Berbicara soal Alun-Alun Kidul (baca: Alun-Alun Selatan) atau yang seringkali disingkat dengan Alkid. Siapa sih warga Jogja yang belum familiar dengan wisata ikonik ini?
Secara geografis, Alun-Alun Kidul terletak di Kota Yogyakarta, tepatnya di sebelah selatan Keraton yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I, di akhir abad 18.Â
Pada awal pembangunanya, Alun-Alun ini dijadikan sebagai tempat untuk melaksanakan ritual ataupun upacara keratonan, sekaligus sebagai bagian dari strategi pertahanan. Disinilah dahulunya para prajurit keraton berlatih, mengasah kemampuan bela dirinya. Namun seiring berjalannya waktu, tempat ini mengalami alokasi fungsi menjadi ruang publik dan sampai saat ini kita temui sebagai kawasan wisata kuliner dan hiburan lainnya.
Seakan menjadi primadona di tengah kota, tempat ini jauh dari kata sepi. Sebab, sedari matahari terbit hingga langit temaram selalu saja ramai oleh aktivitas pengunjung, mulai dari berolahraga, hunting foto, bersantai, serta permainan dari berbagai jenis hiburan yang tersedia, juga tentu yang tak boleh terlewatkan adalah mencicipi kelezatan aneka jajanan di sepanjang jalan.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang telah penulis lakukan, terdapat sekitar 500 pedagang yang menjajakan makanan dan minuman dengan variasi yang berbeda-beda, mulai dari pedas manis, asin gurih, tradisional hingga kekinian, semua tersedia disana. Jumlah pengunjungnya tentu tak kalah banyak, berkisar dari angka ratusan hingga ribuan tiap harinya. Bisa anda bayangkan betapa ramainya tempat ini setiap harinya?!
Sebagai arena publik, seyogyanya tempat ini memiliki fasilitas yang dapat mendukung kebutuhan dasar pengunjung di ruang publik, tak terkecuali pada aspek sanitasi lingkungan dan higienitas. Apakah yang dimaksud dengan sanitasi itu?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan sanitasi sebagai usaha untuk mengawasi lingkungan fisik yang dapat berpengaruh terhadap manusia terutama pada hal- hal yang mempengaruhi efek dan merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan juga kelangsungan hidup.Â
Terkait fasilitas sanitasi, sepertinya hal ini menjadi topik yang menarik untuk kita kulik, utamanya pada tempat-tempat umum yang ada di sekitar kita, khususnya lagi pada Alun-Alun Kidul yang seringkali menjadi pilihan destinasi warga lokal maupun wisatawan saat berkunjung ke Kota Jogja.
Mari menilik satu persatu. Pertama, sebelum memutuskan membeli sebuah jajanan, pastikan dulu sanitasi lingkungan sekitar maupun higienitas makanan dari penjual itu aman untuk dikonsumsi. Sesederhana, tidak ada vektor yang beterbangan di sekitar ataupun penjamah makanan telah menerapkan konsep sanitasi yang baik seperti jajakan yang jauh dari sumber penularan patogen, memakai sarung tangan serta peralatan yang digunakan dicuci dan disimpan pada tempat yang bersih dan tertutup.
Setelah jajanan dikantongi, maka yang akan dilakukan tentunya adalah bersiap untuk menyantapnya. Eitsss, jangan lupa untuk memastikan dulu tangan dalam kondisi bersih sebelum menyentuh makanan yang akan kita konsumsi. Namun, dimanakah kita bisa membasuh tangan dengan air untuk menghilangkan kuman dan bakterinya? Apakah ada fasilitas yang tersedia di kawasan tersebut? Hasil pengamatan mengatakan, tidak ada.Â
Sebagai ruang publik dan terbuka, peluang terjadinya kontaminasi pada makanan yang tidak memiliki penutup sangat dimungkinkan, mengingat kawasan ini tergolong sebagai wilayah yang cukup gersang sehingga makanan yang dikonsumsi bisa saja terpapar debu yang beterbangan, polusi dari kendaraan yang lalu-lalang, juga kontaminasi bakteri atau patogen lainnya yang berasal dari vektor, terlebih jika tempat sampah yang disediakan tidak berpenutup.Â
Kita ambil contoh salah satu vektor yang biasa dijumpai, lalat. Salah satu hewan yang dapat menyebarkan kuman penyebab penyakit dari sampah ke orang atau makanan. Serangga ini juga kerap kali hinggap di tempat-tempat lembab dan kotor, seperti sampah dan dapat menularkan berbagai jenis patogen yang mengakibatkan penyakit pada manusia atau hewan. Diantaranya adalah thypoid, kolera, disentri, antraks, diare.Â
Selepas mengonsumsi, tentunya yang tersisa hanyalah plastik dan kresek dari makanan yang tersebut. Kemana muaranya? tempat sampah tentunya. Di beberapa sudut bisa kita lihat secara terang benderang keranjang sampah berwarna hijau yang telah disediakan oleh pihak paguyuban. Namun demi menuntaskan rasa penasaran, penulis menyempatkan berkeliling lokasi mengamati setiap pembuangan yang tersebar di beberapa titik dan menemui jumlah akhir sebanyak 24 keranjang dengan kondisi yang sudah engap dengan luapan sampah, tak sedikit juga harus jatuh berserakan di sekitarnya. Kondisi ini dapat menimbulkan bau yang tak sedap, mengganggu kenyamanan pengunjung, estetika lingkungan serta akan menjadi sumber penularan penyakit.
