Tidak seperti pacaran, kita bisa saja kencan dengan seseorang karena wajah, popularitas, ataupun sifatnya. Ketika menikah, semuanya menjadi rumit.Â
Kita harus melihat pekerjaan, keluarga, latar belakang, kepercayaan, dan hal-hal lain dari calon pasangan untuk memastikan kita telah memilih orang yang tepat. Hal ini tentunya karena kita ingin menikah satu kali saja seumur hidup.
Lain halnya dengan Yoon Ji Hoo di dalam drama Because This is My First Life. Ia memutuskan untuk menikah karena desakan ekonomi. Yoon Ji Hoo melakukan nikah kontrak dengan Nam Se Hee, seorang pegawai di perusahaan IT sekaligus pemilik apartemen yang ia tinggali.
Yoon Ji Hoo terlahir di keluarga patriarki. Meski sudah memiliki rumah, Â rumah itu didaftarkan atas nama adik lelakinya. Maka secara hukum, rumah itu bukan miliknya.Â
Yoon Ji Hoo adalah gadis yang pintar hingga sudah pasti ia lulus dari universitas ternama. Sayangnya, ia kurang beruntung dalam berkarier. Meski telah menghabiskan waktu yang cukup lama menjadi asisten penulis drama, ia mendapatkan gaji yang kecil dan perlakuan buruk dari rekan kerja dan atasannya.
Alhasil, ia pun melakukan kontrak nikah dengan Nam Se Hee. Nam Se Hee, si pegawai kantor IT yang super kaku ini membutuhkan orang yang bisa mengurus rumah, kucingnya, dan tekanan sosial dari kedua orangtuanya untuk menikah. Sementara, Yoon Ji Hoo hanya membutuhkan tempat tinggal sampai ia mendapatkan pekerjaan yang layak.Â
Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Hanya dengan kontrak nikah tersebut, masalah Nam Se Hee dan Yoon Ji Hoo beres dalam sekali pukul.
Yah, untuk sementara waktu Yoon Ji Hoo dan Nam Se Hee bisa menghela nafas sebentar. Tiba-tiba, masalah lainnya datang silih berganti!
Contohnya, kedua orangtua dari kedua belah pihak ingin anak dan menantunya selalu datang ke acara-acara keluarga. Belum lagi, tekanan dari orangtua Nam Se Hee yang ingin segera punya momongan. Duh! padahal kan mereka hanya pasangan palsu!
Drama ini sangat cocok dinikmati oleh orang-orang yang memasuki usia dewasa muda. Isu-isu sosial pun dibawa dengan piawai oleh sang direktor. Isu-isu yang diangkat diantaranya; tekanan sosial untuk menikah, harga properti yang semakin mahal, lingkungan kerja yang toxic, persahabatan, dan hubungan percintaan.Â