"Padahal warga yang protes itu membawa parang karena ada yang dari kebun. Seperti masyarakat kampung lainnya yang menggunakan parang setiap hari untuk bercocok tanam," kata Usat dengan nada sedih.
Konflik ini memang berlangsung cukup lama, hampir dua tahun. Warga hanya meminta lahannya dikembalikan karena akan dijadikan kebun bersama.
Setelah menjalani pemeriksaan, seluruh warga kemudian dipulangkan. Usat dan dua rekannya menjalani wajib lapor. Anehnya, proses hukum ketiganya berjalan dengan pasal berlapis tersebut. Kini Usat mengaku tidak mau protes lagi. Ia dan warganya ketakutan.
"Kami diam saja, takut. Bingung juga mau melakukan apa. Warga trauma," katanya singkat.
PT MSJ memang termasuk paling banyak menghadapi konflik dengan warga sekitar. Catatan saya, pada tahun 2009 lalu sejumlah warga juga berdemo menuntut ganti rugi lahan yang diserobot perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H