Mohon tunggu...
Awalia Kholifatur Riska
Awalia Kholifatur Riska Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hallo semuanya selamat datang, terimakasih telah berkunjung ke profile kami!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Fenomena " No Viral No Justice" Mengapa Media Sosial Menjadi Penyelamat Keadilan?

6 Januari 2025   23:00 Diperbarui: 6 Januari 2025   23:57 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena "No Viral No Justice" telah menjadi sorotan utama dalam diskusi mengenai penegakan hukum di era digital. Istilah ini menunjukkan fakta bahwa aparat penegak hukum kurang memperhatikan kasus kejahatan dan ketidakadilan jika tidak ada tekanan dari media sosial. Media sosial membantu menjaga keadilan dalam situasi seperti ini dengan mendorong masyarakat untuk menyuarakan pendapat mereka dan menuntut tindakan terhadap kasus-kasus yang sering kali terabaikan.

Akar Masalah: Ketidakpercayaan Terhadap Sistem Hukum

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan merupakan faktor utama yang melatarbelakangi fenomena ini. Banyak kasus yang tidak ditindaklanjuti secara serius oleh aparat hukum hingga isu tersebut viral di media sosial. Misalnya, kasus penganiayaan seorang karyawati toko roti di Jakarta Timur, DAD (19), baru mendapatkan perhatian setelah video penganiayaan tersebut viral. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan sering kali hanya tercapai setelah adanya desakan publik yang kuat.

Media sosial memberi orang kesempatan untuk menyuarakan ketidakadilan. Tagar seperti #NoViralNoJustice dan #KeadilanUntukSemua digunakan untuk menarik perhatian terhadap masalah hukum yang mendesak dan mengubah insiden lokal menjadi masalah nasional atau internasional. Kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual seringkali baru mendapat perhatian yang serius setelah viral di media sosial.

Dampak Positif dan Negatif Media Sosial

Di satu sisi, media sosial memberi masyarakat kesempatan untuk mengungkapkan ketidakadilan yang mereka saksikan atau alami. Platform ini membuat kasus-kasus yang sebelumnya tidak terdengar menjadi perhatian nasional. Contohnya, kasus kekerasan oleh aparat yang sebelumnya tertutupi atau pelecehan seksual di institusi pendidikan sekarang dapat diungkap melalui viralitas di media sosial.

Sebaliknya, ketergantungan pada media sosial untuk menuntut keadilan juga menimbulkan masalah. Tidak semua kasus berpotensi menjadi viral, terutama dalam kasus di mana korban tidak memiliki akses atau keberanian untuk membagikannya secara online. Ini menghasilkan ketidakadilan baru di mana hanya kasus yang "menarik perhatian" yang ditangani sementara kasus lain terabaikan.

Untuk mengatasi fenomena ini, sistem hukum harus direformasi secara menyeluruh. Akuntabilitas dan transparansi harus menjadi prioritas utama. Penegak hukum harus dilatih untuk menanggapi laporan masyarakat tanpa mempertimbangkan tekanan media sosial. Selain itu, memastikan bahwa setiap kasus ditangani secara adil dan profesional dapat dicapai melalui sistem pelaporan yang mudah diakses dan diawasi secara ketat.

Pemerintah juga harus bekerja sama dengan masyarakat sipil agar persepsi terhadap sistem hukum menjadi lebih baik. Kampanye edukasi hukum dapat membantu orang lebih memahami hak-hak mereka dan bagaimana melaporkan pelanggaran hukum tanpa bergantung pada viralitas. Oleh karena itu, keadilan sekarang merata untuk semua orang, bukan hanya mereka yang memiliki akses ke media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun