Setiap interaksi memunculkan timbal balik, dalam timbal balik (yang di dalamnya memperoleh kesepahaman) menghasilkan suatu kesepakatan bersama serta tujuan bersama dan pada akhirnya akan menjadi sekumpulan orang yang membentuk organisasi. Setiap organisasi tidak berdiri sendiri, banyak komponen-komponen yang menyusunnya; mulai dari visi, misi, struktur dan manajemen organisasi.
Dari sinilah dapat dilihat, administrasi tidak hanya sekedar diartikan sebagai sebuah prosedur ataupun hanya dimaksudkan selalu terkait keuangan suatu organisasi. Lebih luas lagi, administrasi mencakup keseluruhan kegiatan dalam organisasi tertentu yang meliputi pembentukannya, pengelolaaannya, pengembangannya serta pula strategi – strategi dalam pencapaian tujuan yang diinginan.
Momentum pergantian presiden ke – 7 merupakan awal dari pembentukan sebuah sistem pemerintahan baru. Secara otomatis pula berbagai kebijakan dalam negara diperbarui, tak terkecuali pendidikan di Indonesia. Salah satu organisasi yang dapat membuat pengaruh besar terhadap kehidupan adalah pendidikan. Hal ini terbukti dari sejarah perkembangannya; mulai dari perjuangan dalam pembebasan, pemberantas kebodohan, upaya menghilangkan kemiskinan hingga pendidikan sebagai alat politik, penghegemoni publik dan alat propaganda masa. Semua hal yang terjadi dengan adanya lembaga pendidikan tergantung siapa yang memiliki peran di dalam lebaga tersebut.
Lembaga pendidikan merupakan salah satu alat untuk memperoleh tujuan pendidikan (tujuan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dalam undang-undang SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003 bab ll pasal 3 yang isinya adalah “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”)
“untuk merealisasikan tujuan yang mulia tersebut dibutuhkan kepemimpinan pendidikan yang visionair, amanah, kuat dan juga memiliki jiwa interpreneur pendidikan yang tinggi, bekerja secara keras dan tiada henti untuk terus berusaha mengembangkan institusi pendidikan dengan segala pernak-perniknya, dengan maksud dan harapan terjadinya keberlangsungan belajar secara terus menerus”, jelas ahmadi seorang dosen kurikulum di stain ponorogo.
Tanggungjawab lembaga pendidikan
untuk mencapai tujuan salah satu yang diperlukan dalam lembaga pendidikan adalah kurikulum. dalam kurikulum tercantum silabus dan RPP sebagai langkah konkret untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Lembaga pendidikan tinggi, institut maupun universitas merupakan jalan puncak (karena setelah pendidikan tersebut tidak ada lembaga pendidikan formal yang lebih tinggi) untuk memperoleh pendidikan. Menilik berbagai lembaga pendidikan tersebut dapat ditemukan beberapa fakta;
1. Setiap lembaga pendidikan memiliki visi dan misi tertentu.
2. Setiap lembaga pendidikan tersebut memiliki kelengkapan pendidikan yang setidaknya meliputi;
a. Pelaku pendidikan (dosen dan mahasiswa)
b. Sarana pendidikan (gedung)
c. Administrasi pendidikan (struktur dan manajemen)
d. Tujuan pendidikan
Dari kelengkapan tersebut, sejauh mana dapat efektif dalam mencapai tujuan pendidikan dapat dilihat pada keterkaitan serta saling mendukungnya setiap komponen yang ada di dalamnya. Ketika berbicara pendidikan tinggi secara menyeluruh tidak akan terlepas dari tujuannya yg tercantum pada tri dharma perguruan tinggi; Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan pengembangan dan Pengabdian pada masyarakat.
Stain ponorogo sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi yang terdapat di ponorogo yang memiliki andil dalam terwujudnya tri dharma perguruan tinggi. Stain ponorogo telah mencetak ribuan sajana, puluhan dosen, puluhan karyawan, ribuan karya ilmiah, puluhan ribu workshop dan seminar. Ini adalah output dari lembaga pendidikan tinggi yang diharapkan dan dicita – cita kan oleh seluruh kalangan akademisi pendidikan untuk mengantarkan tujuan dari pendidikan yang pada bagiannya mendukung dari tri dharma perguruan tinggi.
Output yang berkuaitas dari lembaga pendidikan sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor proses dalam menyusun hasil. Disatu sisi dapat dilihat kemajuan lembaga pendidikan dari segi fisik, gedung – gedung yang megah, sarana dan prasarana yang memadai beserta kelengkapan lainnya yang modern. Tetapi dibeberapa sisi yang lain terdapat banyak contoh yang membuat bertanya-tanya, sesuaikah? misalkan, berkaitan dengan tanggungjawab lembaga dalam pendidikan. Sebuah aturan yang menyebutkan; pembayaran registrasi uang perkuliahan harus tepat waktu tetapi disisi lain harus tepat waktu ‘dalam arti berbeda’. Sebagai contoh KHS yang harusnya diterima ketika awal semester baru, tetapi dalam kenyataannya baru beberapa minggu kemudian mahasiswa dapat menerimanya.
