Melalui proses ini, saya dapat lebih memahami peran seorang pemimpin dalam mengelola sumber daya sekolah dan mempersiapkan diri untuk mengimplementasikan pembelajaran tersebut dalam praktik sehari-hari sebagai seorang guru penggerak.
2. Perasaan (Feeling)
Sebelum mengeksplorasi modul 3.2, saya awalnya terfokus pada kekurangan dan masalah yang ada di sekolah, serta pandangan bahwa aset sekolah hanya sebatas sarana dan prasarana fisik. Namun, setelah meresapi materi tentang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, pandangan saya berubah secara mendalam. Saya menyadari pentingnya berpikir berbasis aset atau kekuatan dalam mengelola sekolah.
Pandangan berbasis aset ini membuka mata saya untuk mengoptimalkan potensi yang ada di sekolah, bukan hanya dari segi fasilitas fisik, tetapi juga dari segi kekuatan internal yang dimiliki oleh komunitas sekolah. Seorang pemimpin harus mampu memaksimalkan potensi ini agar dapat menggerakkan ekosistem sekolah menuju pola pikir yang positif dalam pengembangan pendidikan.
Setelah menyelesaikan modul, saya merasa sangat senang, bersemangat, dan optimis. Saya menyadari bahwa sekolah memiliki begitu banyak aset dan potensi yang belum tergali dan dimanfaatkan secara optimal. Saya juga gembira karena dapat berbagi praktik baik tentang pemetaan aset sekolah dengan rekan-rekan sejawat. Dengan memetakan aset yang ada, kami dapat merencanakan program-program yang berdampak positif bagi siswa.
Hasil dari pemetaan aset ini membuat kami semakin optimis dalam memanfaatkan sumber daya yang kami miliki untuk mengembangkan sekolah yang berdampak positif bagi siswa. Selain itu, saya juga merasa senang dapat mengajak rekan-rekan sejawat untuk berpikir berbasis kekuatan. Dengan berpikir seperti ini, kami menjadi lebih menyadari potensi yang dimiliki dan dapat mengintegrasikannya dalam program-program sekolah.
3. Pembelajaran (Findings)
Pada awalnya, sebelum mengeksplorasi modul 3.2, saya memiliki pandangan bahwa sekolah adalah sebuah entitas yang terdiri dari berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Faktor-faktor seperti murid, kepala sekolah, guru, staf sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah daerah merupakan bagian dari ekosistem sekolah yang saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif. Di sisi lain, faktor abiotik seperti keuangan, sarana, prasarana, dan lingkungan alam juga berperan penting dalam mendukung proses pembelajaran.
Namun, setelah meresapi materi tentang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, pemahaman saya tentang konsep ekosistem sekolah mengalami perubahan yang mendalam. Saya menyadari pentingnya mengadopsi pandangan berbasis aset atau kekuatan dalam mengelola sekolah. Pendekatan ini tidak hanya melihat masalah dan kekurangan yang ada, tetapi juga mengidentifikasi dan memanfaatkan kekuatan serta potensi yang dimiliki oleh komunitas sekolah.
Dalam pengelolaan sumber daya, terdapat dua pendekatan yang dapat diambil, yaitu pendekatan berbasis kekurangan (deficit-based approach) dan pendekatan berbasis aset (asset-based approach). Pendekatan berbasis aset lebih diutamakan karena mendorong pemikiran positif dan mencari peluang, sementara pendekatan berbasis kekurangan cenderung menimbulkan pikiran negatif.
Selanjutnya, pengelolaan sumber daya sekolah dapat dilakukan dengan memanfaatkan konsep Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann. PKBA merupakan kerangka kerja yang membangun kemandirian komunitas dengan fokus pada potensi aset yang dimilikinya, bukan pada masalah dan kekurangan.