, meskipun akhir-akhir ini dia lebih sering menghabiskan waktunya dalam kesendirian.

Suatu hari, seorang gadis muda bernama Ainun, yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di bidang seni, mendapatkan tawaran untuk bekerja di rumah Pak Ali. Dia akan membantu merapikan studio lukisannya yang penuh dengan karya-karya lama dan alat lukis yang berdebu. Ainun menerima tawaran itu dengan senang hati. Kesempatan untuk bekerja dengan pelukis legendaris adalah impian yang menjadi kenyataan baginya.

Setibanya di rumah Pak Ali, Ainun disambut oleh suasana yang sunyi dan mencekam. Pak Ali, dengan senyum ramah namun mata yang menyiratkan kelelahan, mengajaknya masuk. "Studio ada di lantai dua," katanya. "Silakan mulai dari sana. Ada banyak lukisan lama yang perlu ditata."

Ainun mulai bekerja dengan antusias. Di studio yang luas itu, dia menemukan berbagai lukisan dengan berbagai gaya dan warna. Namun, ada satu lukisan yang menarik perhatiannya. Lukisan itu tergantung di dinding ruangan. Lukisan itu menampilkan seorang wanita setengah baya dengan ekspresi sedih. Ada sesuatu yang misterius dalam tatapan wanita itu, seolah-olah dia mencoba menyampaikan sesuatu.

Ketika Ainun hendak memindahkan lukisan itu, dia merasa ada sesuatu yang aneh. Lukisan itu lebih berat dari yang seharusnya. Dengan hati-hati, dia menurunkan lukisan itu dan memperhatikannya lebih dekat. Di belakang kanvas, terdapat sebuah tulisan tangan yang samar-samar terbaca: "Kebenaran tersembunyi di balik ini."

Ainun merasakan bulu kuduknya meremang. Dengan penuh rasa ingin tahu, dia menyingkirkan kain kanvas di bagian belakang lukisan dan menemukan sebuah kompartemen rahasia. Di dalamnya, terdapat sebuah buku catatan yang usang. Ainun membuka buku catatan itu dan mulai membaca isinya. Catatan itu ditulis oleh Pak Ali sendiri, mengungkapkan rahasia yang selama ini disembunyikan.

Catatan itu bercerita tentang seorang wanita bernama Melati, yang pernah menjadi kekasih Pak Ali di masa mudanya. Melati adalah wanita dalam lukisan itu. Suatu malam, Melati menghilang secara misterius di hutan dekat rumah mereka. Pak Ali mencarinya tanpa henti, namun hanya menemukan sebuah gelang perak milik Melati yang tertinggal di tepi sungai.

Pak Ali tidak pernah melaporkan kehilangan Melati kepada polisi. Dia yakin bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar hilangnya seorang wanita. Dia mencurigai bahwa Melati diculik oleh seseorang yang dikenal baik oleh mereka berdua. Namun, tanpa bukti yang cukup, Pak Ali tidak bisa berbuat banyak. Satu-satunya cara untuk mengingat Melati adalah melalui lukisan itu, yang dia buat dengan harapan bisa menemukan petunjuk lebih lanjut suatu hari nanti.

Ainun merasa sedih dan terharu membaca cerita itu. Dia memutuskan untuk bertanya langsung kepada Pak Ali tentang kebenaran di balik lukisan itu. Dengan hati-hati, dia membawa buku catatan itu dan menemui Pak Ali yang sedang duduk di ruang tamu.

"Pak, saya menemukan ini di balik lukisan Melati," kata Ainun dengan suara pelan. "Apa yang sebenarnya terjadi pada dia?"

Pak Ali menatap buku catatan itu dengan mata yang berkaca-kaca. Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Melati adalah cinta sejati saya," katanya. "Ketika dia menghilang, sebagian dari jiwa saya juga ikut hilang. Saya tidak pernah berhenti mencari tahu apa yang terjadi padanya, namun semua usaha saya sia-sia."

Tiba-tiba, sebuah kilat menyambar dan lampu di rumah itu padam. Ainun dan Pak Ali duduk dalam kegelapan, hanya diterangi oleh kilat yang sesekali menyambar. Dalam kegelapan itu, Ainun merasakan kehadiran seseorang. Dia berbalik dan melihat bayangan seorang wanita berdiri di pintu. Bayangan itu tampak familiar, seperti sosok dalam lukisan.

"Melati?" bisik Pak Ali dengan suara gemetar.

Bayangan itu tidak menjawab, namun perlahan berjalan mendekat. Ainun merasa takut namun juga penasaran. Ketika bayangan itu semakin mendekat, sebuah petir menyambar dengan keras, dan seketika itu juga, bayangan itu menghilang. Lampu kembali menyala, dan Ainun melihat bahwa di tempat bayangan itu berdiri, terdapat sebuah gelang perak yang berkilauan di lantai.

Pak Ali mengambil gelang itu dengan tangan gemetar. "Ini milik Melati," katanya dengan suara serak. "Dia mencoba memberitahu kita sesuatu."

Ainun memandang Pak Ali dengan penuh pengertian. "Mungkin ini petunjuk yang kita cari," katanya. "Kita harus mencari tahu lebih lanjut tentang apa yang terjadi pada Melati."

Dengan gelang perak di tangan, Pak Ali dan Ainun bertekad untuk memecahkan misteri di balik hilangnya Melati. Mereka sadar bahwa kebenaran yang tersembunyi di balik lukisan itu adalah awal dari perjalanan panjang untuk mengungkap rahasia yang selama ini tertutup oleh waktu dan kegelapan.