Ada lagi contoh yang lebih besar, Dalam lembaga pendidikan setiap calon mahasiswa baru ditunjukkan kelebihan dari lembaga pendidikan yang akan dimasukinya. Mulai dari visi dan misi yang terpampang jelas pada tugu depan gerbang memasuki kampus, beragam fasilitas yang disebutkan dalam brosur, bermacam-macam jenis gelar yang akan diterima ketika menjalani pendidikan di kampus tersebut dan masih banyak lagi bermacam-macam keunggulan dari kampus yang tersusun rapi di dalam brosur. Ketika seseorang telah menjalani pendidikan di kampus, mengikuti perkuliahan dengan baik dan pada akhirnya lulus, banyak fakta terjadi, banyak mahasiswa mengganggur. Siapakah yang salah?
Mahasiswa sebagai pelaku pendidikan
Logika dasar dalam mencapai tujuan adalah kesesuaian antara tujuan yang ingin diperoleh dengan cara yang dilakukan. Semakin tinggi/ besar sesuatu yang diinginkan maka harus sebanding dengan kesungguhan untuk memperoleh tujuan tersebut. Pernyataan ini dapat disesuaikan dengan tujuan dari mahasiswa tentang pendidikan yang dilaluinya.
beragam jawaban didapat ketika mahasiswa baru ditanya tentang mengapa memilih suatu lembaga pendidikan; mulai dari mengikuti pilihan orang tua, melanjutkan pendidikan, mencari pekerjaan, mencari jaringan, mencari pengalaman, belajar, pilihan terakhir, bahkan adapula yang belum tahu sebenarnya apa yang diinginkan.
Seorang mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya pernah menyampaikan alasannya tentang tujuannya masuk perguruan tinggi. “dalam perkuliahan kita juga berproses menemukan sesuatu, menata konsep kehidupan, ada suatu hal yang akan diperoleh ketika kita melakukan sesuatu dalam perjalanan perkuliahan. Tidak dapat dipungkiri secara formal kita kuliah untuk mendapat ijazah”, ujarnya.
Seorang mahasiswa lain, secara tersirat dapat pula dilihat tujuan tentang perkuliahannya. Banyak dari tingkah laku yang menunjukkan ketidak jelasan dalam pendidikan. Suatu keanehan ketika tujuan kuliah adalah memperoleh ilmu pengetahuan tetapi dalam praksisnya ketika mengikuti materi kuliah tidak mau tugas yang banyak, sedikit tugas tetapi nilai tinggi, bersuka ria ketika dosen berhalangan hadir dan banyak lagi sikap yang secara tidak sadar menunjukkan ketidak jelasan dalam orientasi pendidikan.
Seorang dosen psikologi pernah berkata bahwa antara pendidikan tinggi memiliki perbedaan dengan lembaga pendidikan sebelumnya, dalam pendidikan tinggi atau bangku perkuliahan mahasiswa dituntut untuk mandiri, berfikir kritis dan mengerti apa yang sebenarnya diinginkan. Wajar apabila lembaga pendidikan tidak ikut campur dalam pilihan yang diinginkan mahasiswa. Untuk menyadarkan kearah inilah diperlukan banyak pengalaman yang tentu tidak akan didapat dari mahasiswa yang apatis dengan lingkungan sekitarnya.
Tanggungjawab bersama
Polemik pendidikan di indonesia seakan sudah menyeluruh. Sebagai contoh dapat dilihat pada jumlah lembaga pendidikan yang kian hari makin bertambah banyak. Dengan banyaknya lembaga pendidikan, semakin banyak pula jumlah lulusan. Dengan banyaknya lulusan secara otomatis diperlukan lapangan pekerjaan yang cukup dan memadai. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, sudah cukupkah lapangan pekerjaan menampung jumlah lulusan yang sedemikian banyak?.
Melihat kembali tujuan pendidikan yaitu membentuk manusia yang seutuhnya. Jika tujuan ini terwujud kemungkinan tidak akan terjadi (seperti banyak kasus terjadi saaat ini) ribuan sarjana menganggur.
Dari realita pendidikan yang terjadi sekarang ini, sebuah analisa yang pernah disampaikan oleh Dr. Musyafa asyari memberikan sebuah catatan penting bagi para insan pelaku pendidikan. Adalah sebuah kenaifan dunia pendidikan kita justru melestarikan budaya feodalisme dalam bentuk baru, dimana gelar akademik dilambangkan sebagai status sosial baru, makin panjang gelarnya makin hebat statusnya. Sekarang orang mengejar gelar keilmuwan, bukan lagi mencari ilmu.
Realitas demikian adanya, sekarang tergantung masing – masing dari perilaku pendidikan ingin tetap seperti apa adanya ataukah ingin sesuatu yang lain semua kembali kepada ‘kita’.
Referensi;
Kamus istilah politik kontemporer
Manajemen kurikulum; Pendidikan kecakapan hidup
Menggagas revolusi kebudayaan tanpa kekerasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H