Ekosistem adalah suatu lingkungan di mana berbagai makhluk hidup dan elemen non-hidup saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Di dalamnya, terdapat hubungan yang kompleks antara komponen biotik, yang mencakup organisme hidup, dan komponen abiotik, yang meliputi unsur-unsur non-hidup seperti air, tanah, dan udara. Interaksi ini menciptakan ketergantungan yang kuat antara semua bagian ekosistem, menciptakan sebuah keselarasan yang rapuh dan penting untuk kelangsungan hidup semua makhluk di dalamnya.
Sekolah, jika diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, merupakan dinamika interaksi antara unsur hidup (biotik) dan unsur non-hidup (abiotik). Kedua komponen ini saling berinteraksi untuk menciptakan keseimbangan dan keselarasan yang esensial. Dalam ekosistem sekolah, elemen-elemen biotik berperan penting dalam saling memengaruhi dan berkolaborasi aktif. Murid, kepala sekolah, guru, staf/tenaga kependidikan, pengawas sekolah, serta orang tua dan masyarakat sekitar, semuanya berperan sebagai bagian dari ekosistem tersebut. Di sisi lain, unsur-unsur abiotik juga memiliki peran yang signifikan dalam mendukung kelancaran proses pembelajaran, termasuk aspek keuangan serta sarana dan prasarana yang tersedia. Interaksi antara semua faktor ini membentuk sebuah ekosistem pendidikan yang kompleks namun harmonis, di mana keberhasilan proses pembelajaran sangat bergantung pada keseimbangan dan kolaborasi antara semua unsur yang terlibat.
Dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia di lingkungan sekolah dan peran penting dua komponen kunci dalam ekosistem sekolah, tugas seorang pemimpin pembelajaran adalah mengidentifikasi dan mengelola tujuh aset atau potensi utama sekolah. Hal ini dilakukan untuk mendorong kemajuan dan keberhasilan institusi pendidikan. Keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola ketujuh aset atau sumber daya tersebut demi kepentingan bersama dan kemajuan sekolah. Tujuh aset atau potensi utama sekolah yang dimaksud meliputi:Â
1. Modal Manusia 2. Modal Fisik 3. Modal Sosial 4. Modal Finansial 5. Modal Politik 6. Modal Lingkungan/ Alam 7. Modal Agama dan budaya
Sedangkan pendekatan berfikir dalam pengelolaan aset terdiri atas 2 jenis, yakni:
1. Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan melihat dengan cara pandang negatif. memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja.Â
2. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking)adalah memusatkan pikiran pada kekuatan positif, pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran di sekolah, maka harus bisa menerapkan pemikiran yang berbasis aset atau asset based thinking.
Mengapa berfikir berbasis aset?Â
Menerapkan pendekatan berbasis aset menciptakan lingkungan yang ramah dan menyenangkan, yang kemudian memicu munculnya pemikiran dan pandangan positif. Pendekatan ini mengubah pola pikir dari fokus pada kekurangan dan kelemahan menjadi penekanan pada kekuatan, kelebihan, dan potensi yang dimiliki.Â