Alih-alih ingin menikmati lezatnya hidangan kuliner di tempat tersebut, nyatanya ancaman terjadinya masalah kesehatan membuntuti dibelakangnya.Â
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta melaporkan kasus keracunan makanan selalu menempati peringkat pertama pada Kejadian Luar Biasa (KLB) di DIY. Pada Tahun 2018 sebanyak 345 kasus, 2019 terdapat 53 kejadian dan pada tahun 2020 sebanyak 22 kasus kejadian keracunan makanan. Penurunan angka setiap tahunnya diasumsikan karena adanya pandemi covid-19 yang membatasi gerak masyarakat. Selain itu juga dimungkinkan karena penerapan perilaku hidup yang bersih dan sehat masyarakat yang meningkat, salah satunya dengan kebiasaan cuci tangan dengan sabun dan hygiene lingkungan.
Nah, dalam rangka membenahi sanitasi di Wisata Kuliner Alun-Alun Kidul, sekiranya beberapa hal perlu dilakukan:
Kerjasama pemerintah dengan pihak paguyuban dalam melakukan peningkatan infrastruktur sanitasi seperti menyediakan wastafel/keran air untuk mencuci tangan. Selain itu, toilet umum yang tersedia diharapkan tetap terjaga dan terawat serta jumlahnya paling tidak dapat mengcakupi jumlah pengunjung setiap harinya.
Manajemen pengelolaan sampah yang baik. Hal ini juga menjadi PR yang harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan di kemudian hari, melihat kondisi tempat sampah yang ada masih memungkinkan terjadinya kontaminasi, sehingga rekomendasi untuk peningkatan sanitasi ini dengan penambahan jumlah dengan tetap memperhatikan kelayakannya serta menerapkan konsep pemilahan sampah agar limbah yang memungkinkan bisa diolah kembali serta sebagai bentuk kontribusi pada pengurangan volume sampah pada TPA.
Memberikan edukasi dan pendampingan terkait pengelolaan dan penyajian makanan yang higienis kepada para pedagang yang ada di Alun-Alun Kidul.
Melakukan monitoring serta penegakan regulasi yang tegas dalam memantau kebersihan, agar keindahan Alun-Alun tetap terjaga. Dengan terciptanya sanitasi yang baik pengunjung bisa menikmati berbagai kuliner yang tersedia tanpa perlu merasa was-was lagi.
Pembenahan tentu tak akan maksimal jika hanya mengandalkan pihak pemerintah dan paguyuban saja, dukungan dari masyarakat juga sangat diperlukan untuk menjaga kebersihan dan keindahan Alun-Alun Kidul, salah-satunya adalah dengan bertanggung jawab pada sampah masing-masing dan membuangnya pada tempat yang telah disediakan.
Referensi:
Pasar Kota Gede. (2021). Napak Tilas Sejarah Alun-Alun Kidul Yogyakarta. https://sibakuljogja.jogjaprov.go.id, Diakses 25 September 2024.
Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Makassar. (2016). Sanitasi. https://kesling.poltekkes-mks.ac.id, Diakses 25 September 2024.
Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan. (2024). Kendalikan Lalat, Cegah Penyakit. https://b2p2vrp.litbang.kemkes.go.id, Diakses 25 September 2024.
Dinkes DIY. (2020). Gambaran KLB di DIY Tahun 2020. https://dinkes.jogjaprov.go.id, Diakses 24 September 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H