Dengan gelang perak di tangan, Pak Ali dan Ainun memutuskan untuk memulai penyelidikan mereka di tempat di mana Melati terakhir kali terlihat hutan gelap di pinggir kota. Malam itu juga, mereka mengumpulkan peralatan dan berangkat menuju hutan. Hujan telah berhenti, namun suasana tetap mencekam. Bayangan pepohonan tinggi menjulang seperti sosok-sosok gelap yang mengawasi mereka.

Pak Ali memegang erat gelang perak Melati, sementara Ainun membawa senter untuk menerangi jalan mereka. Mereka berjalan dalam diam, hanya suara langkah kaki dan derit pepohonan yang terdengar. Setelah beberapa waktu, mereka sampai di tepi sungai tempat Pak Ali dulu menemukan gelang itu.

"Di sini," kata Pak Ali dengan suara pelan. "Ini tempat terakhir aku melihat sesuatu milik Melati."

Ainun mengamati sekeliling dengan seksama. "Mungkin ada petunjuk lain yang kita lewatkan," katanya sambil mengarahkan sinar senternya ke tanah dan sekitarnya.

Setelah beberapa saat, Ainun melihat sesuatu yang mencurigakan di bawah salah satu pohon besar. "Pak Ali, lihat ini," panggilnya. Di bawah pohon itu terdapat sebuah ukiran kecil, hampir tidak terlihat, yang tampak seperti simbol atau tanda.

Pak Ali mendekat dan memperhatikan ukiran itu. "Ini adalah simbol yang sama dengan yang ada di gelang Melati," katanya dengan nada terkejut. "Aku ingat sekarang. Melati pernah bilang bahwa ini adalah simbol keluarganya, yang hanya mereka yang tahu."

Ainun merasa bahwa mereka semakin dekat dengan jawaban. "Mungkin ini semacam penanda," katanya. "Mari kita lihat sekeliling pohon ini."

Mereka mulai memeriksa area sekitar pohon itu dengan lebih teliti. Setelah beberapa saat, Pak Ali menemukan sebuah papan kayu yang tersembunyi di bawah tumpukan daun. Mereka mengangkat papan itu dan menemukan sebuah lorong gelap yang tampaknya telah lama tertutup.

"Ini seperti pintu masuk ke suatu tempat," kata Pak Ali dengan nada bingung. "Mungkin Melati dibawa ke sini."

Ainun menyalakan senternya dan mulai menuruni lorong itu dengan hati-hati, diikuti oleh Pak Ali. Lorong itu sempit dan berliku-liku, namun setelah beberapa meter, mereka tiba di sebuah ruangan kecil yang diterangi oleh lilin-lilin tua yang hampir habis.

Di tengah ruangan itu terdapat meja kayu dengan buku-buku tua dan berbagai alat yang tampak seperti peralatan ritual. Di dinding, ada banyak lukisan-lukisan kecil yang menggambarkan wanita-wanita dengan simbol yang sama seperti yang ada di gelang Melati. Namun, ada satu lukisan yang menarik perhatian mereka lukisan Melati.

"Lihat," bisik Pak Ali. "Itu Melati. Apa yang mereka lakukan padanya?"

Ainun memeriksa meja dan menemukan sebuah buku yang tampak seperti jurnal. Dia membuka halaman pertama dan membaca dengan suara keras:

"Ini adalah catatan keluarga kami. Kami adalah penjaga rahasia kuno yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap wanita dalam keluarga kami memiliki kekuatan untuk melihat masa depan, dan mereka harus dilindungi dengan segala cara."

Pak Ali menatap lukisan Melati dengan mata berkaca-kaca. "Melati pernah bercerita tentang keluarganya yang misterius, tapi aku tidak pernah menyangka akan sejauh ini."

Ainun melanjutkan membaca jurnal itu. "Melati dibawa ke sini untuk dilindungi dari bahaya yang mengancam keluarganya. Namun, dia tidak ingin hidup tersembunyi, jadi dia mencoba melarikan diri. Malam itu, dia berlari ke hutan dan menghilang."

Tiba-tiba, sebuah suara lembut terdengar dari sudut ruangan. "Terima kasih telah menemukanku."

Pak Ali dan Ainun berbalik dan melihat bayangan Melati berdiri di sana. Meski bayangan itu tampak rapuh, ada ketenangan dalam suaranya.

"Melati!" Pak Ali berlari mendekat, namun bayangan itu mengangkat tangannya.

"Aku tidak benar-benar hidup lagi, tapi rohku terjebak di sini, di antara dunia ini dan dunia lain. Kalian telah menemukan kebenaran, dan sekarang saatnya untuk melepaskanku."

Ainun dengan cepat memahami apa yang harus dilakukan. Dia mengambil buku catatan dan memulai ritual yang tertulis di dalamnya. Dengan setiap kata yang diucapkan, bayangan Melati semakin memudar, hingga akhirnya hanya ada kedamaian yang tersisa.

Pak Ali menangis terisak, namun juga merasa lega. "Terima kasih, Ainun. Kamu telah membantuku menemukan kedamaian."

Ainun tersenyum lembut. "Ini adalah tugas kita. Untuk mengungkap kebenaran dan membawa kedamaian."

Dengan hati yang lega, mereka meninggalkan hutan itu. Kebenaran telah terungkap, dan roh Melati kini beristirahat dengan tenang. Lukisan itu kini menjadi simbol cinta dan pencarian kebenaran yang abadi, tersimpan dengan aman di rumah Pak Ali, mengingatkan semua orang tentang kekuatan cinta dan keberanian untuk menghadapi misteri yang tersembunyi di balik lukisan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun